Mengapa Letjen Soleimani Sangat Dihormati?
Setelah pasukan Amerika Serikat membunuh Komandan Pasukan al-Qods Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Letnan Jenderal Qassem Soleimani dalam sebuah serangan udara di Baghdad, ibu kota Irak pada 3 Januari 2020, Presiden Donald Tump melancarkan kampanye untuk menjelekkan pejabat tinggi militer Iran ini.
Meskipun AS berupaya keras untuk mencoreng nama Letjen Soleimani, namun namanya tetap harum dan dihormati masyarakat dan pejabat di negara-negara kawasan Asia Barat. Dia tidak hanya dikagumi oleh kawan, namun juga oleh lawan. AS telah sejak lama mengincar nyawa "Komandan Bayangan" ini disebabkan peran besarnya dalam menggagalkan berbagai skenario busuk Pentagon di kawasan.
Yang pasti, AS telah menumpahkan darah jutaan orang tak berdosa di dunia hanya demi meraih kepentingan-kepentingan ilegalnya. Serangan pengecut terhadap Letjen Soleimani merupakan upaya dan harapan untuk bisa menyingkirkan mimpi buruk mereka yang selalu berulang. Namun tujuan ini tentunya gagal. Sebab, Soleimani-Soleimani baru akan muncul kembali.
Letjen Soleimani dibunuh karena perannya yang sangat aktif untuk membela bangsa-bangsa tertindas, terutama masyarakat di kawasan Asia Barat dalam menghadapi terorisme internasional yang dipimpin oleh AS. Dia adalah seorang prajurit yang tulus berjuang di jalan Allah SWT dan sangat dicintai oleh orang-orang yang tertindas di seluruh dunia.
Pembunuhan terhadap Letjen Soleimani –yang merupakan musuh nomor satu kelompok teroris takfiri Daesh (ISIS) – akan membuat keadaan di kawasan Asia Barat menjadi kurang aman. Pembunuhan terhadap pejabat senior militer sebuah negara juga merupakan kejahatan tertinggi menurut hukum internasional.
Kejahatan tersebut telah mengubah jutaan warga Iran, Irak, negara-negara di kawasan dan dunia menjadi lebih benci terhadap AS. Letjen Soleimani adalah seorang pejuang perdamaian dan kekuatan regional terkemuka yang menumpas kelompok teroris paling berbahaya di dunia (Daesh).
Letjen Soleimani adalah pejabat tinggi militer Republik Islam Iran yang popularitasnya mulai meningkat setelah memimpin perang melawan kelompok teroris takfiri Daesh di Suriah dan Irak. Dia adalah Komandan Pasukan al-Quds IRGC untuk misi di luar perbatasan Iran. Dia sangat membantu Suriah sebagai penasihat militer pasukan negara Arab ini ketika Daesh meluncurkan serangan berdarah ke Suriah pada 2011.
Dia juga memainkan peran penting dalam membentuk Pasukan Relawan Irak yang dikenal sebagai Hashd al-Shaabi pada 2014 ketika Daesh mendeklarasikan kekhalifahannya di Irak dan menguasai beberapa provinsi di negara ini.
Hashd al-Shaabi kemudian berhasil mengalahkan Daesh dan mengusir kelompok teroris itu keluar dari Irak. Kemenangan bagi pasukan Suriah dan Irak ini semakin meningkatkan popularitas Letjen Soleimani di kalangan rakyat Irak, Suriah dan Iran.
Ketika Letjen Soleimani mendeklarasikan berakhirnya kekhalifahan Daesh pada tahun 2018, Amerika Serikat –yang menyebut dirinya penyelamat bagi rakyat Irak dan Suriah– menganggap Soleimani sebagai musuh bebuyutan dan rintangan bagi perdamaian di Asia Barat (Timur Tengah). AS kemudian memberlakukan sanksi terhadap pejabat militer Iran ini. Rezim Zionis juga memasukkan Soleimani ke dalam daftar yang disebut sebagai daftar teroris.
Sekarang pada tahun 2020, pembunuhan terhadap Letjen Soleimani dan Wakil Hashd al-Shaabi Abu Mahdi al-Muhandis dalam serangan drone AS menimbulkan pertanyaan kunci: Apakah AS benar-benar memerangi Daesh? Atau, seperti kata Trump sendiri, apakah Daesh diciptakan oleh pendahulunya Barack Obama?
Mungkin sekarang akan lebih mudah untuk menjawab pertanyaan ini setelah pembunuhan Letjen Soleimani. Yang jelas adalah bahwa AS telah membunuh seseorang yang memainkan peran terbesar dalam menumpas Daesh di Asia Barat.
Selama 40 tahun terakhir, pemerintah AS telah melakukan berbagai kejahatan terhadap Republik Islam Iran, di mana di antara kejahatan-kejahatan itu adalah tekanan ekonomi dan sanksi, operasi militer dan kudeta, perang secara tidak langsung, penciptaan kelompok-kelompok teroris, Iranphobia, perang proksi, dan teror terhadap para ilmuwan dan para pejabat Republik Islam.
Teror terhadap Soleimani kembali menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara pemerintah Amerika dan kelompok-kelompok teroris di kawasan. Sebab, pejabat senior militer Iran ini memiliki peran besar dalam menumpas kelompok-kelompok teroris terutama teroris takfiri Daesh.
Peran besar Soleimani dalam menumpas kelompok-kelompok teroris di Irak dan Suriah tidak bisa dipungkiri. Surat kabar The Guardian beberapa hari lalu menyebutkan bahwa Soleimani masuk ke dalam daftar 10 tokoh di balik layar yang paling berpengaruh di dunia. Surat kabar itu menulis, Amerika dan Israel telah berulang kali berusaha untuk melenyapkannya.
Majalah Amerika Foreign Policy tahun lalu juga memasukkan Soleimani dalam daftar 10 pemikir terbaik di bidang pertahanan dan keamanan. Tak diragukan lagi bahwa hal itu dikarenakan peran khusus Komandan Pasukan al-Quds IRGC (Pasdaran) dalam menumpas terorisme, terutama di Irak dan Suriah.
Syahid Soleimani merupakan simbol perlawanan terus-menerus terhadap imperialisme AS. Dia tidak hanya menjadi tokoh kunci dalam penghancuran kelompok teroris Daesh, tetapi juga dalam membantu perjuangan rakyat Palestina.
Baru-baru ini, anggota senior Jihad Islam Palestina Khaled al-Batsh menyebut syahid Qassem Soleimani sebagai pelopor kemajuan semua kelompok perlawanan di kawasan.
Al-Batsh, seperti dilaporkan laman al-I'lam al-Harbi, Rabu (23/12/2020) mengatakan Komandan Pasukan Quds Iran Letjen Soleimani adalah arsitek yang memajukan semua kelompok perlawanan termasuk Brigade al-Quds, Brigade Izzuddin Qassam, Brigade Syuhada al-Aqsa, Brigade Abu Ali Mustafa, Brigade Nasser Salahuddin, Hizbullah, dan semua cabang kelompok perlawanan di kawasan.
"Syahid Soleimani adalah seorang insinyur poros perlawanan. AS menyadari kedudukan dia setelah melihat pengaruhnya yang besar di medan perang melawan Zionis-Amerika dan dukungannya kepada kelompok perlawanan Palestina," ujar al-Batsh.
Dia menegaskan bahwa gugurnya syahid Soleimani tidak berpengaruh pada perlawanan. Syahid mulia ini dan para pemimpin perlawanan lainnya di Lebanon dan Palestina adalah tokoh kubu perlawanan dan perjuangan mereka akan terus berlanjut.
Berbicara tentang ancaman rezim Zionis, anggota senior Jihad Islam Palestina ini mengatakan kelompok perlawanan tidak akan duduk menyaksikan serangan Israel.
"Semua elemen sipil dan bersenjata kubu perlawanan akan turun ke medan dan mereka tetap memegang prinsip-prinsipnya meskipun minim sarana dan situasi sulit saat ini," pungkasnya. (RA)