Krisis Eskosistem dan Satwa Liar
Kata satwa liar, secara umum, mencakup seluruh tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di lingkungan liar atau sejenisnya. Satwa liar pada hakikatnya merupakan bagian dari sistem ekosistem yang rumit yang akan berperan penting dalam peningkatan efesiensi dan kelangsungan hidup seluruh ekosistem.
Satwa liar memegang peran kunci dalam proses pengaturan populasi, penyerbukan, penyebaran, pembenihan, kontrol unsur-unsur penyebab penyakit, penjagaan kebersihan lingkungan dengan proses pemakan bangkai hewan ternak dan liar, penbajakan tanah, aerasi tanah, peningkatan penyerapan air pada tanah, dan pembentukan kepadatan mineral.
Dengan kata lain, satwa liar adalah penyempurna mata rantai ekosistem bumi dan lenyapnya satu spesis dari rantai satwa liar, akan mempengarhi eksistensi satwa-satwa lainnya. Sebagai contoh, ketika spesis pemburu punah, maka jumlah satwa yang menjadi mangsanya akan membludak tidak terkontrol. Peningkatan populasi satwa tersebut akan merusak keseimbangan alam dan menimbulkan berbagai kerugian lain. Misalnya, punahnya macan akan meningkatkan populasi babi liar yang akan merusak lahan pertanian dan perkebunan.
Mungkin akan muncul pertanyaan, bagaimana jika babi liar itu yang dimusnahkan? Namun seluruh satwa saling terkait dan masing-masing berperan dalam mata rantai ekosistem. Jika satu mata rantai ekosistem itu hilang, maka akan hilang pula salah satu keunggulan dalam ekosistem tersebut. Sebagai contoh, kita harus mengetahui bahwa babi liar mendapat sebutan sebagai “tukang kebun” atau “traktor alami”. Karena babi liar berperan penting dalam menyebarkan biji-biji pepohonan dan juga mengacak tanah. Keberadaan babi liar sangat penting dalam peningkatan aerasi tanah dan juga membuatnya subur. Dengan demikian, babi liar juga turut andil dalam mereduksi ancaman banjir.
Keberadaan burung pemakan bangkai kerap mendapat pandangan sinis dari pemerhati alam. Namun peran mereka sangat esensial di alam liar. Burung pemakan bangkai bak pekerja pembersih alami yang akan menjaga lingkungan satwa liar bersih. Seperti namanya, burung pemakan bangkai hanya mengkonsumsi bangkai binatang lain dan dengan demikian spesis ini telah membantu menjaga alam bersih dari penyebaran penyakit dan polusi. Masih banyak lagi contoh-contoh seperti ini di satwa liar.
Namun sayangnya, manusia selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan berat pada satwa liar. Berdasarkan data yang sangat memprihatinkan yang dirilis beberapa waktu lalu oleh World Wildlife Fund, 52 persen binatang mamalia, burung, reptil, amfibi, dan akuatik, telah punah antara tahun 1970 hingga 2010. Dan sekarang, akibat perluasan pembangunan, peperangan dan pemburuan ilegal, banyak spesis berharga yang terancam punah.
Edward Osborne Wilson, seorang biologis terkemuka Amerika Serikat, menyinggung proses punahnya berbagai spesis hewan dan tumbuh-tubuhan, menilai tragedi ini sebagai tahap keenam kepunahan berbagai spesis seperti pada era kepunahan dinosaurus. Sejak ditemukannya Amerika Utara oleh orang-orang Eropa, hingga kini 110 spesis tumbuh-tumbuhan dan hewan langka yang telah punah dan 416 lainnya sedang terancam punah atau bahkan sudah punah saat ini. Sekitar 7.000 spesis di Amerika Serikat sedang terancam punah. Di sisi lain, setiap tahun di seluruh dunia 50.000 spesis telah punah untuk selamanya. Selama 50 tahun terakhir seperempat spesis di muka bumi telah lenyap.
Menurut para pengamat, salah satu penyebab utama kepunahan satwa liar adalah lenyapnya habitat mereka. Peperangan dan konflik juga menjadi faktor penting lainnya. Sebagai contoh, genosida dan perang saudara di Rwanda, telah mengakibatkan pembunuhan 400 gorilla di wilayah pegunungan. Atau akibat instabilitas di Kongo, spesis badak putih Afrika untuk selamanya lenyap. Di Myanmar, kehadiran para pemberontak dalam pertempuran di negara Asia itu, telah melenyapkan nyawa ratusan gajah, beruang dan macan.
Di samping berbagai tragedi tersebut, salah satu faktor yang paling penting dan paling menyedihkan lainnya adalah pelenyapan berbagai spesis satwa liar adalah pemanfaatan ekonomisnya. Sangat disayangkan sekali, sejumlah negara berkembang menyediakan jasa tur berburu untuk orang-orang kaya. Pemburuan gajah-gajah Uganda oleh para pemburu kaya dari Amerika Serikat dan Eropa, dapat dikatakan merupakan salah satu fenomena yang paling menyedihkan dalam satu abad terakhir.
Poin yang patut disesali adalah, ternyata publikasi tahunan list satwa liar yang telah punah tidak membantu pelestarian satwa liar melainkan menjadi peluang bagi sekelompok orang untuk memburu satwa liar langka dan memperjualbelikannya. Pasar ini adalah sebuah pasar yang sangat fluktuatif dan tidak dapat diprediksi. Misalnya tersebarnya perangko bergambar satwa liar yang sangat langka, membuat pasar bergeliat untuk memperoleh satwa liar langka itu. Saat ini, perdagangan ilegal dan pasar gelap satwa liar langka dan terancam punah telah berubah menjadi perdagangan tingkat internasional.
Meski hukuman sangat berat telah ditetapkan bagi para penyelundup satwa liar, namun tidak mengurangi angka perdagangan tersebut. Misalnya di Cina, penyelundupan panda akan dihukum penjara seumur hidup, atau di Amerika Serikat, para pengusaha yang menjual produk dari satwa liar langka dan terancam punah, akan dijerat hukuman berat. Namun hingga kini, perdagangan satwa liar tetap menjadi lahan bisnis yang menggiurkan dan dilirik banyak peminat.
Sangat disayangkan sekali, hukuman di sejumlah negara miskin dan berkembang yang menjadi habitat berbagai satwa liar, tidak sebanding dan tergolong ringan. Dalam beberapa dekade terakhir, dipublikasikan berbagai laporan sangat menyedihkan oleh World Wildlife Fund (WWF). Karena pasar gelap satwa liar langka dan terancam punah adalah pasar yang sadis dan kejam. Misalnya, seorang penyelundup burung di Senegal, dalam perjalanan dua harinya dari negaranya menuju kota Dakkar, telah kehilangan sepertiga dari burung-burung yang dijebaknya karena mati dalam perjalanan.
Kondisi yang sama juga terjadi dalam penyelundupan berbagai satwa liar langka. Di Argentina misalnya, para penyelundup menggunakan cara-cara tragis untuk mendapatkan burung beo dengan menebang pohon-pohon tinggi tempat burung beo bersarang. Aksi-aksi tidak bermoral dan berperikemanusiaan dalam beberapa tahun terakhir seperti ini telah menyebabkan lenyapnya ratusan ribu pokok pohon Queberacho.
Marco Lambertini, ketua eksekutif WWF beberapa waktu lalu menyatakan, dunia harus memikirkan solusi konstruktif dan permanen untuk menghentikan proses pemusnahan satwa liar. Menurutnya, dunia harus memikirkan kondisi manusia yang akan menghadapi dampak dan pengaruh alam akibat proses tersebut. Saat ini para biologis dan pakar alam berpendapat bahwa satwa liar benar-benar sedang terancam bahaya. Jika tidak ada langkah efektif, maka kemungkinan ribuan spesis lain akan punah.
Mengingat pentingnya masalah ini, Sekjen PBB, Ban Ki-moon dalam sebuah pesannya memperingati Hari Satwa Liar Sedunia pada tahun 2015, mengharapkan seluruh pemerintah, produsen dan konsumen, untuk menilai kejahatan terhadap satwa liar sebagai ancaman serius bagi kelangsungan ekosistem bumi. Dijelaskanny bahwa perdagangan ilegal satwa liar adalah tragedi penting yang bahkan dapat disetarakan dengan tragedi penyelundupan manusia, obat-obatan dan minyak. Karena hal itu akan merusak dan meruntuhkan ekosistem dan menjadi penghalang utama bagi pembangunan permanen masyarakat lokal.
Oleh karena itu, ini merupakan kewajiban kita semua untuk memperhatikan dan melestarikan satwa liar dan lingkungan hidup demi menjaga kelangsungan hidup dan ekosistem di muka bumi ini. (IRIB Indonesia/MZ)