Mencermati Reaksi Zionis Ekstrem terhadap Gencatan Senjata di Gaza
(last modified Thu, 16 Jan 2025 04:25:24 GMT )
Jan 16, 2025 11:25 Asia/Jakarta
  • Gencatan Senjata di Gaza
    Gencatan Senjata di Gaza

Publikasi ketentuan gencatan senjata antara Hamas dan rezim Zionis mendapat reaksi dari kaum ekstrem Zionis di kabinet Perdana Menteri rezim Zionis, Benjamin Netanyahu.

Dengan dirilisnya teks perjanjian gencatan senjata antara rezim Zionis dan Hamas, kelompok ekstrem Zionis mengambil sikap menentang Netanyahu.

Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Dalam Negeri Rezim Zionis menanggapi perilisan teks perjanjian gencatan senjata, mengaku tidak memiliki kemampuan untuk mencegah perjanjian gencatan senjata di Gaza.

Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan Rezim Zionis adalah penentang serius perjanjian gencatan senjata apa pun.

Berdasarkan kemajuan perundingan gencatan senjata tidak langsung antara rezim ini dan Hamas, yang dilanjutkan dengan mediasi Mesir, Qatar dan Amerika Serikat, Menteri Keamanan Dalam Negeri Rezim Zionis menyatakan bahwa dirinya menentang perjanjian gencatan senjata dan penghentian perang di Gaza, dan perjanjian seperti ini berarti rezim Israel menyerah kepada Hamas.

Dengan mempublikasikan video di jejaring sosial, Itamar Ben-Gvir menginginkan Smotrich, Menkeu Zionis dan rekannya di koalisi kabinet rezim Zionis agar mendukungnya dalam sikapnya dan jika perjanjian gencatan senjata akhirnya terjadi, yang berarti menyerah kepada Hamas, mereka mundur dari kabinet.

Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan rezim Zionis, juga mengancam Netanyahu akan mengundurkan diri jika perang berhenti sepenuhnya.

Benjamin Netanyahu dan Itamar Ben-Gvir

Surat kabar Zionis Maariv menulis dalam laporannya bahwa Menteri Keuangan Rezim Zionis telah meminta jaminan dari Benjamin Netanyahu mengenai perang tidak akan berhenti di Gaza setelah penerapan perjanjian pertukaran tawanan.

Hasil jajak pendapat di Wilayah Pendudukan menunjukkan bahwa 57,5 persen mendukung perjanjian komprehensif untuk membebaskan semua tawanan dengan imbalan berakhirnya perang.

Jajak pendapat ini, yang disebut “Data Suara Israel”, dilakukan setiap bulan, yang berfokus pada survei opini publik di Wilayah Pendudukan.

Mundurnya pasukan pendudukan, pertukaran 1.300 tahanan Palestina dengan tawanan Zionis merupakan salah satu ketentuan penting dalam perjanjian antara kedua pihak.

Tentara Zionis telah menyiapkan rencana untuk segera mundur dari posisinya di Gaza, terutama dari selatan Gaza dan poros Philadelphia, yang terletak di sepanjang perbatasan Mesir-Gaza.

Delegasi Zionis juga tiba di Qatar lebih awal untuk merundingkan pembebasan para tawanan Zionis.

Perundingan tahap kedua dan gencatan senjata permanen akan dimulai sepanjang gencatan senjata tahap pertama. Pada tahap kedua, sisa tawanan Zionis serta warga Palestina yang berada di penjara rezim Zionis akan dibebaskan dalam jumlah besar.

Teks perjanjian gencatan senjata diterbitkan dalam situasi di mana rezim Zionis terus melakukan serangan tidak manusiawi di Gaza.

Dalam beberapa bulan terakhir, Zionis ekstrem di kabinet Netanyahu selalu menekankan eskalasi perang dan tidak menghentikannya.

Tujuan rezim Zionis untuk menghadapi Hamas, tidak membuahkan hasil meskipun mendapat dukungan komprehensif dari Amerika Serikat dan Barat, dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina, yang menyadari kondisi yang muncul setelah operasi Badai Al-Aqsa, masuk ke dalam perundingan gencatan senjata.

Hamas dan kelompok-kelompok pejuang Palestina menekankan pemenuhan syarat-syarat utama mereka, termasuk penarikan pasukan penjajah dari Gaza dan pemulangan pengungsi Palestina.

Dengan menerima gencatan senjata, kaum Zionis ekstrem akan meninggalkan kabinet Netanyahu, dan proses ini akan mempercepat keruntuhan politik di Tel Aviv.

Dengan runtuhnya kabinet Netanyahu, dan bahkan diadakannya pemilu baru, kondisi krisis di Wilayah Pendudukan tidak akan berubah.(sl)