Pembebasan Tanker Iran; Kekalahan Inggris dan Amerika Serikat Dipermalukan
Diplomasi efektif Iran dan keputusan Pengadilan Tinggi Gibraltar, akhirnya berujung pada pembebasan kapal tanker minyak Iran Grace 1 dan kembali melayari jalur laut internasionalnya.
Pengadilan Tinggi Gibraltar pada hari Kamis, 15 Agustus, memutuskan pembebasan kapal tanker tersebut, sekalipun ada permintaan pemerintah Amerika Serikat untuk melanjutkan penahanan kapal tanker Grace 1 dan bahkan menyitanya untuk kepentingan AS.
Langkah Pengadilan Tinggi Gibraltar mencatat kekalahan lain dalam rapor Inggris dan pada saat yang sama mempermalukan pemerintah AS. Karena dengan media-media meliput permintaan pemerintahan Donald Trump dari pengadilan ini, praktis Donald Trump telah dipermalukan dalam opini publik.
Pembebasan kapal tanker "Grace 1" setelah penolakan Iran terhadap syarat yang disampaikan pemerintah Inggris untuk membebaskan kapal tanker ini, sekali lagi menunjukkan bahwa Republik Islam Iran telah berhasil dalam diplomasi dan di lapangan.
Selain itu, putusan Pengadilan Tinggi Gibraltar membebaskan penahanan ilegal sebuah kapal tanker minyak Iran meskipun permintaan AS untuk menyitanya, menunjukkan bahwa Inggris masih tidak mempercayai Amerika Serikat dan tidak siap untuk bermain di lapangan AS sepanjang waktu.
Ketika pemerintah Donald Trump mengumumkan bahwa mereka tidak terlibat dalam ketegangan di Teluk Persia dan bahwa Inggris harus membela kepentingannya sendiri di Teluk Persia, itu menunjukkan kurangnya kepercayaan antara kedua negara.
Dalam keadaan seperti itu, Inggris tidak mau melanjutkan ketegangan di Teluk Persia, karena negara itu sekarang menghadapi krisis Brexit. Diplomasi kuat Iran dan keberhasilan lapangan di satu sisi, dan konflik Inggris dengan Uni Eropa terkait Brexit di sisi lain, meyakinkan London secara praktis untuk bergerak di jalur pembebasan kapal tanker minyak Iran.
Sejauh penangkapan ilegal pasukan khusus Inggris atas kapal tanker Iran gagal mengantarkan London mencapai tujuannya, tindakan legal Iran menahan kapal tanker Inggris di Selat Hormuz mengirim pesan ke Barat, terutama Inggris dan Amerika Serikat, bahwa Iran serius dalam berurusan dengan pelanggaran hukum. Dalam keadaan seperti itu, Iran berada di atas angin dan tidak akan bernegosiasi.
Tindakan ilegal Inggris terhadap kapal tanker minyak Iran telah berulang kali ditekankan oleh menteri luar negeri Iran. Mohammad Javad Zarif hari Kamis, 15 Agustus di laman Twitternya merujuk pada pernyataan kementerian luar negeri Inggris dalam mendukung sanksi Uni Eropa menulis, "Tidak ada yang berubah dan penyitaan kapal tanker minyak "Grace 1" seratus persen ilegal."
Pemerintah Inggris mengklaim bahwa kapal tanker minyak Iran Grace 1 sedang menuju Suriah dan itu berarti telah melanggar sanksi Uni Eropa terhadap Suriah.
Sementara, pertama, sanksi Uni Eropa terhadap Suriah tidak ada hubungannya dengan Iran. Kedua, sejak awal telah diumumkan bahwa tujuan kapal tanker Iran bukan Suriah.
Peristiwa kapal tanker baik di Selat Gibraltar dan Selat Hormuz menunjukkan bahwa tindakan politik dan ilegal Inggris dalam bayang-bayang dukungan AS tidak akan mempengaruhi Iran untuk tetap menindaklanjuti kebijakan yang benar dan legal di Teluk Persia.
Pembajakan kapal tanker yang dilakukan angkatan laut Inggris di Gibraltar melanggar sejumlah ketentuan Konvensi Hukum Laut, sementara tindakan Iran menahan kapal tanker Inggris di Selat Hormuz berada dalam konteks penegakan hukum maritim.
Iran, sebagai negara yang memainkan peran penting dan menentukan dalam menciptakan keamanan pelayaran kapal laut di Selat Hormuz dan Teluk Persia, akan menegakkan dan menjalankan hukum secara transparan dan tidak akan mengorbankan itu mengikuti permainan politik Inggris. Putusan Pengadilan Tinggi Gibraltar melepaskan kapal tanker minyak Iran "Grace 1" jelas merupakan kekalahan Inggris terhadap Iran dalam petualangan tanker.