Menyongsong Pemilu Presiden di Iran; Pemilu dan Menciptakan Epos Politik (6)
Republik Islam Iran dibentuk melalui referendum. Dengan demikian penyelenggaraan pemilu di Iran selama 42 tahun setelah kemenangan Revolusi Islam menjadi rutinitas.
Berdasarkan pasal keenam konstitusi, urusan negara harus dikelola dengan suara rakyat melalui pemilu.
Di sistem pemilu Iran, partisipasi bukan pemaksaan, namun demikian tingkat partisipasi di pemilu selalu di atas 50 persen.
Rakyat Iran dalam koridor konstitusi, memilih wakil mereka di Majles-e Khobregan-e Rahbari (Dewan Ahli Kepemimpinan). Selain itu, rakyat juga memilih wakil mereka di parlemen, sehingga para wakil in idapat meratifikasi undang-undang negara dalam koridor konstitusi dan kebijakan makro pemerintah serta menjaga kepentingan rakyat. Bentuk pemilu ketiga yang tercatat pemilu terpenting adalah pemilihan presiden dan rakyat melalui partisipasinya di pemilu, memilih presiden yang bertanggung jawab di bidang eksekutif untuk masa jabatan empat tahun. Bentuk pemilu keempat adalah pemilu dewan kota dan desa.
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei terkait urgensitas pemilu menilai partisipasi maksimum di pemilu sebagai manifestasi kebebasan rakyat dalam memilih nasib mereka.
Rahbar mengatakan, "Ketika Anda memilih presiden, yakni Anda menyerahkan urusan negara kepada seseorang yang Anda pilih, dari suara dan keinginan Anda. Ini artinya kekuatan rakyat dalam mengelola negara dan rakyat memiliki andail dalam menentukan negara; Ini bukan hal kecil; Ini segalanya bagi kami.....Partisipasi ini seperti benteng bagi negara kita; Ini hal yang sangat penting. JIka di negara kita tidak ada pemilu, demokrasi dan partisipasi rakyat serta tekad kalian di lapangan, maka ketahuilah revolusi ini bahkan tidak akan bertahan satu tahun; Di hadapan salah satu serangan politik dan blokade ekonomi, pemerintah tidak mampu bertahan, benteng utama di sini adalah kalian (rakyat). Pemilu manifestasi kehadiran rakyat; Seperti kehadiran di pawai akbar 22 Bahman, juga salah satu manifestasi kehadiran rakyat. Musuh beserta perangkat kubu arogan takut atas pemilu kalian, dan pawai kalian pada 22 Bahman; Oleh karena itu, mereka memanfaatkan seluruh kekuatannya dengan harapan mungkin mereka mampu merampas pemilu dan kehadiran rakyat serta suara bebas dan keterlibatan rakyat dalam menentukan nasib mereka dari bangsa dan negara ini..."
Selama 42 tahun lalu di Iran digelar 38 pemilu dan tingkat partisipasi rakyat di seluruh pemilu dan di berbagai kondisi senantiasa menjadi perhatian.
Kecuali tahun 88 Hs, mengingat munculnya dua kutub antara dua kandidat utama pemilu, kita menyaksikan partisipasi 85 persen rakyat. Di pemilu presiden tahun 84 dan 80 Hs, partisipasi warga sebesar 62 dan 66 persen. Sementara di pemilu presiden tahun 92 dan 96 Hs, tingkat partisipasi warga sebesar 72,92 dan 73 persen.
Mengingat posisi penting presiden di Iran dan persaingan ketat antara kubu dan partai, pemilu presiden di negara ini memiliki urgensitas khusus.
Dr. Hanizadeh, pakar politik seraya mengisyaratkan penekankan presiden Iran atas urgensitas suara rakyat mengatakan, "Republik Islam Iran sebagai model pertama demokrasi religius di kawasan dan mungkin juga di dunia, sangat mementingkan suara rakyat dan sejatinya rakyat memiliki perang sangat vital di struktur politik dan kekuasaan di pemerintahan Republik Islam Iran. Sejatinya berlanjutnya pemerintahan Republik Islam Iran tergantung pada partisipasi dan kehadiran rakyat di berbagai pemilu, baik pemilu presiden maupun pemilu parlemen dan Dewan Kota serta Desa. Prinsip utamanya adalah kehadiran warga di pemilu. Oleh karena itu, di setiap pemilu terlepas dari kecenderungan politik dan persaingan berbagai kubu di pemilu, rakyat sebagai unsur utama di pembentukan struktur kekuasaan di Iran, partisipasi mereka mampu memberi geliat dan semangat baru terhadap revolusi dan Republik Islam Iran serta demokrasi religius."
Di konstitusi Iran pada 116 dijelaskan, "Kandidat presiden sebelum dimulainya pemilu harus mengumumkan kesiapannya. Undang-undang yang akan menentukan model penyelenggaraan pemilu presiden."
Tahun ini di kondisi pandemi Corona, penyelenggaraan pemilu dilakukan dengan persiapan dan persyaratan khusus. Sekaitan dengan ini, jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) akan lebih banyak dan juga ditekankan penambahan jam pencoblosan suara. Mengingat kekhawatiran atas penyebaran virus Corona, telah disusun instruksi dan protokol kesehatan yang diperlukan untuk menjaga keselamatan warga melalui koordinasi Kementerian Kesehatan, Dewan Garda Konstitusi dan Parlemen.
Di undang-undang pemilu presiden, pemilu harus digelar dalam tempo satu hari.
Pasal 20 undang-undang pilpres terkait hal ini menjelaskan, "Pemungutan suara di dalam dan luar negeri akan dilakukan dalam tempo satu haru dan waktunya 10 jam serta dapat diperpanjang dalam kondisi darurat." Catatan dan interpretasi pasal ini serta perpanjangan waktu pemungutan suarat berada di pundak Kementerian Dalam Negeri.
Rahbar saat menjelaskan urgensitas pemilu presiden mengisyaratkan poin ini bahwa; Pemilu sebuah peristiwa satu hari, dilakukan sehari; namun dampak dari peristiwa sehari ini sangat panjang. Kalian melakukan pemilu presiden dalam sehari, namun pertama-tama kalian memilih seseorang untuk empat tahun yang menguasai nasib negara dan hal-hal utama negara, kedua domain pengaruhnya tidak terbatas hanya empat tahun tersebut. Pemerintah terkadang melakukan sesuatu sehingga pengaruhnya akan tetap eksis selama bertahun-tahun; Baik perbuatan baik, atau perbuatan buruk, pengaruhnya tidak terbatas hanya periode empat tahun, tapi akan terus berlangsung seperti sebuah arus. Oleh karena itu, kalian dalam sehari telah melakukan sebuah gerakan, sebuah pilihan, sebuah langkah di mana pengaruh jangka pendeknya yakni empat tahun dan jangka panjangnya terkadang eksis selama periode tersebut; Pemilu ini sangat penting."