Mencermati Agitasi Amerika Serikat terhadap Iran; Tujuan dan Perspektif
(last modified Sat, 22 Jun 2019 08:58:51 GMT )
Jun 22, 2019 15:58 Asia/Jakarta
  • Agitasi AS terhadap Iran (ilustrasi)
    Agitasi AS terhadap Iran (ilustrasi)

Donald Trump, Presiden Amerika saat ini tergolong yang menunjukkan permusuhan paling transparan terhadap Iran sejalan dengan kebijakan anti-Iran di pemerintah dan presiden Amerika , baik di masa kampanye dan setelah memasuki Gedung Putih.

Trump secara transparan mengambil pendekatan untuk melemahkan dan menggulingkan Republik Islam Iran. Trump telah memasuki perang ekonomi dengan Iran saat mengumumkan penarikan diri Amerika Serikat dari Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) dan mengembalikan sanksi nuklir terhadap Iran. Pendekatan AS untuk Iran semata-mata didasarkan pada ancaman, paksaan dan sanksi.

Pemerintah Trump pada dimensi regional juga melakukan upaya luas untuk menciptakan aliansi regional dengan tujuan mengekang Iran dan berusaha mengubah kebijakan dan tindakannya di Timur Tengah dalam kerangka dokumen Strategi Keamanan Nasional 2017. Washington juga telah berusaha untuk menjustifikasi militerisasinya di Timur Tengah dengan dalih menghadapi ancaman Iran, seperti kebijakan regional dan dugaan dukungan Iran untuk terorisme.

Serangan terhadap kapal tanker di Oman

Amerika Serikat menginginkan terjadinya serangkaian insiden seperti kebakaran empat tanker di pelabuhan al-Fujairah pada 12 Mei, terutama setelah kebakaran dua tanker minyak lainnya 12 Juni di Laut Oman, proyek untuk menuduh Iran sebagai penyebab insiden ini dan berusaha membangun sekutunya dan negara lain dalam hal ini.

Pejabat senior AS, termasuk Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menekankan peran Iran dalam insiden itu. Pada fase berikutnya, Presiden Donald Trump menuduh Iran ikut campur dalam sebuah insiden yang melibatkan dua tanker di Laut Oman serta berulang kali mengecam orang-orang Iran dan menyebut mereka sebagai teroris, tanpa memberikan bukti apa pun.

Donald Trump, pada hari Jumat, 14 Juni dalam percakapan dengan Fox News Network, sebagai tanggapan atas pertanyaan apa penilaian Anda atas insiden tersebut? Dia mengatakan, "Iran telah melakukan ini."

Terlepas dari klaim oleh pejabat AS tentang ketegangan Teluk dan mengadopsi pendekatan negosiasi serta diplomasi terhadap Iran, dalam praktiknya pemerintah Trump berusaha menyalahkan Iran atas serangan terhadap kapal tanker minyak dan perkembangan keamanan lainnya di wilayah tersebut. Membenarkan kebijakan memaksakan tekanan maksimum padanya dan pada saat yang sama, menciptakan konsensus internasional anti-Tehran.

Namun, pendekatan Trump gagal dan hanya sekutu-sekutu Washington lainnya, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab atau Inggris, negara-negara lainnya telah mengambil sikap lain mengenai insiden baru-baru ini di Laut Oman, yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut tanpa tuduhan ke Iran.

Menteri luar negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, menulis di laman pribadinya sebagai tanggapan terhadap upaya AS untuk mengutuk Iran di Dewan Keamanan setelah peristiwa dua kapal tanker minyak di Laut Oman, "Amerika Serikat langsung dan tanpa bukti nyata menuduh Iran dan ini hanya mengungkapkan bahwa Tim B bergerak ke peta pengganti; menyabot diplomasi dan menutup terorisme ekonomi anti-Iran.

Singgungan Zarif akan Tim B yang terdiri dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dan putra mahkota UEA Mohammed bin Zayed, yang berusaha membawa Amerika Serikat ke konfrontasi militer dengan Iran.

Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran

Tindakan Washington atas menuduh Iran dengan tujuan-tujuan seperti membangun konsensus internasional terhadap Iran, menjustifikasi dan mencari alasan untuk meningkatkan tekanan ekonomi dan mengintensifkan pemaksaan kesulitan terhadap Tehran, menciptakan alasan untuk meningkatkan kehadiran militer di Teluk Persia, membangun kepercayaan di depan sekutu regional AS, serta kedekatan yang lebih besar dan kemungkinan aksi bersama oleh Washington dan beberapa mitranya di Eropa, terutama Inggris.

Meski begitu, bahkan mitra Eropa Washington belum percaya klaim pemerintah Trump tentang peran Iran dalam insiden terkait kapal tanker.

Menurut Trudy Rubin, analis Amerika, "Kritik terbuka Trump terhadap Iran dan tuntutannya kepada sekutu untuk bergabung dengan kampanye anti-Iran menjamin kegagalannya."

Para menteri luar negeri Uni Eropa pada hari Senin, 17 Juni pada pertemuan di Luksemburg selain menegaskan bahwa posisi negara mereka tidak selaras dengan sikap AS melawan Iran juga menyerukan penyelidikan lebih lanjut terkait peristiwa baru-baru ini di Laut Oman.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas menekankan bahwa Uni Eropa tidak mendukung tuduhan AS terhadap Iran dalam peristiwa tanker minyak baru-baru ini di Laut Oman. Maas dan rekan-rekannya di Eropa menekankan bahwa mereka tidak akan mengumumkan kesimpulan mereka saat ini.

Selain negara-negara Eropa, kekuatan internasional saingan Amerika Serikat memperingatkan agar tidak menggunakan insiden itu untuk menekan Iran dan memperluas ketegangan menyusul ledakan dua tanker di Laut Oman dan tuduhan tanpa dasar para pejabat pemerintah Trump terhadap Iran.

Dalam hal ini, Kementerian Luar Negeri Rusia pada hari Jumat, 14 Juni, mengeluarkan pernyataan yang menilai kebijakan dan pendekatan anti-Iran dari Amerika Serikat digunakan untuk memperburuk ketegangan di Asia Barat, termasuk Laut Oman.

Pernyataan itu memperingatkan terhadap pengambilan kesimpulan terburu-buru tentang peristiwa Laut Oman sebelum investigasi internasional dan bersikeras bahwa tidak ada yang harus disalahkan sebelum penyelidikan ini selesai. Kremlin telah memperingatkan tentang kesimpulan tergesa-gesa dalam hal ini, sementara Cina mengatakan pihaknya masih memiliki posisi yang sama dengan Rusia.

Sehari setelah Amerika Serikat mengumumkan Iran terlibat dalam serangan terhadap dua kapal tanker minyak, Xi Jinping berjanji untuk memperluas hubungan dengan Iran.

Surat kabar Cina "South China" ada hari Senin, 17 Juni juga menulis, "Kecuali beberapa negara yang selalu mengikuti kebijakan Amerika, negara-negara lain dalam komunitas internasional, termasuk negara-negara besar, menentang pernyataan dan tuduhan yang dibuat oleh pejabat Amerika kepada Iran mengenai masalah kapal-kapal tanker."

Pertanyaan tentang tuduhan Amerika terhadap Iran setelah peristiwa baru-baru ini di Laut Oman adalah apa tujuan utama Amerika Serikat? Pejabat pemerintah berulangkali mengklaim bahwa AS tidak berniat terlibat dalam konflik militer dengan Iran.

Brian Hook, Wakil Khusus AS Urusan Iran hari Rabu, 19 Juni pada sidang dengar pendapat Kongres AS mengatakan, "Kami tidak mencari aksi militer terhadap Iran, tetapi kami membela kepentingan kami. Dasar kebijakan kami terhadap Iran adalah diplomatik dan ekonomi."

Brian Hook, Wakil Khusus AS urusan Iran

Sebelum itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pumpeo, pada hari Minggu, 16 Juni, dalam sebuah wawancara dengan jaringan American Fox News, kembali menuduh Iran terlibat dalam serangan terhadap kapal tanker minyak dan menekankan untuk menerapkan tekanan ekonomi terhadap Tehran.

Pompeo mengklaim, "Washington tidak ingin perang dengan Iran, tetapi akan terus memberikan tekanan diplomatik dan ekonomi pada negara itu."

Klaim Pompeo untuk menghindari perang dengan Iran dilakukan pada saat Washington mengerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan sejumlah pembom B-52 strategis ke wilayah tersebut. Sementara itu, pemerintah AS menargetkan perang ekonomi terhadap rakyat Iran dan terus menekankan kelanjutan dari kebijakan yang bermusuhan ini.

Penekanan Pompeo pada keengganan Amerika untuk terlibat dalam perang dengan Iran sebenarnya didasarkan pada perkiraan para ahli strategi Amerika tentang konsekuensi besar dari perang semacam itu bagi pasukan AS dan sekutu Washington di wilayah tersebut dan implikasinya bagi ekonomi global, terutama untuk pasar minyak.

Salah satu kendala yang dihadapi Amerika Serikat dalam petualangan militer melawan Iran adalah, pertama-tama, tekad Republik Islam untuk secara tegas menjawab setiap ancaman yang mungkin, penolakan yang terus meningkat dari komunitas internasional, terutama kekuatan saingan seperti Rusia dan Cina dengan aksi provokatif Washington, sikap mitra AS di Eropa yang akan menjauh darinya dengan adanya pelbagai tuduhan pemerintah Trump terhadap Iran dan akhirnya implikasi berbahaya dari dapat diterimanya segala bentuk tindakan AS yang mungkin dilakukan di kawasan tersebut.

Mengacu pada perkembangan baru-baru ini di wilayah Asia Barat, Federica Mogherini mengatakan, "Seperti yang telah kami katakan, kami menyerukan semua pihak di kawasan untuk menahan diri." Sebagaimana Sekjen PBB Antonio Guterres juga menyatakan bahwa kawasan tidak punya kemampuan untuk menanggung satu krisis lagi.

Iran telah berulang kali mendesak perlunya menciptakan stabilitas dan keamanan di kawasan Teluk Persia dan menolak langkah-langkah menciptakan ketegangan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khusus Amerika Serikat di kawasan ini. Dengan mengadopsi sikap yang bertanggung jawab, Iran berusaha menstabilkan dan menenangkan kawasan dengan sekuat tenaga

Dalam hal ini, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, baru-baru ini mengumumkan kesiapan Tehran untuk menandatangani perjanjian non-agresi regional. Namun, Washington bertujuan untuk meningkatkan ketegangan yang disengaja di kawasan itu dengan menargetkan sasarannya, termasuk memacu Iranphobia dan meningkatkan penjualan senjata kepada mitra regionalnya.

Donald Trump, Presiden AS

Para pejabat senior AS, termasuk Trump, mengatakan bahwa meskipun ada klaim kesediaan untuk bernegosiasi dengan Iran, esensi kebijakannya terhadap Iran hanya didasarkan pada ancaman, kekuatan dan sanksi ekonomi. Namun, Iran secara konsisten menentang kebijakan dan tindakan AS selama empat puluh tahun terakhir dan hampir menetralisir plot Washington.