Pancaran Cahaya Ramadhan (8)
Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia dan amal ibadah manusia di bulan ini punya pengaruh besar bagi jiwa dan ruhnya. Orang-orang yang mencari kesempurnaan, mereka akan berusaha menemukan perbuatan yang paling mulia di bulan ini.
Suatu hari Imam Ali as bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah! Apa perbuatan terbaik di bulan ini? Beliau menjawab, “Perbuatan terbaik di bulan ini adalah meninggalkan dosa.”
Sekilas, meninggalkan dosa tidak membutuhkan tindakan sehingga dianggap sebagai perbuatan terbaik. Dengan kata lain, jika membaca al-Quran, menjalin silaturahim, menyediakan menu berbuka, dan lain-lain adalah perbuatan yang sangat dianjurkan di bulan suci Ramadhan, dan amalan-amalan ini tidak terkait dengan konteks meninggalkan dosa sehingga dapat dianggap sebagai perbuatan terbaik.
Namun tidak demikian, karena meninggalkan dosa akan bermakna ketika manusia terjebak dalam bayang-bayang dosa, yaitu ketika adanya peluang dan motivasi untuk melakukan dosa. Dalam situasi seperti ini, manusia harus bertindak dan dengan memanfaatkan pikiran dan kekuatan, ia harus melepaskan dirinya dari kejahatan godaan syaitan dan hawa nafsu.
Para ulama akhlak menjelaskan masalah hawa nafsu lewat sebuah perumpamaan dengan berkata, “Hawa nafsu manusia adalah sebuah tunggangan yang tidak jinak sehingga setiap kali kamu menungganginya, ia akan berjalan dengan nyaman dan mengantarkanmu ke tempat tujuan, dan setiap kali kamu membiarkannya, ia akan tenang dan berhenti bergerak, tetapi hawa nafsu sama seperti tunggangan yang liar. Jika kamu mampu menguasainya dengan lihai dan mengendalikannya, ia akan bergerak di jalan yang benar dan jika kamu membiarkannya, ia berlari dan membawa penunggangnya ke segala arah yang dituju serta menempatkannya di tepian jurang yang mematikan.”
Imam Ali as memiliki sebuah ungkapan yang indah mengenai hawa nafsu. Dalam khutbah 175 kitab Nahjul Balaghah, beliau berkata, “Hendaklah kalian ketahui bahwa setiap ketaatan kepada Allah tidak enak pada lahirnya, sedang setiap maksiat terhadap Allah mengandung kenikmatan pada lahirnya. Semoga Allah menaruh belas kasihan pada orang yang menjauh dari hawa nafsunya dan mencabut hasrat hatinya, karena hati ini mempunyai tujuan yang menjangkau jauh dan ia terus mengejar kedurhakaan melalui hawa nafsu.”
Hal yang Membatalkan Puasa
Dalam hukum fiqih, ada beberapa hal yang dianggap dapat membatalkan puasa seseorang. Hal-hal ini antara lain: makan dan minum, berbohong atas nama Allah Swt, para nabi, dan imam maksum, berhubungan badan, dan mengeluarkan mani. Selain itu, ada beberapa hal lain yang harus ditinggalkan selama berpuasa seperti, tidak membiarkan debu atau tepung masuk ke dalam tenggorokan, dan tidak mencelupkan seluruh kepala ke dalam air.
Jika seseorang diharuskan untuk mandi wajib, maka ia harus melakukannya sebelum adzan subuh jika ingin berpuasa. Hal lain yang membatalkan puasa adalah muntah yang disengaja.
Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam masalah makan-minum selama puasa. Jika secara sengaja memakan atau meminum sesuatu, maka puasa akan batal, baik yang dimakan atau diminum itu termasuk hal yang umum atau sesuatu yang tidak umum seperti, kertas atau kain dan sejenisnya, baik banyak atau sedikit, seperti tetesan air yang ukurannya sangat kecil atau potongan kecil roti. Tentu saja puasa tidak batal jika memakan atau meminum sesuatu karena lupa, baik sedang menjalani puasa wajib atau puasa sunnah.
Jika sengaja menelan sisa makanan di sela-sela gigi, maka puasa akan batal. Namun, jika seseorang tidak tahu ada makanan yang tersisa di sela-sela giginya atau tidak tahu apakah makanan tersebut sudah tertelan dan juga tidak disengaja, maka puasanya tidak batal.
Jika seseorang baru menyadari telah tiba waktu berpuasa ketika sedang menyantap makan, maka makanan tersebut harus dikeluarkan dari mulutnya. Jika ia menelannya dengan sengaja, maka puasanya batal.
Darah yang keluar dari bibir tidak akan membatalkan puasa selama darah itu tidak ditelan. Jika ia menelan ingus dan dahaknya setelah sampainya mereka di bagian luar mulut, maka puasanya batal.
Doa dan Munajat
Melanjutkan pembahasan sebelumnya, potongan kedua doa Iftitah dalam kitab Mafatih al-Jinan berbicara tentang hamba-hamba saleh dan Rasulullah Saw, dan menjadikan beliau sebagai wasilah (perantara) dalam memohon hajat kita kepada Allah Swt. Potongan kedua doa Iftitah memuat permintaan kepada Allah agar mempercepat kemunculan Imam Mahdi as yang akan memenuhi dunia ini dengan keadilan dan kebijaksanaan.
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas pengurus urusan-Mu, al-Qaim yang selalu diharapkan dan keadilan yang ditunggu-tunggu, kirimkanlah para malaikat-Mu untuk selalu bersamanya, dan kuatkanlah ia dengan Ruhul Qudus, wahai Tuhan semesta alam. Ya Allah, jadikan ia pengajak kepada kitab-Mu dan penegak agama-Mu, jadikanlah ia khalifah di muka bumi ini sebagaimana Engkau telah menjadikan orang-orang sebelumnya sebagai khalifah, tegakkan agamanya yang telah Engkau ridhai baginya, gantikan ketakutannya dengan rasa aman (sehingga) ia dapat menyembah-Mu dengan tidak menyekutukan-Mu dengan sesuatu apapun.
Ya Allah, muliakanlah ia dan kuatkan (kami) dengan (wujud)nya, tolonglah dan menangkan ia, tolonglah ia dengan pertolongan yang mulia, berikan kemenangan kepadanya dengan kemenangan yang mudah (digapai), jadikan baginya kerajaan yang terdukung dari sisi-Mu. Ya Allah, tampakkan dengannya agama-Mu dan sunah Nabi-Mu sehingga ia tidak terpaksa menyembunyikan kebenaran sedikit pun karena takut kepada (ancaman) makhluk.
Ya Allah, kami mengharap kepada-Mu (untuk mewujudkan) sebuah pemerintahan mulia yang dengannya Engkau memuliakan Islam dan para pengikutnya, menghinakan kemunafikan dan para penyandangnya, menjadikan kami di antara pengajak kepada ketaatan-Mu dan pemimpin menuju jalan-Mu, dan menganugerahkan kepada kami kemuliaan dunia dan akhirat. Ya Allah, kebenaran yang telah Kaukenalkan kepada kami, berikanlah kekuatan kepada kami untuk memikulnya dan segala yang belum kami ketahui berkenaan dengannya, sampaikanlah kepada kami.
Ya Allah, dengan (perantara)nya bereskan urusan kami yang tak terurus, kumpulkan keterceraiberaian kami, himpunkan keterpecahbelahan (barisan) kami, perbanyak kesedikitan jumlah kami, muliakan kehinaan kami, kayakan orang-orang miskin kami, lunaskanlah utang-utang kami, tamballah kefakiran kami, tutupilah kekurangan kami, mudahkanlah kesulitan kami, putihkanlah wajah kami, bebeaskanlah ketertawanan kami, kabulkanlah permohonan kami, tepatilah janji-janji(-Mu) kepada kami, kabulkanlah doa kami, berikanlah permohonan kami, sampaikanlah kami kepada cita-cita dunia dan akhirat, dan anugerahkan kepada kami melebihi keinginan kami.
Wahai sebaik-baik Zat yang dapat dimohon dan seluas-luas Zat Pemberi, dengan (perantara)nya sembuhkan (penyakit) batin kami, lenyapkan amarah hati kami, dan berikan petunjuk kepada kami (sehingga kami dapat mengenal kebenaran) yang diperselisihkan dengan izin-Mu; sesungguhnya Engkau menunjukkan orang yang Kaukehendaki ke jalan yang lurus, dan tolonglah kami atas musuh-Mu dan musuh kami, wahai Tuhan kebenaraan. Amin!
Ya Allah, kami mengadu kepada-Mu atas ketiadaan Nabi kami—semoga shalawat-Mu selalu tercurahkan atasnya dan atas keluarganya— kegaiban imam kami, banyaknya musuh kami, sedikitnya jumlah kami, keganasan fitnah terhadap kami, dan kemenangan masa atas kami. Maka, curahkan shalawat atas Muhammad dan keluarganya, dan bantulah kami (untuk mengatasi) semua itu dengan kemenangan dari-Mu yang Kausegerakan, kesengsaraan yang Kausingkapkan, pertolongan yang Kaukokohkan, kerajaan haq yang Kaumenangkan rahmat dari-Mu yang Kauagungkan kami dengannya, dan afiat dari-Mu yang Kausandangkan pada kami, demi rahmat-Mu wahai yang Lebih Pengasih dari para pengasih.”
اللّهُمَّ وَ صَلِّ عَلَى وَلیِّ أَمْرِکَ الْقائِمِ الْمُؤَمَّلِ، وَالْعَدْلِ الْمُنْتَظَرِ، وَحُفَّهُ بِمَلائِکَتِکَ الْمُقَرَّبِینَ، وَأَیِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ یَا رَبَّ الْعالَمِینَ . اللّهُمَّ اجْعَلْهُ الدَّاعِىَ إِلى کِتابِکَ، وَالْقائِمَ بِدِینِکَ، اسْتَخْلِفْهُ فِى الْأَرْضِ کَمَا اسْتَخْلَفْتَ الَّذِینَ مِنْ قَبْلِهِ، مَکِّنْ لَهُ دِینَهُ الَّذِى ارْتَضَیْتَهُ لَهُ، أَبْدِلْهُ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِ أَمْناً، یَعْبُدُکَ لَایُشْرِکُ بِکَ شَیْئاً .
اللّهُمَّ أَعِزَّهُ وَأَعْزِزْ بِهِ، وَانْصُرْهُ وَانْتَصِرْ بِهِ، وَانْصُرْهُ نَصْراً عَزِیزاً، وَافْتَحْ لَهُ فَتْحاً یَسِیراً، وَاجْعَلْ لَهُ مِنْ لَدُنْکَ سُلْطاناً نَصِیراً . اللّهُمَّ أَظْهِرْ بِهِ دِینَکَ وَسُنَّةَ نَبِیِّکَ حَتَّى لَایَسْتَخْفِىَ بِشَىْءٍ مِنَ الْحَقِّ مَخافَةَ أَحَدٍ مِنَ الْخَلْقِ . اللّهُمَّ إِنَّا نَرْغَبُ إِلَیْکَ فِى دَوْلَةٍ کَرِیمَةٍ تُعِزُّ بِهَا الْإِسْلامَ وَأَهْلَهُ، وَتُذِلُّ بِهَا النِّفاقَ وَأَهْلَهُ، وَتَجْعَلُنا فِیها مِنَ الدُّعاةِ إِلَى طاعَتِکَ، وَالْقادَةِ إِلى سَبِیلِکَ، وَتَرْزُقُنا بِها کَرامَةَ الدُّنْیا وَالْآخِرَةِ؛ اللّهُمَّ مَا عَرَّفْتَنا مِنَ الْحَقِّ فَحَمِّلْناهُ، وَمَا قَصُرْنا عَنْهُ فَبَلِّغْناهُ .
اللّهُمَّ الْمُمْ بِه شَعَثَنا ، وَاشْعَبْ بِهِ صَدْعَنا ، وَارْتُقْ بِهِ فَتْقَنا، وَکَثِّرْ بِهِ قِلَّتَنا، وَأَعْزِزْ بِهِ ذِلَّتَنا، وَأَغْنِ بِهِ عائِلَنا، وَاقْضِ بِهِ عَنْ مُغْرَمِنا، وَاجْبُرْ بِهِ فَقْرَنا، وَسُدَّ بِهِ خَلَّتَنا، وَیَسِّرْ بِهِ عُسْرَنا، وَبَیِّضْ بِهِ وُجُوهَنا، وَفُکَّ بِهِ أَسْرَنا، وَأَنْجِحْ بِهِ طَلِبَتَنا، وَأَنْجِزْ بِهِ مَواعِیدَنا، وَاسْتَجِبْ بِهِ دَعْوَتَنا، وَأَعْطِنا بِهِ سُؤْلَنا، وَبَلِّغْنا بِهِ مِنَ الدُّنْیا وَالْآخِرَةِ آمالَنا، وَأَعْطِنا بِهِ فَوْقَ رَغْبَتِنا، یَا خَیْرَ الْمَسْؤُولِینَ، وَأَوْسَعَ الْمُعْطِینَ، اشْفِ بِهِ صُدُورَنا، وَأَذْهِبْ بِهِ غَیْظَ قُلُوبِنا، وَاهْدِنا بِهِ لِمَا اخْتُلِفَ فِیهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِکَ، إِنَّکَ تَهْدِى مَنْ تَشاءُ إِلى صِراطٍ مُسْتَقِیمٍ، وَانْصُرْنا بِهِ عَلَى عَدُوِّکَ وَعَدُوِّنا إِلهَ الْحَقِّ آمِینَ؛
اللّهُمَّ إِنَّا نَشْکُو إِلَیْکَ فَقْدَ نَبِیِّنا صَلَواتُکَ عَلَیْهِ وَآلِهِ، وَغَیْبَةَ وَ لِیِّنا ، وَکَثْرَةَ عَدُوِّنا، وَقِلَّةَ عَدَدِنا، وَشِدَّةَ الْفِتَنِ بِنا، وَتَظاهُرَ الزَّمانِ عَلَیْنا، فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ ، وَأَعِنَّا عَلى ذلِکَ بِفَتْحٍ مِنْکَ تُعَجِّلُهُ، وَبِضُرٍّ تَکْشِفُهُ، وَنَصْرٍ تُعِزُّهُ، وَسُلْطانِ حَقٍّ تُظْهِرُهُ، وَرَحْمَةٍ مِنْکَ تُجَلِّلُناها، وَعافِیَةٍ مِنْکَ تُلْبِسُناها، بِرَحْمَتِکَ یَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِینَ.