May 11, 2020 20:18 Asia/Jakarta
  • Kondisi penggunaan air di dunia
    Kondisi penggunaan air di dunia

Mayoritas planet bumi terdiri dari air. Sumber air di bumi beragam, mulai dari air laut yang asin, air bawah tanah hingga air sungai dan danau. Banyak faktor yang membuat sumber vital bagi manusia ini mengalami penurunan dan bahkan musnah. Salah satunya adalah perubahan iklim dan pemanasan global akibat ulah manusia.

Sekitar 72 persen permukaan bumi terdiri dari air dimana 97 persennya adalah air asin atau laut. Air ini tidak dapat dikonsumsi manusia. Sementara sepertiga air tawar dunia dalam bentuk bongkahan es di kutub dan kurang dari satu persen air tawar di dunia yang dapat diakses dengan mudah.

Sumber air yang ada di bumi dibagi menjadi tiga: Samudra dan laut, air di daratan dan air yang ada di atmosfer. Samudra dan bongkahan es menempati 99,6 persen cadangan air di muka bumi. Air ini tidak dapat dikonsumsi secara langsung oleh manusia. Sementara air di permukaan bumi sekitar 2,4 persen.

Sirkulasi air di planet bumi volumenya tetap dan diprediksikan volemenya sekitar 486 miliar kubik. Air yang dihasilkan sikulasi ini, di luar dari air samudra dan laut, disebut sebagai air tawar. Air seperti ini dimanfaatkan untuk pertanian, industri dan air minum.

Sementara air hujan merupakan sumber bagi air sungai, danau dan sumber air bawah tanah yang diperoleh melalui konstruksi seperti kanal, sumur, dan kanat (saluran air bawah tanah). Perbaruan sumber air biasanya di setiap kawasan biasanya tergantung pada tingkat sirkulasi air dan mayoritasnya rata-rata aliran tahunan air danau dan air bawah tanah untuk jangka panjang misalnya 10 tahun. Struktur pemanfaatan air di setiap daerah tergantung pada tingkat kesediaan air dan akses terhadapnya serta keberadaan sumber dan fasilitas pemanaatan dan efektivitas teknologi di daerah tersebut.

Pembagian jumlah perkapita air yang dapat diperbaruhi diberbagai wilayah dunia sangat tidak seimbang dan bahkan di setiap wilayah atau negara, jauh di dalam tanah wilayah mereka, juga menghadapi distribusi heterogenitas dan kesulitan mengakses sumber utama ini. Misalnya negara-negara Arab dengan perkapita air 1175 meter kubik, memiliki sumber air paling sedikit. Sementara jumlah inipun distribusinya di dalam negeri juga tidak merata.

Sekaitan dengan ini, contoh nyata adalah negara Mauritania, Irak dan Suriah di mana jumlah perkapita tahunan air yang dapat diakses di atas 2500 meter kubik. Sementara negara-negara kawasan Teluk Persia, volumenya di bawah 100 meter kubik.

Contoh lain adalah negara Asia Selatan yang mencakup negara-negara kawasan Samudera Hindia seperti India, Pakistan, Bangladesh, Afghanistan dan Iran. Namun demikian sejumlah lembaga internasional seperti Bank Dunia, tidak menempatkan Iran di kategori negara-negara ini.

Bagaimanapun juga negara zona ini memiliki populasi sebesar 1,7 miliar jiwa, yakni 23 persen dari total penduduk dunia hidup di negara tersebut. Mengingat laju pertumbuhan pendudukan di kawasan ini dan dengan asumsi seluruh kondisi stabil, sumber air perkapita yang saat ini dapat diakses 2450 meter kubik dalam setahun semakin mengalami penurunan.

Adapun negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Myanmar, Filipina, Kamboja dan Vietnam serta sejumlah negara kecil lainnya. Sumber perkapita air tawar kawasan ini mencapai 10.464 meter kubik dalam setahun serta lebih banyak dari kawasan Asia lainnya. Di sisi lain, iklim tak menentu dan badai topan di mayoritas kepulauan kawasan ini serta lemahnya infrastruktur fisik dan ekonomi di sejumlah negara ini telah menghambat pemanfaatan sumber air untuk produksi makanan. Pusat populasi terpenting di kawasan ini adalah Indonesia dan Filipina yang memiliki sumber air pekapita tahunan sekitar 8.179 dan 4.953.

Asia Timur meliputi Cina, Korea, Mongolia, dan Jepang. Populasi negara-negara ini diperkirakan 1,59 miliar orang dan sumber daya air terbarukan per kapita adalah 2126 meter kubik per tahun. Eropa Barat termasuk Jerman, Prancis, Belgia, Austria, Belanda, Swiss dan Luksemburg. Di antara negara-negara ini, Austria dengan 9180 meter kubik air terbarukan per kapita dan Jerman dengan 1.860 meter kubik, memiliki sumber daya air terbesar dan terendah di kawasan ini.

Dengan demikian, kondisi iklim yang berbeda di berbagai belahan dunia dan jumlah akses terhadap air adalah faktor terpenting yang mempengaruhi jumlah panen dan konsumsi. Selain kondisi iklim, faktor-faktor lain seperti tingkat teknologi, pola penanaman, kepadatan penduduk, masalah ekonomi dan karakteristik sosial dan budaya mempengaruhi kuantitas dan kualitas pengambilan air dari sumber daya alam. Tergantung pada jenis sumbernya, air dapat diekstraksi dari ruang bawah tanah, sungai, danau, dan waduk, atau langsung dari curah hujan. Teks internasional merujuk pada sumber air tanah dan permukaan, "air biru", dan air hujan (langsung) "air hijau".

Dengan per kapita 5.195 meter kubik sumber daya air terbarukan per tahun, benua Afrika hanya memanen 191 meter kubik per kapita. Tidaklah mungkin untuk memeriksa situasi air di semua negara di benua ini karena berhamburan atau kekurangan beberapa statistik yang disyaratkan, tetapi statistik global sekarang menunjukkan bahwa Mesir memiliki panen air per kapita tertinggi di benua itu, sementara negara tersebut kekurangan sumber daya air hijau.

Panen air di negara-negara Asia yang penting juga tidak terlalu menjanjikan. Negara-negara ini memiliki populasi lebih dari 3 miliar, dan negara-negara berpenduduk padat memiliki panen per kapita yang relatif lebih rendah, menunjukkan kekurangan sumber daya air atau sumber daya produksi pertanian lainnya, terutama tanah.

Demikian pula, produksi energi tergantung pada iklim, populasi, dan pola penanaman dan konsumsi dari satu unit air. Australia, misalnya, dengan sumber daya yang melimpah dan populasi yang relatif kecil, mengambil 1.145 meter kubik air per orang, menciptakan nilai tambah 1.161 dolar  untuk sektor pertanian. Tetapi di antara negara-negara Asia terpilih, Arab Saudi memiliki curah hujan terendah dan Indonesia memiliki curah hujan tertinggi, dan menurut statistik FAO, Arab Saudi memanen sembilan kali lebih banyak air daripada air terbarukan, tetapi seperti negara-negara Teluk lainnya, Arab Saudi mengimpor makanan murni.

Mari kita pergi ke benua Eropa, yang memiliki iklim berbeda tetapi sumber daya air yang cukup memadai. Negara-negara di kawasan Eropa selatan memiliki lebih banyak abstraksi air. Terlepas dari Turki dan Spanyol, rasio panen air untuk pertanian di negara lain rendah, yang menunjukkan dampak suhu dan iklim. Jerman memiliki rasio panen terendah untuk pertanian, dengan 82 persen airnya dipanen di industri. Pada saat yang sama, 80 persen air negara itu diekstraksi dari air permukaan. Ia adalah pengekspor dan pengimpor semua makanan, dan hubungan dagang ini sering dengan negara-negara anggota UE lainnya.

Sebagian besar negara di Eropa memiliki ekonomi yang berpusat pada industri dan jasa, dan karena mereka memiliki sumber daya air yang cukup dan iklim yang kondusif untuk produksi makanan dan tidak dirugikan secara teknologi atau kapitalis, mereka sering kali memiliki kelebihan pasokan energi bagi warganya. Tingkat abstraksi air tertinggi dibandingkan dengan sumber terbarukan di antara negara-negara Eropa adalah di Spanyol, yaitu 6,28 persen, sedangkan untuk Swedia dan Rusia adalah 5,1 persen. Rasio air pertanian terhadap total panen tertinggi terkait dengan Turki dan Spanyol, masing-masing 75% dan 64%.

Benua Amerika dibagi menjadi dua belahan, Utara dan Selatan. Bagian utara meliputi tiga negara utama Kanada, Amerika Serikat dan Meksiko. Amerika Serikat adalah salah satu produsen pertanian terbesar di dunia, dengan 15 persen sumber daya air terbarukan setiap tahunnya. Rasio panen tahunan sumber daya air terbarukan merupakan indikator keberlanjutan sumber daya dan penggunaannya. Menurut organisasi internasional, setiap wilayah atau negara yang menerima lebih dari 40 persen sumber daya air terbarukan setiap tahun berada di ambang krisis air.

Kriteria ini tidak dapat digeneralisasi ke semua wilayah karena lokasi geografis dan curah hujan adalah indikator terpenting yang mempengaruhi statistik terkait air. Negara-negara yang secara geografis tinggi dan dekat dengan kutub, dan negara-negara yang dekat dengan khatulistiwa dan hutan hujan tropis, memiliki sumber daya air yang melimpah dan rasio panen yang lebih rendah, dan sering menggunakan air hijau. Negara dengan curah hujan rendah, di sisi lain, pasti memiliki hasil yang lebih tinggi dan sering menggunakan sumber daya bawah tanah. Oleh karena itu, rasio panen negara-negara ini dianggap kritis dalam situasi di mana pasokan listrik kurang dari panen selama beberapa tahun.

Terlepas dari statistik dan informasi ini, dapat ditambahkan bahwa jumlah air terbarukan di dunia dan bagaimana air itu didistribusikan di berbagai daerah dan negara menunjukkan bahwa wilayah Afrika Utara, Asia Barat Daya dan Asia Tengah dan sampai batas tertentu Eropa Selatan, terutama karena populasi, Mereka memiliki jumlah air terbarukan yang paling sedikit dan bukan kepentingan mereka untuk melanjutkan proses penarikan air saat ini.