Kunjungan Zarif ke Beijing; Dialog Multilateral Politik dan Ekonomi
Lawatan Asia Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, yang melakukan kunjungan keempat ke Beijing dan berkonsultasi dengan para pejabat Cina terus berlanjut yang mengkonfirmasikan awal dari babak baru diplomasi regional di Iran.
Lawatan Asia ini dimulai dari Turkmenistan dan kemudian India yang berlanjut dengan Jepang dan kini giliran Cina. Menteri luar negeri Iran hari Jumat (17/05) di Beijing melakukan pembicaraan dengan mitranya dari Cina.
Melihat fokus pembicaraan Zarif dalam pembicaraan ini menunjukkan bahwa perjalanan Zarif disertai dengan pesan yang jelas.
Tindakan yang tidak logis dan kebijakan yang tidak dapat diterima Donald Trump dalam menciptakan ketegangan di kawasan telah menjadi fokus beberapa perundingan terakhir Zarif dalam pertemuan di empat negara Asia.
Selain perundingan politik, masalah perdagangan bilateral dan ekonomi, dengan memperhatikan perluasan diplomasi ekonomi Iran ke Timur dalam perundingan Zarif sangat urgen.Terutama, Cina dan India adalah mitra penting dalam bidang perdagangan dan minyak Iran.
Wang Yi, Menteri Luar Negeri Cina berbicara pada dua putaran pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, sambil menekankan pengembangan hubungan dengan Iran di bidang politik, ekonomi, perdagangan, budaya, energi, anti-terorisme dan bidang lainnya, menilai kesepakatan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) sebagai pencapaian utama diplomasi dan simbol multilateralisme. Wang Yi, menolak unilateralisme apa pun, mengingat tekad Cina untuk bekerja dengan Iran dan komunitas internasional untuk menjaga pencapaian internasional yang penting ini.
Li Kui Wen, direktur analisis statistik di lembaga pabean Cina menunjukkan pertumbuhan pertukaran ekonomi sebagai tanda peningkatan kerja sama dengan Iran dan menjelaskan, "Beijing menentang unilateralisme ekonomi Amerika Serikat atau negara lain dan aturan dalam negeri negara ini tidak penting bagi Cina."
Andrew Yu, Direktur Federasi Internasional Industri Kimia dan Perminyakan Cina (FSA) juga menekankan bahwa perusahaan-perusahaan Cina akan membutuhkan dan terus membeli minyak Iran dalam semua kondisi. Ini adalah prosedur normal antara Iran dan Cina, dan itu tidak ada hubungannya dengan Amerika Serikat.
Dalam kunjungan Ali Larijani, Ketua Parlemen Republik Islam Iran, Presiden Cina Xi Jinping menekankan, "Perubahan apapun yang terjadi terkait kondisi internasional dan regional, tekad Cina untuk membangun hubungan strategis yang komprehensif dengan Iran tidak akan berubah."
Terlepas dari masalah keamanan, kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perdagangan bebas dan sikap menentang terhadap sanksi sepihak AS memiliki signifikansi global. Memang, sikap menentang unilateralisme Washington berarti membela kepentingan internasional dan topik di atas masalah Iran dan JCPOA.
Zarif dalam perjalanannya ke Tokyo melakukan wawancara dengan tiga media, NHK, Kyodo dan TBS, menyinggung tantangan besar dalam hubungan internasional dan mengatakan, "Dunia yang beradab harus berdiri melawan penindasan rezim AS terhadap mereka yang menghormati hukum dan menegakkan resolusi Dewan Keamanan."
Sekarang, era monopoli Amerika Serikat di dunia telah hancur dan Washington tidak dapat mengubah fakta ini. Periode di mana hilangnya pasar AS berarti penghancuran negara-negara seperti Cina telah lama berakhir. Sementara itu, kemampuan dan kapasitas ekonomi Iran sangat berbeda dari tahun-tahun sebelum JCPOA. Namun, bahkan dengan asumsi bahwa JCPOA hanya tinggal kulitnya, kekuatan diplomasi harus menunjukkan bahwa semua jalan tidak harus berakhir di Washington dan dunia tidak dipaksa untuk mematuhi Amerika Serikat.