Dinamika Asia Tenggara, 2 Maret 2019
-
Kemenlu Malaysia
Dinamika Asia Tenggara pekan ini akan menelisik sejumlah isu di antaranya: pernyataan Polri yang menyebut Yogyakarta dan Solo sebagai kota yang rawan konflik politik identitas.
Dari Malaysia, negara ini meminta pemerintah India dan Pakistan meredakan ketegangan, Mahathir menyerukan investigasi lanjutan dugaan korupsi PAS, pertemuan Trump dan Kim Jong-un yang berlangsung di Vietnam berakhir tanpa hasil, Utusan PBB mengungkapkan bahwa kondisi pengungsi Rohingya semakin mengkhawatirkan

Jelang Pemilu, Yogya dan Solo Rawan Konflik Politik Identitas
Menjelang pelaksaan pemilu yang semakin dekat, Polri menilai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kota Solo termasuk dalam kota yang rawan konflik komunal saat pelaksanaan Pemilu 2019.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jumat mengatakan, Jogja dan Solo jadi satu dimensi yang memiliki potensi konflik komunal.
Menurut Dedi, di dua wilayah tersebut sebelumnya juga sudah beberapa kali terjadi konflik antarpendukung massa saat pemilu. Selain rawan konflik komunal, Dedi menyebut Yogyakarta dan Solo rentan konflik yang disebabkan oleh politik identitas. Untuk mengatasi hal tersebut, sambung Dedi, pihak kepolisian telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi, baik preemtif maupun preventif.
Sebelumnya, Polri juga telah mengungkapkan 10 Polda yang memiliki kerawanan tinggi pada pelaksanaan Pemilu 2019. Yakni Polda Maluku Utara, Polda Metro Jaya, Polda NTT, Polda Papua, Polda Gorontalo, Polda Maluku, Polda Papua Barat, Polda Aceh, Polda Kepulauan Riau, Polda Sulawesi Tengah.
Untuk tingkat kabupaten, daerah yang dianggap rawan antara lain Boven Digoel, Anambas, Halmahera Utara, Nduga, Puncak Jaya, Nabire, Waropen, Mamberamo Tengah, Sarmi, dan Jayawijaya.
Sedangkan untuk tingkat kota, daerah yang rawan di antaranya Gorontalo, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok, Ternate, Langsa, Kepulauan Tidore, Banjar, Bengkulu, dan Jogja.

Malaysia Minta Pakistan-India Redakan Konflik
Kementerian Luar Negeri Malaysia, Rabu (27/2/2019) mengumumkan, Kuala Lumpur berharap Pakistan dan India berusaha menahan diri secara maksimal dan kembali memulai dialog serta negosiasi.
Pemerintah Malaysia juga memperingatkan warganya untuk tidak bepergian ke India dan Pakistan kecuali jika ada urusan yang mendesak. Kemenlu Malaysia menghimbau warga negara itu untuk menunda penerbangan yang tidak penting ke India dan Pakistan terutama ke daerah-daerah terpapar konflik, mengingat adanya peningkatan eskalasi ketegangan dua negara.
"Sebagaimana negara-negara dunia lain, Malaysia juga menginginkan situasi internasional yang damai dan stabil," pungkasnya.

Mahathir Serukan Investigasi Lanjutan Dugaan Korupsi PAS
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad mengatakan Komisi Anti Korupsi Malaysia (MACC) perlu waktu lebih lama untuk menyelidiki tuduhan bahwa PAS menerima dana sebesar RM90 juta dari 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Situs Bernama hari ini Senin (25/2) melaporkan, Perdana Menteri Malaysia mengatakan Komisi Anti Korupsi Malaysia mungkin tidak mendapatkan semua detail terkait dengan kasus ini.
"Pernyataan MACC bahwa sejauh ini tidak ada jejak RM90 juta masuk ke rekening resmi PAS dari 1MDB, mungkin karena MACC belum mendapatkan rincian lengkap ... itu (penyelidikan) akan memakan waktu," kata Mahathir.
Sehari sebelumnya, ketua komisaris MACC mengkonfirmasi bahwa penyelidikan mereka sejak awal bulan tidak menemukan bukti transaksi yang dapat dikaitkan dengan tuduhan terhadap PAS.

Pertemuan Trump dan Kim Jong-un di Vietnam Berakhir Tanpa Hasil
Dari Vietnam, negara ini mejadi tuan rumah pertemuan Pemimpin Korea Utara dan Presiden Amerika Serikat dilakukan hari ini, Rabu dan Kamis pekan lalu.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un gagal mencapai kesepakatan selama pembicaraan ekstensif mereka pada hari Kamis, 28 Februari 2019.
Saat berbicara pada konferensi pers yang disiarkan televisi di Hanoi, Vietnam, Trump mengakui bahwa dia tidak mencapai kesepakatan dengan Kim mengenai denuklirisasi Semenanjung Korea.
Dalam konferensi pers usai pertemuan tertutup dengan Kim, Trump mengatakan bahwa dirinya memiliki "waktu yang sangat produktif" selama dialog dengan Kim. Namun dikatakan Trump bahwa tak ada hal yang harus ditandatangani hari ini.
"Kami memiliki sejumlah opsi namun saat ini kami memutuskan untuk tidak melakukan satupun dari opsi-opsi tersebut," kata Trump kepada para wartawan
Dia menambahkan, visi Kim bukanlah visi kami dan Pemimpin Korut telah berjanji bahwa dia tidak akan menguji senjata nuklir apa pun pada tahun ini. Trump juga menolak permintaan Kim untuk mencabut sanksi terhadap Korut.
"Pada dasarnya, mereka ingin sanksi dicabut seluruhnya, tetapi kita tidak bisa melakukan itu ... kita harus mundur dari perundingan," kata Trump usai perundingan sebagaimana dilansir Reuters, Kamis.
Dalam konferensi pers itu, Kim mengatakan bahwa "dirinya akan melakukan yang terbaik untuk mencapai hasil yang pada akhirnya hebat, bagus."
Sebelumnya, juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan, pertemuan kedua pemimpin berakhir lebih cepat dari rencana dan tanpa adanya kesepakatan.
"Tak ada kesepakatan yang dicapai saat ini, namun tim mereka masing-masing menantikan pertemuan di masa mendatang," ujarnya.
Presiden AS Donald J. Trump, lanjut Sanders, dan Ketua Komisi Urusan Negara Republik Demokratik Rakyat Korea Kim Jong-Un telah melakukan pertemuan yang sangat baik dan konstruktif di Hanoi, Vietnam pada 27-28 Februari 2019.

Utusan PBB: Kondisi Pengungsi Rohingya Mengkhawatirkan
Utusan PBB urusan Myanmar menilai Muslim Rohingya yang telah menyelamatkan diri ke Kabupaten Cox`s Bazar di Bangladesh hidup dalam "kondisi yang sangat menantang" dengan nyaris tanpa harapan. Christine Schraner Burgener, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Myanmar, memberi penjelasan kepada Dewan Keamanan PBB mengenai kunjungannya baru-baru ini ke Myanmar, Bangladesh dan tujuan lain di wilayah tersebut.
Menurut satu pernyataan yang dikeluarkan oleh PBB mengenai penjelasannya, Burgener mengatakan 18 bulan telah berlalu sejak kerusuhan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, memaksa ratusan ribu Muslim Rohingya dan orang lain meninggalkan rumah mereka, termasuk ke negara tetangga Myanmar, Bangladesh.
"Meskipun Bangladesh dan masyarakat penerima sangat baik hati, kami tak bisa mengharapkan ini akan berlangsung selamanya," kata pejabat PBB ini, sebagaimana lansir Kantor Berita Turki, Anadolu.
Ia mengatakan Rencana Tanggap Bersama PBB bagi 2019, yang diluncurkan belum lama ini, yang bertujuan mendukung para pengungsi dan masyarakat penampung, memerlukan dana "mendesak".
Burgener mengatakan sejumlah langkah prioritas juga perlu dilakukan, termasuk diakhirinya kerusuhan di Myanmar, difasilitasinya akses tanpa hambatan ke orang yang terpengaruh, ditanganinya sumber ketegangan dan dimungkinkannya pembangunan yang melibatkan banyak kalangan dan berkesinambungan.
Pejabat PBB ini menyatakan ketegangan sipil dan militer berlangsung terus di Myanmar sebelum pemilihan umum pada 2020. Ia menyampaikan keprihatinan bahwa perang sengit dengan Tentara Arakan akan makin mempengaruhi upaya ke arah pemulangan sukarela dan bermartabat para pengungsi, dan juga menyeru kedua pihak agar menjamin perlindungan warga sipil dan melaksanakan kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional.
Sebelumnya, PBB menyerukan dukungan keuangan bagi minoritas Muslim Rohingya yang mengungsi di Bangladesh. PBB dalam laporan terbarunya hari Selasa (19/2) menyatakan saat ini dibutuhkan dana sekitar satu miliar dolar untuk membantu lebih dari 900 ribu pengungsi Rohingya yang berada di tempat pengungsian di perbatasan Bangladesh.
Ratusan ribu orang Rohingya meninggalkan negaranya menuju perbatasan Bangladesh untuk menyelamatkan diri dari serangan ekstremis Budha yang didukung pasukan keamanan Myanmar. Dilaporkan, sekitar 400 ribu orang dari jumlah tersebut adalah anak-anak Rohingya.
Pada 25 Agustus 2017, ekstremis Budha yang didukung tentara Myanmar menyerang Muslim Rohingya di Rakhine yang menyebabkan enam ribu orang Rohingya tewas dan delapan ribu lainnya cedera. Selain itu, sekitar satu juta orang mengungsi untuk menyelamatkan diri, terutama ke Bangladesh.(PH)