Peran Barat dan Zionisme dalam Menciptakan Kelompok Teroris
Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon memperingatkan tentang bahaya kelompok teroris bagi kawasan dan menganggap badan intelijen Amerika Serikat dan Inggris bertanggung jawab atas pembentukan kelompok tersebut.
Sayid Hassan Nasrallah, Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, pada Kamis (11/7) malam, dalam sebuah acara, mengacu pada pergerakan kelompok teroris yang merugikan negara-negara di kawasan dalam dua dekade terakhir, mengatakan, Badan intelijen Amerika dan Inggris bertujuan untuk menghina nilai-nilai yang berkaitan dengan jihad, kesyahidan dan perlawanan, lalu mengidentifikasi dan memperlengkapi kelompok-kelompok ekstremis demi membangun jaringan teroris di kawasan.
Sekjen Hizbullah menegaskan bahwa sejak tahun 2000, banyak upaya budaya dan media yang dimulai di Barat untuk menyerang perlawanan di kawasan dan contoh nyatanya adalah penggunaan istilah Jihad Nikah dalam literatur.
Sayid Hassan Nasrallah menilai tujuan pembentukan kelompok teroris dari Barat di kawasan adalah untuk menjauhkan masyarakat dari perlawanan.
Menurut pandangan Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Negara-negara Barat dan rezim Zionis membentuk kelompok ekstremis dan teroris seperti Daesh (ISIS) dan Jabhat Al-Nusra untuk menyerang negara-negara Muslim di kawasan, terutama Poros Perlawanan, tapi dengan kewaspadaan masyarakat dan pejabat di kawasan, konspirasi ini gagal.
Pengungkapan Sekjen Hizbullah tentang peran kekuatan arogansi dan Zionisme dalam pembentukan kelompok teroris di kawasan, sementara pada saat yang sama, para tokoh dan pejabat Barat dan Zionis telah berkali-kali mengakui pentingnya hal ini.
Pada tahun 2019, Gadi Eizenkot, Kepala Staf Umum Militer Israel, mengakui bahwa Tel Aviv telah melengkapi teroris di Suriah dengan senjata mematikan "untuk membela diri".
Pernyataan Donald Trump pada kampanye pemilu 2016 tentang bantuan Amerika dalam pembentukan kelompok teroris ISIS dan pengungkapan bantuan langsung dan tidak langsung rezim Zionis dalam memperkuat kelompok ini dan kelompok serupa dapat dinilai dalam kerangka yang sama.
Faktanya, bukti menunjukkan bahwa Amerika Serikat memainkan peran kunci dalam pembentukan kelompok teroris Takfiri ISIS untuk menghadapi Poros Perlawanan dan terus melakukan upaya untuk memperluas aktivitas ISIS di Irak dan Suriah dan kemudian di Afghanistan.
Sebagai pemimpin negara Barat, bersama dengan mitra Barat dan Zionisnya, Amerika Serikat mendukung teroris Takfiri, termasuk Daesh (ISIS), dan memandang mereka sebagai alat untuk mencapai tujuannya.
Bukan rahasia lagi bahwa kelompok teroris seperti Al-Qaeda di masa lalu dan ISIS di masa kini tidak akan pernah mampu beroperasi sendiri dalam jangka panjang tanpa dukungan finansial, intelijen, dan logistik dari negara-negara dan rezim yang menentang kemajuan dan pengembangan kawasan.
Pelatihan militer terhadap unsur-unsur teroris, bantuan keuangan dan intelijen serta pengiriman senjata dan peralatan komunikasi kepada mereka hanyalah sebagian kecil dari peran musuh dalam membentuk dan mendukung kelompok teroris di kawasan Asia Barat.
Dalam situasi seperti ini, Republik Islam Iran, sebagai salah satu korban teror terbesar di dunia, telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan negara-negara di kawasan dan dunia untuk menghancurkan kelompok teroris.
Dalam upaya ini, selain menghabiskan biaya finansial yang besar, banyak kehilangan orang tercinta, termasuk Letnan Jenderal Qassem Soleimani, mantan Komandan Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam.
Kerja sama lembaga intelijen dan keamanan Iran sebagai salah satu pionir dalam pemberantasan kelompok teroris di kawasan dengan lembaga keamanan negara-negara kawasan termasuk Afghanistan, Suriah, Pakistan, Turki dan Irak serta diselenggarakannya berbagai pertemuan lembaga keamanan dalam beberapa tahun terakhir harus dinilai mengarah pada hal ini.(sl)