Langkah Awal Mengakhiri Perang Ukraina dengan Prospek yang Tak Pasti
(last modified Thu, 13 Feb 2025 04:42:43 GMT )
Feb 13, 2025 11:42 Asia/Jakarta
  • Rusia Vs Ukraina
    Rusia Vs Ukraina

Pars Today - Setelah Moskow membebaskan seorang tahanan Amerika, yang digambarkan oleh presiden AS sebagai langkah untuk mengakhiri perang di Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan bahwa ia siap untuk bertukar tanah dengan Rusia.

Rusia membebaskan Marc Fogel, guru Amerika yang dipenjara pada hari Selasa (11/02) setelah kunjungan mendadak utusan khusus AS Steve Witkoff ke Moskow.

Setelah pembebasan Fogel, Donald Trump menyebut keputusan Rusia sejalan dengan keinginannya untuk mengakhiri perang di Ukraina dan mengatakan, Rusia telah memperlakukan kami dengan sangat baik. Sebenarnya, saya berharap ini adalah awal dari hubungan di mana kita bisa mengakhiri perang.

Terkait hal ini, Presiden Ukraina Zelensky, dalam kemunduran yang signifikan dari posisinya, mengindikasikan bahwa ia akan menukar satu kawasan dengan kawasan lain, dengan mengatakan, Negaranya tidak dapat menikmati jaminan keamanan hanya dengan mitra Eropa, dan jaminan keamanan tanpa Amerika bukanlah jaminan keamanan yang nyata.

Pernyataan Zelensky muncul setelah Presiden Ukraina sebelumnya berulang kali menekankan untuk tidak menyerahkan wilayah mana pun kepada Rusia.

Meskipun ada perkembangan terkini, masih belum ada prospek yang jelas mengenai berakhirnya perang di Ukraina.

Selama kampanye pemiliunya, Presiden AS Donald Trump berjanji untuk mengakhiri perang di Ukraina sesegera mungkin, tapi tampaknya pejabat Washington masih belum memiliki rencana yang tepat dan dapat dinegosiasikan tentang cara mengakhiri perang di Ukraina.

Sekaitan dengan hal ini, surat kabar Times baru-baru ini menulis, Prospek Ukraina dalam perang dengan Rusia tidak pernah sesuram sekarang. Ukraina belum runtuh, tapi sudah pasti telah bertekuk lutut sebagai negara yang berperang.

Di lapangan, Ukraina terus mengalami kemunduran dalam beberapa bulan terakhir.

Laporan menunjukkan bahwa pasukan militer Rusia mampu merebut wilayah Ukraina enam kali lebih banyak pada tahun 2024 daripada pada tahun 2023.

Menurut penilaian, Ukraina telah kehilangan lebih dari 20 persen wilayahnya.

Majalah The Economist menulis dalam laporannya mengenai topik ini, Pihak berwenang Ukraina baru mencapai dua pertiga dari target mobilisasi umum, dan dengan minimnya pendaftaran baru dan rendahnya "kualitas" pasukan relawan, situasinya akan menjadi lebih buruk. Karena banyak dari tentara ini ingin menyerahkan wilayah di bawah kendali Rusia sebagai imbalan dimulainya perundingan dan terwujudnya perdamaian. Dalam hal ini, salah seorang komandan lapangan tentara Ukraina mengatakan, 70 persen tentara siap menyerahkan wilayah yang hilang.

Di sisi lain, situasi di Eropa dan Ukraina menjadi lebih rumit sejak Trump menjabat.

Negara-negara Eropa kini tidak dapat mengirim bantuan keuangan dan senjata ke Ukraina seperti sebelumnya, dan di sisi lain, bantuan Washington ke Ukraina juga diselimuti ketidakpastian.

Mantan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, yang baru-baru ini menyerahkan tanggung jawabnya, mengatakan dalam hal ini, Kita membutuhkan perbatasan gencatan senjata, dan tentu saja, idealnya perbatasan ini harus mencakup semua wilayah yang saat ini dikuasai Rusia.

Situasi ini terjadi pada saat Presiden Rusia Vladimir Putin telah berulang kali mengajukan syarat-syarat untuk mengakhiri perang Ukraina dengan syarat Ukraina tidak bergabung dengan NATO, pencabutan semua sanksi Barat terhadap Rusia, dan penarikan penuh pasukan Ukraina dari wilayah Donbass dan Novorossiya.

Meskipun pengumuman Ukraina tentang kesiapan untuk bertukar tanah dengan Moskow sekarang dapat dilihat sebagai kesiapan negara itu untuk memulai perundingan perdamaian dan upaya untuk mengakhiri perang, ada banyak kerumitan di jalur ini, dengan masalah Ukraina yang tidak bergabung dengan NATO sebagai garis merah Moskow menjadi salah satu poros utama.(sl)