Embargo Senjata Iran di DK PBB dan Pengaruh AS yang Melemah
https://parstoday.ir/id/radio/world-i84423-embargo_senjata_iran_di_dk_pbb_dan_pengaruh_as_yang_melemah
Pemerintahan Trump menyampaikan rancangan resolusi embargo senjata terhadap Iran di Dewan Keamanan PBB pada Mei 2020, tapi malah memicu reaksi negatif, terutama dari Rusia dan Cina.
(last modified 2025-11-30T07:49:40+00:00 )
Aug 19, 2020 11:50 Asia/Jakarta
  • Menlu AS, Mike Pompeo
    Menlu AS, Mike Pompeo

Pemerintahan Trump menyampaikan rancangan resolusi embargo senjata terhadap Iran di Dewan Keamanan PBB pada Mei 2020, tapi malah memicu reaksi negatif, terutama dari Rusia dan Cina.

Kemudian, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada 5 Agustus 2020 menekankan bahwa Washington tidak akan pernah mengizinkan diakhirinya embargo senjata terhadap Iran, dan akan menyerahkan rancangan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB pada pertengahan Agustus untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran. 

Rancangan resolusi tersebut meminta anggota PBB untuk berhenti menjual semua senjata ke Iran maupun membelinya dari Iran, dan menghindari memberikan pelatihan teknis, sumber daya atau layanan keuangan, konsultasi dan bantuan lain yang terkait dengan pasokan, penjualan, transportasi, produksi, penyimpanan maupun penggunaan senjata ke Iran.

Permintaan ilegal Amerika Serikat ini memicu penolakan keras dari para anggota kelompok 4 + 1. terutama, Rusia dan Cina. Bahkan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menegaskan kembali penolakannya terhadap permintaan Washington dan kebutuhan untuk mencabut embargo senjata Iran berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231.

 

Sekjen PBB, Antonio Guterres

 

Rusia percaya bahwa tindakan Amerika Serikat ini hanya didasarkan pada tujuan dan tuntutan ilegal dalam kerangka kampanye tekanan maksimum terhadap Iran yang bertentangan dengan kesepakatan nuklir JCPOA. Cina juga berulangkali menyatakan penentangan besar terhadap tuntutan ilegal AS tersebut.

Pemerintahan Trump berharap mendapatkan dukungan dari Prancis, Inggris, dan Jerman sebagai tiga anggota Dewan Keamanan Eropa. Selain itu, Amerika Serikat berupaya membujuk dan menyatukan sembilan anggota Dewan Keamanan dari 15 anggota tetap dan tidak tetapnya untuk meloloskan resolusi yang diusulkan. Tapi sebagian besar dari mereka tidak memberikan persetujuan, dan hanya bersikap abstain dalam sidang Dewan Keamanan PBB.

Menurut jurnalis politik Inggris Catherine Manson mengatakan, "Pendekatan awal pemerintahan Trump untuk menyusun resolusi memperpanjang embargo senjata Iran, bertindak dengan cara yang tidak biasa dan non-diplomatik sehingga tidak dapat didukung oleh sekutu AS sendiri,".

Meskipun gencar melancarkan perang politik dan psikologis terhadap Iran demi meloloskan rancangan resolusi perpanjangan embargo senjata Iran, tapi upaya ini akhirnya gagal secara memalukan.

Sidang Dewan Keamanan PBB yang membahas rancangan resolusi perpanjangan sanksi terhadap Iran hanya didukung dua negara, termasuk AS, ditentang 2 dan 11 abstain. Amerika Serikat dan Republik Dominika memberikan suara mendukung resolusi tersebut, sementara Cina dan Rusia menentangnya dan anggota lainnya abstain. Keputusan ini memicu reaksi berang dari Menteri Luar Negeri Mike Pompeo.

"Dewan Keamanan PBB memiliki tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, tapi hari ini gagal menjalankan tanggung jawab fundamentalnya. Dewan Keamanan menolak resolusi logis perpanjangan embargo senjata Iran selama 13 tahun. Kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan keputusan tegas demi menjaga keamanan dan perdamaian internasional tidak bisa dibenarkan,"

 

Presiden AS, Donald Trump

 

Menteri Luar Negeri AS marah dengan tanggapan negatif Dewan Keamanan terhadap permintaan ilegal Washington, yang sekali lagi menunjukkan semakin terkucilnya AS di arena internasional, bahkan di kalangan mitranya di Eropa sendiri. Selain itu, kegagalan ini memperlihatkan kepada publik dunia bahwa langkah yang diambil Gedung Putih bertentangan dengan pandangan mayoritas masyarakat dunia yang menentang unilateralisme.

Peneliti hubungan internasional Italia, Natalie Tocci menilai hasil pemungutan suara Dewan Keamanan PBB baru-baru ini terhadap proposal AS untuk memperpanjang embargo senjata di Iran merupakan kegagalan yang menghancurkan bagi diplomasi pemerintahan Trump.

Dari sudut pandang Washington, setiap kali lembaga-lembaga internasional semacam Dewan Keamanan PBB bertindak sesuai dengan keinginan dan tujuan Amerika Serikat, maka mereka telah menunjukkan fungsi yang sebenarnya. Tetapi jika mereka bertindak sebaliknya, maka dianggap oleh para pejabat Amerika tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai organisasi internasional. Masalah ini tampak jelas dalam statemen pejabat tinggi AS semacam Pompeo yang merasa tidak terakomodasi kepentingan negaranya di PBB. 

Masalah lain yang ditunjukkan oleh hasil pemungutan suara dalam sidang Dewan Keamanan PBB mengenai rancangan resolusi AS terhadap Iran tersebut mengenai ketidakpatuhan sekutu dan mitra Washington terhadap titah dikte AS dengan tidak menerima klaim pemerintahan Trump tentang perlunya memperpanjang embargo senjata Iran. 

Jerman, Prancis dan Inggris merupakan tiga anggota Eropa dari kelompok 4 + 1, dan dua di antaranya adalah Inggris dan Prancis adalah anggota tetap Dewan Keamanan. Mereka menekankan kepatuhan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB dan ketentuannya, termasuk pencabutan embargo senjata terhadap Iran.

 

 

Pada saat yang sama, ketiga negara tersebut mengakui dalam pernyataannya bahwa resolusi AS yang diusulkan telah gagal mendapatkan dukungan dari anggota Dewan Keamanan PBB. Di sisi lain, seperti yang diperkirakan sebelumnya, Rusia dan China, dua kekuatan internasional yang menentang hegemoni dan unilateralisme AS, memilih menentang dan memveto resolusi yang diusulkan oleh Washington. Hal ini menunjukkan bahwa arus yang kuat telah terbentuk dalam sistem internasional yang sangat menentang perilaku irasional dan ilegal Amerika Serikat.

Amerika Serikat, yang sekarang frustrasi dengan tanggapan Dewan Keamanan PBB terhadap resolusi yang diusulkan, sedang melihat skenario lain untuk mewujudkan tuntutannya. Setelah kegagalan Washington di Dewan Keamanan PBB tersebut, Presiden Donald Trump berjanji untuk menerapkan skenario lain pekan ini.

Skenario ini merupakan upaya untuk mewujudkan ancaman Washington dengan menerapkan mekanisme pemicunya, yaitu pengembalian otomatis sanksi PBB terhadap Iran. Namun, tidak ada negara selain Amerika Serikat, termasuk mitra maupun rival AS di Dewan Keamanan PBB, yang menerima argumen Washington tentang hak Amerika Serikat untuk menggunakan mekanisme pemicu setelah AS keluar dari JCPOA pada 8 Mei 2018.

Pada 16 Agutus 2020, Uni Eropa mengumumkan bahwa Amerika Serikat tidak dapat menjatuhkan sanksi internasional baru terhadap Iran melalui mekanisme pemicu yang digambarkan dalam kesepakatan nuklir JCPOA 2015.

Sikap Eropa yang jelas dapat dilihat sebagai tahap baru dalam kegagalan Washington. Masalah ini membuat pemerintahan Trump semakin terkucil saat ini, karena mitra Eropanya sendiri  tidak menerima klaimnya untuk menggunakan mekanisme pemicum bahkan secara eksplisit menentangnya.

 

Joseph Borrell

 

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Joseph Borrell mengatakan Amerika Serikat telah menarik diri dari JCPOA dan tidak dapat lagi mengklaim sebagai bagian dari perjanjian untuk menggunakannya dengan memberlakukan embargo senjata terhadap Iran.

Masalah ini mengindikasikan berkurangnya pengaruh Amerika yang otoritatif di dunia, bahkan di kalangan sekutunya sendiri di Eropa, serta keterkucilannya di arena global. Rusia dan Cina telah menyatakan penentangan keras terhadap langkah destruktif Amerika Serikat yang menjatuhkan sanksi secara sepihak terhadap negara lain di dunia.

Pada saat yang sama, di AS sendiri terjadi gelombang kritik luas terhadap pendekatan pemerintahan Trump yang terus memberlakukan embargo senjata kepada Iran. Mantan pejabat pemerintahan Trump membeberkan efek negatif dari berlanjutnya pendekatan gagal Trump.

Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton dalam cuitan di Twitternya menulis, "Ancaman Trump untuk menjalankan klausul tentang pengembalian segera sanksi dalam kesepakatan nuklir Obama 2015, padahal AS sudah keluar, menunjukkan kerusakan jangka panjang dan permanen terhadap veto AS di Keamanan PBB,".

 

John Bolton

 

Tehran juga telah memperingatkan tindakan AS menggunakan mekanisme pemicu untuk menghidupkan kembali sanksi internasional terhadap Iran.  Majid Takht-e Ravanchi, Wakil Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sebuah pernyataan mengingatkan bahwa sanksi atau pembatasan apa pun oleh Dewan Keamanan terhadap Iran akan menghadapi tanggapan keras dari Tehran.

Secara keseluruhan, tinjauan atas kampanye Washington untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran selama setahun terakhir telah menunjukkan penurunan tajam kredibilitas dan pengaruh internasional AS, sekaligus memperlihatkan ketidakmampuannya untuk membujuk negara lain, bahkan sekutunya sendiri untuk menerima tuntutan ilegal Gedung Putih. Fakta di lapangan menunjukkan dalam pemungutan suara Dewan Keamanan PBB baru-baru ini, hanya satu negara kecil, Republik Dominika di Karibia yang mendukung Amerika Serikat.

Realitas ini menunjukkan meningkatnya isolasi Amerika Serikat di seluruh dunia. Analis politik, Margaret McMillan menulis, “Bagaimana sejarawan menilai tindakan Trump di bidang kebijakan luar negeri Amerika ? Setelah berlalu hampir empat tahun kekacauan, musuh negara semakin kuat, tapi sekutunya semakin lemah. Amerika Serikat sendiri menjadi semakin terisolasi dan tidak berdaya,".(PH)