Dualisme Gedung Putih; Kendala kembali ke JCPOA
(last modified Wed, 03 Nov 2021 11:40:22 GMT )
Nov 03, 2021 18:40 Asia/Jakarta
  • Trump Umumkan AS keluar dari JCPOA (dok)
    Trump Umumkan AS keluar dari JCPOA (dok)

Gedung Putih mengajukan permintaan perundingan kepada Republik Islam Iran, dan mengklaim siap kembali ke JCPOA, tapi di sisi lain menjatuhkan sankti baru terhadap individu dan perusahaan Iran.

Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian Selasa (2/11/2021) di Twitter seraya menjelaskan poin ini menambahkan, "Tehran dengan hati-hati mengukur perilaku pejabat Washington."

Amir-Abdollahian juga menulis, "Kelompok 4+1 harus siap berunding dengan menjaga kepentingan dan hak timbal balik."

Amerika pihak yang melanggar JCPOA. Setelah Trump, Joe Biden, presiden Amerika saat ini seraya mengakui kegagalan tekanan maksimum terhadap Iran mengatakan, Washington berencana kembali ke JCPOA, tapi Amerika sampai saat ini bukan saja tidak mengambil langkah untuk kembali ke kesepakatan nuklir, bahkan menambah sanksi baru terhadap Iran.

Statemen menlu Iran terkait JCPOA dan kebijakan Amerika serta Eropa mengisyaratkan sejumlah poin penting yang sangat signifikan dalam mencermati faktor-faktor yang mencegah kembali ke JCPOA.

Menlu Iran, Hossein Amir-Abdollahian

Amir-Abdollahian mengisyaratkan poin ini bahwa pada dasarnya Amerika tidak mengambil keputusan serius untuk kembali ke JCPOA, dan dengan perilaku irrasionalnya ingin mencitrakan Iran sebagai pihak yang bersalah dan tetap melanjutkan pendekatan sanksi serta represi politik dan mengancam Iran.

Sementara itu, sikap pasif Eropa dalam menjalankan komitmennya di JCPOA juga termasuk faktor lain yang mendorong Amerika melanjutkan pendekatan unilateralnya. Padahal solusi rasional untuk mengeluarkan JCPOA dari kebuntuan yang diciptakan Amerika adalah kembali tanpa syarat ke komitmen di kesepakatan nuklir. Implementasi komitmen di JCPOA dalam koridor Resolusi 2231 Dewan Keamanan pastinya solusi paling logis untuk mempertahankan kesepakatan nuklir, karena berlanjutnya kesalahan masa lalu hanya akan menghancurkan JCPOA dan merugikan seluruh pihak.

Ardeshir Sanaei, dosen dan pengamat isu internasional menilai Perubahan situasi dibandingkan dengan tahun JCPOA, upaya Biden untuk mencapai konsensus di dalam Amerika Serikat dan sabotase regional adalah salah satu alasan terpenting bagi Gedung Putih untuk kembali ke JCPOA, tapi ia mengingatkan bahwa pejabat Amerika di luarnya mengatakan, pendekatan represi maksimum pemerintah Trump terhadap Iran berujung pada kekalahan dan bukan pendekatan baru Amerika, tapi dalam prakteknya mereka tidak ingin ketinggalan memanfaatkan konsesi kebijakan represi maksimum terhadap Tehran.

Poin lain adalah retorika ancaman Amerika justru mendorong sikap irasional pejabat Gedung Putih.

Statemen terbaru terkait hal ini adalah pernyataan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken yang mendapat respon dari Juru bicara Departemen Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh.

Khatibzadeh di sebuah Tweet ketika merespon statemen terbaru Blinken terkait AS tengah mencari opsi lain untuk menghadapi Iran, menulis, ancaman tidak pernah berhasil terhadap Iran.

Seperti yang disinggung Khatibzadeh, opsi hipotetis Amerika sebelumnya di kawasan juga telah diuji dan hasil tragis bagi Amerika serta skandal yang harus ditangani oleh negara lain jelas bagi semua orang.

Kesalahan Amerika terkait JCPOA dan sikap keras kepala untuk terus melanjutkan sanksi ilegal terhadap Iran sangat kentara dan tidak dapat dipungkiri. Faktanya Amerika Serikat adalah faktor utama kondisi JCPOA saat ini. Kembali ke JCPOA cukup sulit mengingat ketidakpercayaan yang diciptakan Amerika dan Uni Eropa, tapi bukan sesuatu yang sulit. Sagala sesuatunya bergantung pada keputusan Washington dan Uni Eropa untuk menjalankan komitmennya dan mengingat pelanggaran janji mereka di masa lalu yang harus diverifikasi. (MF)