RUU Keamanan dan Ketahanan Siber
(last modified Fri, 23 Aug 2019 08:59:33 GMT )
Aug 23, 2019 15:59 Asia/Jakarta
  • Kepala BSSN Letnan Jenderal (Purn) Hinsa Siburian.
    Kepala BSSN Letnan Jenderal (Purn) Hinsa Siburian.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menilai Rancangan Undang-Undang (UU) Keamanan dan Ketahanan Siber sangat diperlukan. Negara perlu regulasi mengantisipasi kemungkinan serangan siber di masa mendatang.

"Karena memang UU ini kan yang membutuhkan rakyat. DPR melihat di lapangan, masalah siber ini telah berkembang sedemikian rupa, jadi DPR melihat kebutuhan yang sangat mendesak untuk rakyatnya," kata Kepala BSSN Hinsa Siburian di Kantor BSSN, Jalan Harsono RM 70, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (23/82019).

Hinsa menjelaskan ada kekosongan pihak yang bertanggung jawab dan mengatasi serangan siber. Dengan RUU tersebut, BSSN akan menjadi leading sector yang mengatasi berbagai serangan siber.

"Kita harus mengetahui bahwa sasaran dari serangan siber itu ada dua yang pokok, yang bersifat fisik dan non fisik yang kaitannya tadi terkait infrastruktur critical ya. Jadi melihat misalnya sistem transportasi kita atau di-hack misalnya sistem perbankan kita, atau diserang sistem energi," ujar Hinsa seperti dilansir situs medcom.id.

Hinsa mengatakan BSSN akan berperan penting untuk menghalau berbagai ancaman keamanan negara berbasis siber. BSSN akan fokus terhadap ancaman di segi infrastruktur yang rentan melumpuhkan negara.

Ia mencontohkan negara Estonia yang lumpuh perekonomiannya karena serangan hacker. Belajar dari situ, BSSN tak ingin peristiwa tersebut terjadi di Indonesia.

BSSN membantah akan bertindak seperti penegak hukum. BSSN hanya fokus koordinasi dengan lembaga lain bila mendeteksi adanya ancaman siber.

"Lebih kepada mengamankan infrastrukturnya. Diharapkan kita bisa mengamankan, kita wadah koordinasi, kemudian kalau memang bisa diatasi oleh lembaga itu sendiri itu sangat bagus. Tapi jika ada yang tidak terlindungi nah kolaborasi kita untuk kerja sama," ujar Hinsa.

Ilustrasi serangan siber.

DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan dan Ketahanan Siber sebagai RUU inisiatif DPR, Juli 2019. Ini diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-157 Masa Sidang V tahun 2018-2019. Namun pembahasan menunggu Surat Presiden (Surpres) untuk mengutus menteri atau pimpinan lembaga untuk membahas bersama DPR.

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Dinilai Batasi HAM 

Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar menilai, Rancangan Undang-Undang ( RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber membatasi hak asasi manusia (HAM).

Salah satu substansi dalam aturan itu menyebutkan bahwa RUU ini menjamin penghormatan HAM. Tetapi, secara keseluruhan, RUU ini justru membatasi HAM.

"Kalau kita lihat formulasinya, justru cenderung akan membatasi HAM itu sendiri," kata Wahyudi seperti dikutip dari situs Kompas.

Dalam Pasal 38 misalnya, diatur kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk melakukan penapisan konten dan aplikasi elektronik.

Padahal, aturan yang sama sebelumnya sudah dimuat dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber memberi kewenangan BSSN untuk melakukan penapisan konten dan aplikasi elektronik yang berbahaya, tetapi, kategori 'berbahaya' sendiri tidak dijabarkan. (RM)

Tags