Mengapa Netanyahu Berulang Kali Menghalangi Perundingan Gencatan Senjata di Gaza?
Meskipun terdapat peningkatan pergerakan dan panjajakan dari pemerintahan Biden serta upaya mediasi dari pemerintah Mesir dan Qatar, pemerintahan Netanyahu terus melontarkan kritikan terhadap negosiasi gencatan senjata di Gaza.
Mengutip sumber-sumber terkemuka di pemerintahan AS, CNN melaporkan bahwa kerangka kerja telah ditetapkan mengenai kesepakatan antara Tel Aviv dan gerakan Hamas untuk pembebasan tahanan dan pembentukan gencatan senjata di Gaza.
Namun surat kabar Zionis Haaretz mengungkapkan bahwa Israel telah mengajukan tuntutan baru yang akan menghadapi hambatan jangka panjang dalam proses negosiasi mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza dan pertukaran tahanan dengan Hamas.
Pertemuan intensif Mesir dengan semua pihak digelar pekan ini untuk mematangkan upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Mesir akan menjadi tuan rumah bagi delegasi Israel dan Amerika untuk membahas poin-poin penting dari perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza.
Delegasi perundingan rezim Israel akan berangkat ke Doha hari Senin (8/7) untuk melanjutkan perundingan perjanjian tersebut, dan delegasi Israel lainnya akan berangkat ke Kairo, ibu kota Mesir, pada hari Senin (8/7) untuk berpartisipasi dalam perundingan.
Direktur CIA William Burns, Direktur Mossad David Barnea, Perdana Menteri Qatar Mohammed Bin Abdulrahman Al Thani dan Direktur Intelijen Mesir Abbas Kamel akan berpartisipasi dalam pembicaraan tersebut.
Ada kemungkinan juga bahwa Direktur CIA akan melakukan perjalanan ke Israel minggu ini untuk mendapatkan persetujuan Tel Aviv atas kesepakatan tersebut, menurut sumber yang mengetahui masalah ini.
Dikatakan bahwa Hamas telah menerima tawaran Amerika untuk memulai pembicaraan mengenai pembebasan tahanan Zionis, termasuk pria militer dan sipil, dalam waktu 16 hari setelah tahap pertama perjanjian tersebut.
Selama berbulan-bulan, mediator yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Qatar dan Mesir telah berusaha mencapai kesepakatan antara rezim Israel dan gerakan Hamas yang akan menjamin pertukaran tahanan dan gencatan senjata, yang mengarah pada jaminan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Namun, upaya para mediator terhambat oleh penolakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menanggapi permintaan Hamas demi menghentikan perang.
Sebelumnya, pada tanggal 6 Mei, kelompok perlawanan Palestina telah menyetujui usulan Mesir dan Qatar untuk menghentikan perang dan pertukaran tawanan, tapi rezim Israel menolaknya dan mengklaim bahwa usulan tersebut tidak memenuhi harapan Tel Aviv. dan mulai menyerang kota Rafah di selatan Jalur Gaza, yang ditentang oleh komunitas internasional.
Menurut jajak pendapat Channel 12 televisi rezim Zionis, yang diterbitkan pada hari Jumat, 54 persen Zionis percaya bahwa alasan perang tidak berakhir adalah tujuan politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Netanyahu menghadapi tuduhan memperpanjang perang Gaza untuk menyelamatkan masa depan politiknya dan tekanan dari menteri kabinet garis keras untuk mundur jika perang berakhir.
Setelah sembilan bulan berlalu sejak rezim Zionis menginvasi Jalur Gaza tanpa hasil dan prestasi apa pun, rezim ini semakin tenggelam dalam krisis internal dan eksternal.
Setelah 9 bulan, rezim Zionis belum mencapai tujuan yang ditetapkan untuk menghancurkan Hamas dan mengembalikan tahanan Zionis dari Jalur Gaza.
Selama periode ini, rezim Zionis tidak mencapai apa pun selain kejahatan, pembantaian, perusakan, kejahatan perang, pelanggaran hukum internasional, pemboman organisasi bantuan dan kelaparan di wilayah ini.
Pengawas Hak Asasi Manusia Eropa-Mediterania mengumumkan dalam sebuah laporan, Perkiraan menunjukkan bahwa lebih dari 10.000 warga Palestina hilang di bawah reruntuhan di Jalur Gaza dan tidak ada cara untuk menjangkau mereka karena kurangnya fasilitas.
Keluarga para korban yang hilang di bawah reruntuhan Gaza menghadapi tantangan besar dalam menemukan jenazah, dan tim pertahanan sipil tidak memiliki peralatan dan mesin berat untuk menemukan orang hilang di bawah reruntuhan, di saat yang sama, Israel tidak mengizinkan peralatan dan bahan bakar apa pun untuk dibawa memasuki Jalur Gaza.
Selain itu, jumlah martir perang melawan Gaza telah mencapai 38.098 orang dan jumlah korban luka mencapai 87.705 orang sejak 7 Oktober, dan tren ini terus berlanjut.
Jaksa Pengadilan Kejahatan Internasional di Den Haag mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri dan Menteri Perang Rezim Zionis sekitar dua bulan lalu karena kejahatan di Gaza.
Dalam putusannya, jaksa Pengadilan Kejahatan Internasional menyebut Benjamin Netanyahu dan Yoav Galant bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Atas dasar ini, Netanyahu dan Galant khawatir bahwa dengan menghentikan perang di Gaza, maka akan diberikan alasan untuk menuntut mereka di kancah internasional, sementara di dalam rezim ini, banyak pihak yang menuntut pertanggungan jawab atas kegagalan pemerintahan Netanyahu dalam meramalkan operasi Badai Al-Aqsa dan berkepanjangannya perang.(sl)