Rencana AS Mengelola Gaza Demi Membatasi Kedaulatan Palestina
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i180710-rencana_as_mengelola_gaza_demi_membatasi_kedaulatan_palestina
Pars Today - Rencana Amerika Serikat untuk mengelola fase pascaperang di Gaza, yang diperkenalkan melalui Resolusi 2803 Dewan Keamanan, menciptakan tahap baru dari intervensi internasional yang terstruktur di wilayah ini.
(last modified 2025-11-20T05:54:53+00:00 )
Nov 20, 2025 12:51 Asia/Jakarta
  • Gaza
    Gaza

Pars Today - Rencana Amerika Serikat untuk mengelola fase pascaperang di Gaza, yang diperkenalkan melalui Resolusi 2803 Dewan Keamanan, menciptakan tahap baru dari intervensi internasional yang terstruktur di wilayah ini.

Rencana ini, yang secara lahiriah dikemas sebagai upaya rekonstruksi dan stabilisasi, menunjukkan melalui kajian lebih mendalam atas dokumen serta pernyataan pejabat AS dan Israel bahwa tujuan sebenarnya adalah mengendalikan aspek politik, keamanan, dan ekonomi Gaza.

Sebagian besar konsekuensi dari rancangan ini secara langsung berkaitan dengan kepentingan geopolitik Amerika Serikat dan Israel serta menimbulkan ancaman nyata terhadap kedaulatan, struktur demografis, dan ekonomi Palestina.

Struktur Umum Rancangan dan Konsep “Pembangunan Kembali” Gaza

Resolusi 2803 menetapkan kerangka pembentukan sebuah lembaga bernama Dewan Perdamaian serta penempatan Pasukan Internasional Penstabil. Dewan ini memiliki kewenangan untuk mengawasi rekonstruksi, menetapkan syarat bantuan kemanusiaan, dan mengelola koordinasi administratif Gaza. Kepemimpinan lembaga ini sampai akhir 2027 berada di tangan Presiden Amerika Serikat.

Salah satu poin paling sensitif dalam teks resolusi adalah penggunaan istilah “pembangunan kembali (redevelopment)”, yang bermakna perombakan total kawasan perkotaan, bukan sekadar rekonstruksi pascaperang.

Hal ini menunjukkan bahwa para perancang tidak hanya menginginkan pemulihan Gaza, tetapi perubahan struktural, demografis, dan kepemilikan yang lebih luas. Para pejabat AS dan Israel juga menegaskan bahwa Gaza harus “dibangun kembali dengan cara berbeda”, sebuah pernyataan yang menjadi ancaman langsung bagi struktur sosial dan identitas demografis masyarakat Palestina.

Kelanjutan Penghancuran dan Pemindahan Penduduk

Di Jalur Gaza, bahkan setelah pengumuman gencatan senjata, penghancuran terencana terhadap kawasan permukiman tetap berlanjut, dan ribuan bangunan telah diratakan. Langkah-langkah ini membuka ruang untuk proyek-proyek baru serta menghilangkan pusat-pusat kepadatan penduduk Palestina. Pembatasan keras terhadap bantuan kemanusiaan serta larangan kembali ke rumah-rumah menjadikan proses ini sebagai sarana pemindahan penduduk secara sistematis.

Pembagian Gaza menjadi zona hijau, kuning, dan merah menciptakan kondisi di mana penduduk daerah yang hancur menghadapi tiga pilihan: bermigrasi, menetap di zona terbatas, atau menerima tatanan baru yang dikelola oleh pihak internasional.

Situasi ini mengancam secara langsung hak kembali, hak kepemilikan, serta kebebasan menentukan tempat tinggal dan menjadikan rekonstruksi sebagai alat rekayasa demografis terhadap rakyat Palestina.

Pasukan Internasional dan Struktur Keamanan yang Diusulkan

Menurut sejumlah laporan media, pasukan internasional penstabil akan terdiri dari pasukan Eropa dan Yordania dengan perkiraan jumlah sekitar 20.000 personel. Pasukan ini bertugas melakukan pelucutan senjata kelompok-kelompok Palestina, melindungi proyek pembangunan kembali, serta bekerja sama secara operasional dengan militer Israel.

Kehadiran jangka panjang pasukan asing, penerapan pola keamanan yang menyerupai wilayah-wilayah di bawah kontrol eksternal, serta fragmentasi wilayah Gaza menyebabkan melemahnya kemandirian keamanan Palestina. Struktur ini mengeluarkan Gaza dari kerangka pemerintahan internal dan menjadikannya sebagai unit yang berada di bawah pengawasan multinasional, suatu ancaman serius terhadap keamanan kolektif dan kemampuan perlawanan Palestina.

Keterkaitan Rancangan dengan Strategi Geopolitik AS dan Israel

Rancangan Amerika Serikat terkait Gaza berkaitan langsung dengan strategi besar negara ini dalam kompetisi dengan Tiongkok dan upaya memperkuat pengaruhnya di Asia Barat. Letak Gaza pada jalur Koridor India–Timur Tengah–Eropa menjadikannya titik strategis dalam arsitektur ekonomi yang diinginkan oleh Amerika Serikat.

Dari sudut pandang Washington dan Tel Aviv, posisi ini hanya akan menguntungkan apabila struktur politik Gaza berada di bawah kendali, perlawanan Palestina dilemahkan, dan komposisi demografis wilayah itu mengalami perubahan mendasar. Dengan demikian, ancaman yang muncul tidak hanya bersifat keamanan atau kemanusiaan, tetapi secara langsung menargetkan posisi geopolitik Gaza dan menjadikannya alat bagi kepentingan kekuatan eksternal.

Ancaman dan Konsekuensi Strategis Rancangan bagi Palestina dan Gaza

Ancaman yang ditimbulkan oleh rancangan ini luas dan berlapis. Kedaulatan serta kemauan politik rakyat Palestina sangat dibatasi, dan penyerahan pengelolaan Gaza kepada lembaga internasional menciptakan kondisi yang menyerupai sistem perwalian baru dengan masa yang tidak jelas.

Pembagian wilayah Gaza dan pembatasan rekonstruksi membuka peluang terjadinya pemindahan penduduk secara paksa serta mengganggu kesinambungan sosial dan demografis masyarakat Gaza. Pengendalian atas tanah dan aset berpindah ke lembaga luar, sementara sumber daya alam dan ekonomi Gaza berada di bawah pengaruh perusahaan asing.

Kehadiran pasukan asing dan pelucutan senjata tanpa mengakhiri pendudukan menciptakan kekosongan keamanan dan melemahkan kemampuan perlawanan rakyat Palestina. Rancangan ini juga tidak memberikan jaminan pembentukan sebuah negara Palestina dan melalui perubahan terminologi, sengaja mempertahankan ketidakjelasan masa depan politik Gaza. Proses rekonstruksi juga berubah menjadi alat tekanan politik, di mana kebutuhan nyata penduduk ditempatkan pada prioritas kedua.

Secara keseluruhan, ancaman ini menempatkan Gaza di bawah pengelolaan multilevel pihak eksternal, mengubah struktur demografis dan ekonominya, serta menempatkan posisi geopolitik wilayah ini dalam rangka melayani kepentingan Amerika Serikat dan Israel.

Kesimpulan

Rancangan Amerika Serikat untuk mengelola Gaza, yang dikemas sebagai upaya rekonstruksi dan stabilisasi, pada hakikatnya menggunakan instrumen keamanan, ekonomi, dan politik yang membatasi kedaulatan rakyat Palestina dan memindahkan kewenangan pengambilan keputusan kepada lembaga asing. Konsep pembangunan kembali Gaza bukan sekadar rekonstruksi wilayah yang hancur, tetapi mencakup perubahan struktur kota, rekayasa demografis, dan pembatasan penduduk pada zona tertentu yang mengancam identitas serta struktur sosial Gaza.

Pengendalian atas tanah, aset, dan sumber daya ekonomi oleh lembaga serta perusahaan asing mengurangi kemandirian ekonomi rakyat Palestina, sementara keberadaan pasukan internasional melemahkan kemampuan perlawanan kolektif. Rancangan ini juga menyebabkan pembagian Gaza menjadi zona terkendali, pembatasan rekonstruksi, serta tekanan migrasi atau penerimaan tatanan eksternal, sehingga mengganggu kesinambungan sosial dan historis kota-kota Gaza.

Tidak adanya jaminan pembentukan negara Palestina dan perubahan istilah hukum mempertahankan ketidakpastian politik. Pada tingkat geopolitik, rancangan ini memperkuat dominasi Amerika Serikat dan Israel di kawasan dan menjadikan Gaza instrumen bagi kepentingan kedua pihak.

Pada akhirnya, stabilitas dan rekonstruksi yang ditampilkan hanyalah alat untuk rekayasa demografis, ekonomi, dan politik, sementara rakyat Palestina tidak memiliki kendali atas nasib mereka sendiri.(sl)