Politik Tragis Anti-Lingkungan Hidup Trump
https://parstoday.ir/id/radio/world-i36330-politik_tragis_anti_lingkungan_hidup_trump
Akhir bulan Maret 2017, tersebar berita di berbagai media massa dunia soal meningkatnya kekhawatiran kelompok pro lingkungan hidup dari berbagai belahan dunia soal perubahan cuaca dan pemanasan global. Pasalnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani keputusan presiden yang mengindikasikan dimulainya politik perang terhadap energi hijau (green energy).
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Apr 20, 2017 13:39 Asia/Jakarta

Akhir bulan Maret 2017, tersebar berita di berbagai media massa dunia soal meningkatnya kekhawatiran kelompok pro lingkungan hidup dari berbagai belahan dunia soal perubahan cuaca dan pemanasan global. Pasalnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani keputusan presiden yang mengindikasikan dimulainya politik perang terhadap energi hijau (green energy).

Pendahulunya, Barack Obama pada tahun 2015 menandatangani politik energi hijau tersebut yang berdasarkannya, akan mengurangi produksi gas rumah kaca di berbagai pembangkit listrik tenaga batu bara. Akan tetapi dengan instruksi Trump, pembatasan itu dicabut begitu pula dengan pengawasan ketat pemerintah federal terhadap indsutri energi di Amerika Serikat.

 

Berdasarkan instruksi baru Trump, pemerintah negara-negara bagian Amerika Serikat tidak diwajibkan yang mengontrol produksi gas rumah kaca dan larangan penjualan tanah-tanah milik negara untuk menambang batu bara dan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas juga dicabut. 

 

Instruksi baru Trump itu mengawali perang terhadap program pencegahan pemanasan global, sekaligus membuktikan bahwa Trump sama sekali tidak meyakini kesepakatan soal iklim bumi yang telah ditetapkan di Paris. Kesepakatan yang ditandatangani Desember 2015 setelah bertahun-tahun perundingan, untuk mengurangi dua derajat celcius suhu bumi hingga akhir abad ini, yang ditandatangani 194 negara dunia. Kesepakatan Paris itu bertujuan untuk mencapai masa depan lebih baik bagi bumi.

 

Akan tetapi mimpi generasi mendatang untuk dapat menikmati suhu dan cuaca yang lebih stabil dan bersahabat seakan musnah setelah keputusan terbaru Trump. Instruksi terbaru Presiden Amerika Serikat juga meningkatkan kekhawatiran para aktivis lingkungan hidup sedunia yang telah berjuang selama bertahun-tahun agar kesepakatan Paris tercapai.

 

Pada acara penandatanganan instruksi yang juga dihadiri oleh para penambang batu bara, Menteri Energi dan Wakil Presiden AS, Trump mengatakan, "Sebelumnya, undang-undang yang menghancurkan sektor batu-bara telah dicabut, akan tetapi itu hanya permulaan saja."

 

Trump mengatakan, pemerintahnya akan mengakhiri friksi soal batu bara dan mengambil langkah historis untuk mencabut batasan dalam politik energi Amerika Serikat. Instruksi yang ditandatangani Trump ini akan mengakhiri perselisihan soal politik energi Amerika Serikat dan soal green energy. Dengan demikin instruksi terbaru Trump ini akan memihak pada energi fosil.

 

Pada pemerintahan sebelumnya, strategi energi Amerika Serikat berdasarkan penurunan tingkat konsumsi energi fosil seperti batu bara dan minyak, serta seluruh sektor didorong untuk lebih menggalakkan penggunaan energi bersih. Para pengamat lingkungan hidup menilai politik Obama itu sebagai politik energi hijau.

 

Berdasarkan politik tersebut, pemerintah Barack Obama, setelah berbagai pembahasan alot dan melelahkan, akhirnya menerima traktat Paris yang bertujuan mereduksi polusi gas rumah kaca. Keputusan pemerintah Obama itu pada akhirnya melegakan masyarakat internasional karena menjadi peluang untuk membuat salah satu negara produsen gas rumah kaca terbesar di dunia untuk berkomitmen mengurangi polusinya. Akan tetapi, ternyata politik tersebut tidak berumur lama karena telah diakhiri oleh Trump.

 

Pemerintah Trump berbeda dengan kebijakan pemerintah sebelumnya, yang sama sekali tidak meyakini peran manusia dan polusi akibat aktivitas masyarakat moderen dalam perubahan cuaca dan pemanasan global. Menurut sejumlah penasehat terdekat Trump dalam urusan lingkungan hidup, pembahasan seperti polusi gas rumah kaca dan berbagai ancaman menyangkut pemanasan global, semata-mata bertujun untuk merusak posisi ekonomi Amerika Serikat oleh sejumlah rival ekonomi negara ini termasuk Cina dan Uni Eropa.

 

Salah satu faktor penting dalam lingkungan hidup selama beberapa dekade terakhir yang menjadi perhatian banyak ilmuwan, politisi dan aktivis lingkungan hidup adalah pemanasan global dan perubahan iklim. Sebuah fenomena yang menurut para ilmuwan, selain perubahan iklim di daratan dan lautan, linkungan hidup manusia dan hewan lain juga terancam menghadapi masalah serius.

 

Penelitian menunjukkan bahwa selama 100 tahun terakhir,  suhu bumi mengalami peningkatan rata-rata sekitar 0.18 hingga 0.74 derajat celsius dan jika hal ini tetap berlanjut, maka dalam 30 tahun mendatang, kemungkinan suhu bumi akan memanas hingga 1,1 derajad celcius. Mereka yang menilai angka tersebut sepele, tidak akan meyakini bahwa perubahan sekecil itu dapat menimbulkan krisis lingkungan hidup pada tahun-tahun mendatang.

 

Perserikatan Bangsa-Bangsa juga memperingatkan bahwa jika tidak ada langkah-langkah cepat dan efektif untuk menurunkan polusi karbon dioksida hingga akhir abad ini, maka suhu bumi akan memanas dari 2,9 hingga 3,4 derajat celsius, lebih tinggi dibanding sebelum dimulainya era industrialisasi.

 

Di antara dampak trageis perubahan cuaca dan pemanasan global adalah melelehnya gunung-gunung es. Gunung-gunung es tersebut hingga saat ini menjadi termometer alami suhu bumi. Ketika gunung-gunung es itu mencair, maka akan menambah volume air laut dan ketinggian permukaan laut akan meningkat hingga lebih dari 20 sentimeter. Namun diperkirakan bahwa percepatan kenaikan air laut akan terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang dan kemungkinan wilayah pesisir yang menjadi tempat tinggal sekitar separuh dari populasi bumi akan lenyap.

 

Dampak dari perubahan iklim dan pemanasan global tidak hanya pada alam saja, melainkan umat manusia juga akan menghadapi ancaman langsung. Di antaranya adalah kekeringan, peningkatan dampak dari krisis perubahan iklim, peningkatan jumlah hama pertanian, berkurangnya kandungan air di perut bumi, menipisnya luas tanah yang dpaat dijadikan area pertanian serta penurunan tingkat produksi pertanian dan peternakan.

 

Oleh karena itu, dampak berbahaya dari pemanasan global dan perubahan iklim bagi umat manusia selain alam adalah memburuknya krisis pangan serta munculnya kekeringan dan instabilitas sosial di berbagai negara dunia. Diperkirakan juga bahwa pemanasan global akan berdampak serius pada kesehatan manusia.

 

Laporan yang dipublikasikan oleh IPCC terkait perubahan cuaca dan pemanasan blobal menunjukkan bahwa gas rumah kaca merupakan faktor paling berperan dalam menimbulkan peningkatan suhu bumi. Penelitian menunjukkan bahwa faktor terpenting dalam emisi gas rumah kaca adalah pembakaran bahan bakar fosil dan polusi gas karbon dioksida.

 

Berdasarkan data statistik yang telah dipublikasi, setiap tahun terproduksi 40 miliar karbon dioksida yang bercampur ke atmosfer bumi akibat penggunaan batu bara, minyak dan gas. Seorang ilmuwan Norwegia dan anggota kelompok internasional  World Cabon beberapa waktu lalu dalam sebuah wawancara memaparkan fakta tersebut dan menjelaskan bahwa polusi gas rumah kaca di tingkat dunia sedang meningkat tajam dengan cepat dan setiap detik terproduksi 2,9 juta kilogram karbon dioksida.

 

Dengan adanya kekhawatiran seperti ini, akhirnya ditandatanani sebuah kesepakatan Paris pada tahun 2015 di mana Amerika Serikat sebagai salah satu produsen gas rumah kaca terbesar di dunia juga bersedia menandatangani kesepakatan itu. Perundingan dan dialog alot para penguasa dan pakar dari berbagai negara dunia berlangsung selama 11 hari untuk membuahkan kesepakatan Paris. Penandatanganan dokumen tersebut menetapkan upaya global penurunan suhi bumi hingga di bawah dua derajat celcius sampai tahun 2050.

 

Akan tetapi kelegaan masyarakat global atas penandatanganan kesepakatan Paris pada tahun 2015, ternyata tidak berlangsung lama setelah Trump menandatangani instruksi baru mengakhiri kebijakan green energy yang diusung Obama. Trump mencabut seluruh batasan yang diterapkan Obama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan bahkan mencabut batasan produksi gas methanol dan eksplorasi minyak dan gas dengan menggunakan teknik forking.

 

Sementara itu kelompok pro-lingkungan hidup memprotes kebijakan baru Trump itu dan memperingatkan bahwa negara ini akan mengalami dampak yang sangat serius melebihi negara-negara lain di dunia. Kekhawatiran yang sama tidak hanya muncul dari Amerika Serikat saja melainkan dari para pejabat dan kelompok dari berbagai negara dunia. Menurut mereka Presiden Amerika Serikat telah menandatangani sebuah instruksi untuk mengawali tragedi lingkungan hidup di masa-masa mendatang.