Jul 01, 2024 11:22 Asia/Jakarta
  • Perdana Menteri Rezim Zionis Benjamin Netanyahu
    Perdana Menteri Rezim Zionis Benjamin Netanyahu

Berlanjutnya perang terhadap Jalur Gaza dan kegagalan pemerintah Netanyahu mencapai prestasi militer apa pun, serta petualangan militernya di Lebanon, telah meningkatkan dan memperluas perpecahan front internal di Wilayah Pendudukan Palestina.​​​​​​

Pada hari Sabtu (29/6), warga Wilayah Pendudukan di 80 kota dan wilayah berbeda menyerukan pembubaran kabinet Benjamin Netanyahu dan diadakannya pemilihan umum dini.

Yair Lapid, pemimpin oposisi, dan Benny Gantz, anggota Dewan Perang yang mengundurkan diri, juga menghadiri demonstrasi tersebut.

Yair Lapid menyatakan, Negosiasi sedang dilakukan dengan berbagai pihak, termasuk anggota partai Likud, untuk menggulingkan kabinet Netanyahu.

Demonstrasi itu digelar setelah keluarga para sandera Zionis di Jalur Gaza, yang sangat marah atas ketidakpedulian kabinet rezim pendudukan terhadap nasib anak-anak mereka, mengeluarkan seruan untuk melakukan demonstrasi menentang kabinet tersebut.

Keluarga sandera Zionis lakukan demonstrasi

Keluarga para sandera Zionis menyalahkan pemerintah Zionis dan Netanyahu sebagai pemimpinnya atas alasan anak-anak mereka tetap disandera, dan karena alasan ini, mereka mengadakan demonstrasi setiap hari menentangnya di berbagai daerah Wilayah Pendudukan dan menuntut pencopotannya dari pimpinan kabinet.

Keluarga-keluarga ini mengumumkan dalam sebuah pernyataan, Kami meminta semua warga Israel turun ke jalan untuk menekan Netanyahu agar membuat perjanjian pertukaran tahanan.

Selain itu, para pengunjuk rasa Zionis meminta para komandan tentara Israel untuk mencegah Netanyahu menggagalkan upaya penandatanganan perjanjian pertukaran tahanan antara rezim Zionis dan perlawanan Palestina di Jalur Gaza.

Keluarga para tahanan Zionis menginginkan rezim Zionis melepaskan para sandera Zionis yang ditahan oleh perlawanan tanpa membuang waktu dan biaya apapun selama perjanjian dengan perlawanan Palestina dan menghentikan serangan tidak berguna di Jalur Gaza, yang selain pembunuhan orang-orang Palestina, juga bertujuan untuk membunuh para sandera ini

Keluarga para sandera Zionis mengumumkan bahwa Benjamin Netanyahu telah berulang kali mencegah kesepakatan pertukaran tahanan antara rezim ini dan perlawanan Palestina di Jalur Gaza yang diduduki.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Channel 12 Israel menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga warga Israel percaya bahwa Benjamin Netanyahu harus meninggalkan panggung politik.

Sekitar 85 persen responden juga menginginkan pembentukan komisi penyelidikan untuk menyelidiki kegagalan rezim Zionis mencegah serangan Hamas ke Wilayah Pendudukan pada 7 Oktober.

Setelah kurang lebih 9 bulan berlalu sejak operasi Badai Al-Aqsa dan penawanan sejumlah Zionis oleh perlawanan Palestina di Gaza, rezim ini bukan saja tak mampu melepaskan sisa tawanannya, tapi sejumlah besar dari mereka juga tidak bisa ditolong dari serangan udara dan artileri rezim sehingga menewaskan banyak dari mereka di berbagai wilayah Gaza.

Tentu saja, beberapa dari sandera ini dibebaskan karena alasan kemanusiaan. Sejumlah lainnya dibebaskan selama operasi pertukaran tahanan antara rezim Zionis dan Hamas.

Namun, sebagian dari mereka tewas karena kelalaian kabinet ekstremis rezim Zionis dan berlanjutnya serangan brutal di Jalur Gaza.

Sebelumnya, keluarga para sandera Zionis mengumumkan bahwa serangan tentara Israel di kota Rafah di selatan Jalur Gaza berarti eksekusi terhadap anak-anak mereka.

Penentang Netanyahu menuduhnya mengulur waktu untuk tetap berkuasa demi menghindari persidangan kasus hukum yang menjeratnya.

Tim pengacara Benjamin Netanyahu meminta pengadilan untuk menunda proses kasus hukumnya selama sembilan bulan dengan dalih bahwa Perdana Menteri Israel saat ini terlibat dalam urusan perang di Gaza.

Setelah sekitar 9 bulan berlalu sejak rezim Zionis menginvasi Jalur Gaza tanpa hasil dan prestasi apa pun, rezim ini semakin tenggelam dalam krisis internal dan eksternalnya dari hari ke hari.

Setelah 267 hari berlalu sejak dimulainya operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober tahun lalu, operasi pejuang perlawanan Palestina melawan tentara agresor rezim Zionis di Jalur Gaza masih terus berlanjut.

Selama periode ini, rezim Zionis tidak mencapai apa pun selain kejahatan, pembantaian, perusakan, kejahatan perang, pelanggaran hukum internasional, pemboman organisasi bantuan dan menciptakan kelaparan di wilayah ini.

Rezim Israel telah kalah dalam perang ini, terlepas dari keuntungan apa pun di masa depan, dan bahkan setelah sekitar 9 bulan, rezim Israel belum mampu memaksa kelompok perlawanan untuk menyerah di wilayah kecil yang telah dikepung selama bertahun-tahun, apalagi Palestina mendapat dukungan dari opini publik dunia karena rezim Zionis melakukan kejahatan terbuka di Gaza.

Operasi Badai Al-Aqsa

Komandan Divisi 12 Tentara Zionis mengakui pada hari Sabtu (29/6) bahwa dibutuhkan setidaknya dua tahun lagi untuk menghancurkan pasukan Hamas di Rafah saja.

Sementara itu, langkah Netanyahu untuk membuka front baru di Lebanon sebelum berakhirnya perang Gaza, meskipun dia mungkin dapat mengesampingkan kasus hukumnya untuk jangka waktu singkat, atau membuka kasus baru terkait kegagalan mencegah operasi Badai Al-Aqsa dan tidak mencapai tujuan yang dinyatakan dalam perang Gaza, tapi hal ini dapat membawa bahaya eksistensi bagi Israel.

Oleh karena itu, kesenjangan kepentingan telah tercipta antara pribadi Netanyahu dan pemerintah Israel, dan di dalam Israel sendiri, gagasan yang terbentuk bahwa Netanyahu akan menghancurkan Israel demi menyelamatkan dirinya sendiri.(sl)

Tags