Iran-Saudi Merapat, Ini Pengaruhnya terhadap Asia Barat
(last modified Thu, 13 Apr 2023 13:03:57 GMT )
Apr 13, 2023 20:03 Asia/Jakarta
  • Kedubes RII di Riyadh
    Kedubes RII di Riyadh

Pintu Kedutaan Besar (Kedubes) Republik Islam Iran di Riyadh telah dibuka kembali pada hari Rabu (12/4/2023). Pintu ini dibuka setelah tertutup selama hampir 7 tahun pasca putusnya hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi.

Dalam langkah baru dan sejalan dengan pelaksanaan kesepakatan antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi untuk melanjutkan hubungan resmi dan kegiatan diplomatik misi politik dan konsuler kedua negara, delegasi teknis Iran telah mengunjungi Riyadh pada hari Rabu dan disambut baik oleh para pejabat Arab Saudi.

Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Islam Iran Nasser Kanani, delegasi Iran dalam dua kelompok kerja di Riyadh dan Jeddah akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengaktifkan Kedubes dan Konsulat Jenderal Iran, serta aktivitas dari perwakilan tetap negara ini di Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Delegasi teknis Arab Saudi, yang tiba di Iran pada hari Sabtu, juga berangkat ke Mashhad pada hari Kamis untuk membuka kembali Konsulat Jenderal Arab Saudi.

Kesepakatan antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi untuk melanjutkan hubungan bilateral dianggap sebagai peristiwa politik dan diplomatik paling penting baru-baru ini di Asia Barat.

Karena dampak positifnya terhadap perkembangan regional, kesepakatan tersebut disambut baik oleh negara-negara tetangga.

Hubungan ini, selain membentuk interaksi politik dan ekonomi baru antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi sebagai dua kekuatan minyak utama dan dua negara Muslim yang penting, juga dapat mengarah pada perluasan stabilitas dan keamanan di kawasan.

Kesepakatan antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi juga membawa keuntungan ekonomi dan membantu menyelesaikan krisis di negara-negara seperti Suriah dan Yaman.

Dengan kata lain, kesepakatan antara Tehran dan Riyadh di Beijing dapat menjadi awal untuk menyelesaikan kasus-kasus penyebab ketegangan lainnya di Asia Barat tanpa menggunakan mekanisme yang mengandalkan seperti inisiatif Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Tentu saja perkembangan ini menunjukkan penurunan prestise dan pengaruh AS di kawasan, dan menunjukkan penguatan peran dan posisi Cina di Asia Barat.

Misalnya, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah mengumumkan keputusannya untuk mengundang Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab.

Undangan kepada Assad untuk menghadiri KTT Liga Arab diumumkan ketika AS menentang segala bentuk normalisasi hubungan dengan pemerintah Damaskus. Di sisi lain, ada harapan yang meningkat untuk perjanjian gencatan senjata permanen antara Arab Saudi dan Yaman hingga Hari Raya Idul Fitri, yang akan mengakhiri salah satu krisis terpenting di kawasan.

Kedubes RII di Arab Saudi

Gagalnya kebijakan isolasi regional dan internasional terhadap Republik Islam Iran yang dipimpin AS juga menjadi salah satu konsekuensi strategis dari pulihnya hubungan antara Tehran dan Riyadh.

Upaya mengisolasi Republik Islam Iran secara politik selalu menjadi salah satu kebijakan AS dan rezim Zionis Israel pada tahun-tahun setelah kemenangan Revolusi Islam hingga sekarang.

Setelah kesepakatan antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi, negara-negara lain di kawasan seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, juga berusaha memperbaiki hubungan mereka dengan Iran.

Oleh karena itu, kesepakatan antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi praktis merupakan kegagalan bagi kebijakan luar negeri AS dan rezim Zionis yang berusaha mengisolasi Iran dan menciptakan perpecahan di antara negara-negara di kawasan.

Di sisi lain, upaya normalisasi hubungan antara rezim Zionis dan negara-negara Arab, Muslim dan Islam melambat, dan kesediaan Arab Saudi untuk menyambut secara terbuka hubungan dengan Israel juga menurun. Dalam hal ini, sumber-sumber Amerika melaporkan bahwa Arab Saudi telah menetapkan kondisi yang mustahil untuk normalisasi hubungan.

Oleh karena itu, kini dengan terjalinnya kembali hubungan Arab Saudi dengan Republik Islam Iran, harapan rezim Zionis untuk menciptakan koalisi anti-Iran di kawasan menjadi semakin redup.

Avigdor Lieberman, mantan Menteri Perang rezim Zionis, menganggap pemulihan hubungan antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi sebagai kegagalan kebijakan luar negeri Israel.

Surat kabar Yedioth Ahronoth menganggap perjanjian antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi sebagai runtuhnya tembok pertahanan Israel di kawasan yang ingin dibangun oleh rezim Zionis untuk dirinya sendiri.

Pemulihan hubungan antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi sekali lagi memvalidasi kebijakan bertetangga yang baik yang diterapkan Republik Islam, di mana hubungan persahabatan dengan negara-negara tetangganya adalah salah satu tujuannya.

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Tehran telah meningkatkan interaksi politik dan ekonomi dengan negara-negara kawasan. Republik Islam Iran berusaha mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan dan mengurangi perbedaan serta menggerakkan negara-negara di kawasan menuju konvergensi, persatuan dan bebas dari campur tangan kekuatan-kekuatan asing.

Dari sudut pandang Republik Islam Iran, dialog antara negara-negara di kawasan tanpa campur tangan asing adalah satu-satunya cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah dan perselisihan saat ini. (RA)