Mencermati Kemungkinan Terjadi Perang antara Hizbullah Lebanon dan Rezim Zionis
Sekalipun rezim Zionis tidak mencapai tujuan militer yang dinyatakan dalam perang terhadap Gaza, sumber-sumber berita Zionis telah memperingatkan tentang pergerakan kabinet rezim ini untuk melakukan perang dengan Hizbullah Lebanon.
Bulan kesembilan perang di Gaza telah berlalu. Pembebasan tawanan Zionis dan penghancuran Hamas adalah dua tujuan utama rezim Zionis dari perang ini, namun hingga saat ini belum ada satupun yang tercapai. Namun, pertanyaannya adalah mengapa rezim ingin Zionis berperang dengan Hizbullah Lebanon?
Alasan pertama adalah rezim Zionis yang telah gagal dalam perang Gaza, mencoba untuk membuka perang baru dengan aktor yang lebih besar dari Hamas demi memberikan kesan bahwa mereka masih memiliki kekuatan militer yang tinggi dan tentara rezim Israel belum mengalami kelelahan.
Alasan kedua dalam hal ini adalah pendapat Zionis bahwa dengan menyerang Hizbullah Lebanon, Amerika akan terlibat perang baru dan dalam kondisi yang seperti ini ada kemungkinan memenangkan perang tersebut.
Namun, sumber-sumber berita mengumumkan bahwa Presiden AS Joe Biden mengatakan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa AS tidak akan ikut campur jika membuka medan perang baru.
Alasan ketiga terkait dengan peran Hizbullah Lebanon dalam perang di Gaza saat ini.
Meskipun negara-negara Arab belum mengambil tindakan untuk menghentikan genosida rezim Zionis di Gaza, Hizbullah Lebanon dan Yaman adalah dua aktor Arab yang terlibat langsung dalam perang untuk mendukung Gaza.
Operasi Badai Al-Aqsa terjadi pada tanggal 7 Oktober, yang merupakan kekalahan yang tidak dapat diperbaiki bagi rezim Zionis. Sejak hari itu, rezim Zionis memulai perang besar-besaran terhadap Gaza.
Sementara hanya satu hari setelah dimulainya perang Gaza, Hizbullah Lebanon juga memasuki perang melawan rezim Zionis di front utara.
Sayid Hassan Nasrallah, Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon mengumumkan bahwa Hizbullah memasuki perang Gaza pada 8 Oktober. Hizbullah bertindak secara terkendali dan bertahap dalam perang ini.
Dengan kata lain, Hizbullah menahan diri dari perang habis-habisan dengan rezim Zionis. Karena, di satu sisi, Hizbullah tidak sepenuhnya menunjukkan semua kekuatannya kepada rezim Zionis, dan di sisi lain, mereka memaksa Tel Aviv untuk memusatkan sebagian fokus di front utara.
Menurut Sayid Hassan Nasrallah, 30% pasukan militer Zionis dikerahkan di front utara.
Dalam perang ini, meski menimbulkan banyak korban jiwa di pihak Zionis, Hizbullah menunjukkan kemampuan militernya dan menantang kekuatan militer Zionis.
Dalam hal ini, Hizbullah Lebanon mampu menembak jatuh drone modern dan canggih milik rezim pendudukan Quds yang dikenal sebagai Hermes 900.
Dengan menembak jatuh drone Hermes 900 milik rezim Zionis, Hizbullah menunjukkan bahwa mereka memiliki akses terhadap teknologi senjata modern.
Drone Hermes 900, yang sebenarnya merupakan versi yang ditingkatkan dan lebih modern dari drone Hermes 450, adalah salah satu peralatan militer yang dianggap sebagai kebanggaan industri militer rezim pendudukan Quds.
Sebelum Hizbullah Lebanon menargetkan drone Hermes 900, sejumlah negara telah mengajukan permintaan pembelian drone tersebut kepada rezim Zionis.(sl)