Mencermati Kunjungan 7 Hari Menlu Iran ke New York
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian setelah tujuh hari berad di New York akhirnya kembali ke Tehran.
Pertanyaan penting adalah bagaimana Amir-Abdollahian menghabiskan kunjungan tujuh harinya di New York, dan apa pengaruhnya ?
Dimensi terpenting dari kunjungan tujuh hari Abdollahian ke New York adalah pertemuan diplomatik, dialog politik dengan media dan cendikiawan. Menlu Iran memiliki 43 agenda selama di New York, dan 34 di antaranya adalah pertemuan dengan sejawat dan sejumlah pejabat dari berbagai negara, termasuk pertemuan dengan Sekjen PBB, Antonio Guterres.
Isu-isu bilateral, regional dan internasional merupakan agenda pertemuan tersebut. Pertemuan Amir-Abdollahian dengan Menlu Arab Saudi, Faisal bin Farhan merupakan penekanan tekad Tehran untuk memulihkan dan memperkuat hubungan dengan Riyadh. Pertemuan ini juga mengindikasikan minat kedua negara untuk melanjutkan jalan yang dimulai sejak Maret lalu seiring dengan pemulihan hubungan bilateral.
Pertemuan Amir-Abdollahian dengan sejawatnya dari Republik Azerbaijan, Jeyhun Bayramov digelar dengan agenda solusi friksi bilateral dan isu-isu regional termasuk Karabakh. Pertemuan ini seperti pertemuan dan dialog sebelumnya yang digelar kedua pihak menunjukkan bahwa Republik Islam Iran berusaha untuk mengatasi perbedaan-perbedaan dengan Azerbaijan melalui perundingan dan diskusi dan tidak terpengaruh oleh agitasi media anti-negara ini dan rival regional.
Pertemuan Amir-Abdollahian dengan Menlu Mesir, Sameh Shoukry juga sebuah pertemuan penting di New York. Pertemuan ini digelar dalam suasana hangat dan bersahabat, serta dapat menjadi pendahuluan bagi pemulihan hubungan Tehran-Kairo setelah empat dekade.
Sementara itu, pertemuan Amir-Abdollahian dengan sekjen Dewan Kerja Sama Teluk Persia (P-GCC) juga menunjukkan tekad Iran untuk bekerja sama dengan negara-negara Arab. Amir Abdollahian dalam pesannya di New York menulis, kebijakan regional Republik Islam Iran didasarkan pada interaksi dan kerja sama yang konstruktif. Selain geografi, kebijakan lingkungan, sejarah, budaya, dan agama yang sama, kerja sama yang didasarkan pada hal-hal tersebut dapat menjamin perdamaian, stabilitas, dan keamanan regional, serta pembangunan ekonomi bersama dan kesejahteraan bangsa-bangsa.
Pertemuan penting lainnya menlu Iran di New York adalah pertemuan dengan Antonio Guterres, sekjen PBB. Menlu Iran dalam pertemuan ini secara langsung dan transparan menjelaskan sikap Republik Islam Iran terkait isu-isu penting yang berkaitan dengan Iran, kawsan dan dunia. Amir-Abdollahian dalam hal ini juga dalam pesannya menulis, "Kami juga bertukar pandangan dengan sekjen PBB terkait perang Ukraina, kondisi Suriah, gencatan senjata di Yaman, interaksi Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), JCPOA, perundingan pencabutan sanksi, kesepakatan terbaru soal pertukaran tahanan, sanksi ilegal dan zalim Amerika Serikat terhadap Iran, serta urgensi pertemuan kawasan Teluk Persia dengan inisiatif sekjen PBB."
Menlu Iran dalam pertemuan dengan pejabat dan pihak lain membicarakan tantangan global dan regional yang ada, serta menggelar lobi dengan menlu berbagai negara terkait mengejar isu-isu regional dan kesepakatan antara Tehran dan negara seberang.
Mengingat hal-hal tersebut, dapat dikatakan bahwa Amir-Abdollahian memanfaatkan pertemuan di New York untuk menjelaskan kebijakan luar negeri Iran dan memulihkan hubungan dengan berbagai negara, serta memberikan gambaran dan citra sejati Republik Islam tidak seperti yang digambarkan oleh kelompok munafikin dan anti-negara ini. (MF)