Milad Agung Sang Putra Ka'bah
Hari ini tanggal 13 Rajab, adalah hari kelahiran Imam Ali bin Abi Thalib as. Saat memandang samudra luas, dapat dipastikan kita tidak akan mampu melihat setiap ujungnya dalam sekali pandangan. Dari setiap sudutnya kita dapat menyaksikan dunia yang selalu mengundang decak kagum. Kedalaman laut dengan kehidupan yang menakjubkan. Kemanapun kita alihkan pandangan, kita akan menyaksikan berbagai macam keajaiban.
Samudra itu begitu kecil dan tidak ada apa-apanya di hadapan keagungan Ali bin Abi Thalib. Dari setiap sudut kita memandang pribadi Imam Ali, kita akan melihat berbagai kebesaran yang tersembunyi.
Ini bukan hiperbola, tapi refleksi dari kelemahan sebagai seorang manusia yang meski bertahun-tahun mempelajari kehidupan Amirul Mukminin as dan munculnya pengakuan dalam diri bahwa Ali adalah manusia agung. Keagungan Ali tidak bisa dijangkau dengan pemahaman seorang manusia biasa karena di setiap sudut samudra wujud Ali, kita akan menemukan keajaiban.

Kalimat di atas adalah salah satu penggalan dari pidato Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar. Hari ini adalah wiladah orang pertama yang memeluk Islam setelah Nabi Muhammad Saw, sepupu sekaligus sahabat Rasulullah.
Ali bin Abi Thalib dilahirkan pada 13 Rajab, Aamul Fiil ke-30. Prosesi kelahiran Ali penuh keajaiban dan tidak pernah terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Ia dilahirkan di dalam Ka'bah, Rumah Tuhan. Imam Ali adalah putra Abu Thalib, paman Nabi dan cucu Abdul Muthalib, putra Hasyim. Ibunda beliau bernama Fatimah, putri Assad bin Abdu Manaf.
Imam Ali berkata, bumi mengajak semua orang pada kegembiraan melalui taman-tamannya yang indah, melalui daun-daun bergaun tipis, yang membuat setiap orang merasa takjub. Mereka dihiasi keberkahan sehingga setiap orang yang melihat akan menikmati. Allah Swt menciptakan awan untuk menghidupkan bagian bumi yang mati dan menumbuhkan pepohonan berwarna-warni.
Lalu Ia mengirim awan-awan sehingga menyelimuti seluruh permukaan bumi, kemudian angin menciptakan hujan deras yang turun ke bumi dari awan-awan itu. Awan-awan itu seolah menyentuh tanah dan menumpahkan segala yang dibawanya sehingga tanah-tanah kering bisa menumbuhkan beraneka ragam pepohonan dan rerumputan di kaki gunung.
Nahjul Balaghah melukiskan keajaiban penciptaan dengan sangat indah dan Imam Ali dengan pemahaman mendalamnya tentang semesta, mengajak semua orang untuk memanfaatkan anugerah Tuhan ini. Imam Ali berkata, salah satu jenis burung yang paling menakjubkan dalam penciptaan adalah burung Merak yang diciptakan Tuhan dalam bentuk paling harmonis. Tuhan menghias sayap serta bulunya dengan warna paling indah. Merak jantan dengan mengepakkan sayap dan ekornya yang menawan, bak payung untuk menarik perhatian betina, layaknya layar kapal yang dikembangkan oleh nakhoda.
Jika engkau menyerupakan warna bulu Merak dengan tumbuhan di muka bumi, engkau akan berkata, setangkai bunga yang mekar di antara sekumpulan bunga musim semi, dan jika engkau menyerupakannya dengan kain, maka engkau akan menganggapnya seperti kain indah penuh lukisan atau kain warna-warni Yaman, dan jika engkau menyerupakannya dengan perhiasan, maka engkau akan mengatakannya mirip dengan batu cincin berwarna warni yang diikat perak dan dihias dengan beraneka hiasan.
Sekarang jika engkau menggunakan pikiranmu untuk menyingkap rahasia penciptaan, maka engkau akan mendapat bukti-bukti yang terang bahwa Pencipta semut yang kecil itu tidak lain adalah Pencipta pohon kurma besar, karena keakuratan dalam masing-masing penciptaan segala sesuatu dan perbedaan detail yang tersembunyi pada setiap mahkluk hidup.
Maka renungkanlah matahari dan bulan, pohon dan tumbuhan, air dan batu, perbedaan siang dan malam, lautan dan pegunungan, tingginya puncak gunung dan beraneka ragam bahasa, semuanya adalah bukti yang jelas tentang keberadaan Tuhan. Maka celakalah orang-orang yang tidak menerima takdir dan mengingkarinya.

Antonie Bara, seorang intelektual Kristen berkata, saya sudah membaca buku Nahjul Balaghah milik Imam Ali yang sarat kefasihan dan keindahan bahasa, lebih dari 25 kali, namun setiap kali membacanya, saya menyaksikan contoh-contoh baru tentang kemanusiaan dalam buku ini dan saya memahami keajaiban-keajaiban baru lebih dari sebelumnya.
Dalam bukunya, Antonie Bara menulis, Wahai Abul Hassan, Wahai orang yang dadanya dipenuhi hikmah. Bagiku semua menjelma dengan Nahjul Balaghah-mu. Kitab agung layaknya Injil yang mengilhamiku. Kitab yang selalu kubaca setiap pagi dan petang, yang membakar hati dan jiwaku. Keluargaku melewati hari-harinya dengan kalimatnya yang indah dan menawan.
Masa kanak-kanak Imam Ali dihabiskan di bawah asuhan dan pendidikan Rasulullah Saw. Semakin tinggi ilmu yang didapat, Rasulullah semakin memperhatikan dan mendidik Ali. Sehubungan dengan hal ini, Imam Ali berkata, aku mengikutinya seperti seekor anak unta mengikuti induknya.
Setiap hari beliau menunjukkan tanda akhlaknya kepadaku dan selalu mengajakku untuk mengikutinya. Saat kanak-kanak, ia selalu mendekapku di dadanya dan menidurkanku di tempat tidurnya, ia mendekatkan tubuh sucinya ke tubuhku sehingga aku mencium wangi tubuh beliau.
Ali yang menjadi saksi khalwat Rasul bersama Tuhan, adalah tokoh Islam yang utama, ia adalah sahabat Nabi pertama. Imam Ali berkata, Rasulullah setiap tahun berkhalwat di gua Hira. Saya selalu melihatnya dan tidak ada seorangpun selain saya yang melihatnya. Kecuali di rumah Rasul dan Khadijah, tidak ada satu orangpun yang memeluk Islam dan saya adalah orang yang ketiga. Aku menyaksikan cahaya wahyu dan kenabian, dan menghirup wangi kenabian.
Di masa fitnah Quraisy, Imam Ali berbaring di tempat tidur Rasulullah dan siap mengorbankan dirinya di jalan Nabi, sehingga beliau bisa berhijrah. Sejak saat itu, Ali selalu berada di samping Rasulullah dan layaknya bulan di sisi matahari. Ali selalu hadir di setiap perang, terutama yang paling penting adalah perang Khandaq dan Khaibar.
Di perang Khandaq, Imam Ali berhadap-hadapan dengan Amr ibn Abd Al Wud, jawara Quraisy terkemuka. Imam Ali berhasil menjatuhkannya ke tanah, tapi tidak membunuhnya. Lalu kembali bertarung dan mengalahkannya namun tidak membunuhnya, dan mendekati Rasulullah.
Rasulullah bertanya, mengapa setiap kali engkau bertarung dengannya, engkau tidak membunuhnya ? Ali menjawab, ia menghina ibuku dan meludahi mukaku. Aku takut membunuhnya karena kemarahan, aku biarkan dia sampai kemarahanku reda, setelah itu kubunuh.
Imam Ali di tahun kedelapan Hijriah, tahun Fath Mekah, duduk di pundak Nabi dan bersama beliau membersihkan Ka'bah dari berhala dan merasakan kemenangan tanpa perang itu bersama Rasulullah. Dua bulan setelah haji Wada, Rasulullah Saw meninggal dunia, namun sebelumnya telah mengumumkan kepada seluruh Muslimin siapa penggantinya.
Selama 25 tahun pasca meninggalnya Rasulullah, Imam Ali menyaksikan nilai-nilai dihancurkan, hukum Tuhan diabaikan dan baitul maal diberikan kepada yang tidak berhak, dan budaya jahiliyah kembali menguasai masyarakat.
Oleh karena itu, kekhalifahan Imam Ali seolah kelahiran baru, lahirnya keadilan dan kebenaran, Ali adalah penegak keadilan dan manifestasi paling agung dari keadilan tersebut. Dunia kembali mengenal apa itu keadilan dan makna kemanusiaan tertinggi, di masa Ali. Kemanusiaan yang salah satu cabangnya adalah keadilan.

Dalam berinteraksi dengan masyarakat, Imam Ali menggunakan pandangan yang komprehensif. Dalam pandangannya, masyarakat dari sisi sosial terbagi dua. Kelompok pertama adalah saudara seagama dan kelompok kedua adalah saudara dalam penciptaan. Dengan demikian, Imam Ali selalu memperlakukan setiap orang dengan penuh hormat dan kemuliaan kemanusiaan.
Imam Jafar bin Muhammad as mengatakan, ketika Imam Ali berada di tengah dua perkara yang keduannya untuk ridha Tuhan, maka beliau selalu memilih yang paling sulit dari keduanya.
Ia selalu makan makanan hasil keringatnya sendiri dan dibawa dari Madinah, dan jika makanannya adalah tepung gandum maka beliau akan memasukkannya ke dalam tempat dan membubuhkan stempel di atasnya, agar tidak ada orang yang menambahkan. Imam Baqir berkata, Ali memberikan roti dan daging kepada masyarakat Kuffah, tapi ia sendiri memakan makanan yang sederhana.
Pada kenyataannya, Imam Ali adalah perwujudan hakiki nilai-nilai agama dan Islam, kemanusiaan di puncak irfan, penghambaan, suluk dan di saat yang sama seorang pakar politik dan sosial.
Perilaku Ali selalu mengajarkan kasih sayang kepada setiap Mukmin. Ali bukan orang yang bersedia mengorbankan hakikat untuk maslahat. Dalam pandangannya, hanya ilmu dan amal yang berharga sehingga bisa membangun pribadi manusia dan mendekatkan diri pada Allah Swt.