Transformasi Asia Barat, 2 Juli 2022
-
Mekah.
Perkembangan di negara-negara Asia Barat pekan lalu diwarnai sejumlah isu penting, termasuk protes Yaman terhadap Arab Saudi karena warganya dipersulit untuk menunaikan ibadah haji.
Pejabat pemerintah Penyelamatan Nasional Yaman memprotes syarat dan hambatan yang diterapkan Arab Saudi terhadap jamaah haji Yaman.
Aparat keamanan Arab Saudi di ibadah haji tahun ini menangkap sejumlah calon jamaah haji dari negara-negara seperti Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah.
Menurut laporan FNA, Abdul Rahman al-Naimi, Wakil Sekretaris Kementerian Pembinaan Bidang Haji dan Umrah di pemerintah Penyelamatan Nasional Yaman mengatakan, pemerintah Arab Saudi di tahun ini hanya mengijinkan 11 ribu jamaah haji Yaman untuk menunaikan manasik haji.
Al-Naimi menambahkan, Arab Saudi juga menerapkan banyak kondisi dan hambatan termasuk usia di bawah 65 tahun, memiliki paspor yang diterbitkan dari Aden (pusat pemerintahan Yaman yang mengundurkan diri dan dukungan Riyadh) serta menambah 100 persen biaya haji bagi warga Yaman, di mana biaya tersebut kini mencapai 16 ribu Riyal Saudi atau sekitar 4 ribu dolar.
Beberapa waktu sebelumnya, lembaga HAM dan politik, ulama, mubaligh dan berbagai tokoh dunia Islam menggelar kampanye untuk melawan kondisi keamanan bagi jamaah haji dan umrah yang diterapkan oleh pejabat Arab Saudi.

Muqawama, Solusi Tunggal dan Efektif Lawan Rezim Zionis Israel
Anggota Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) seraya mengisyaratkan eskalasi aksi permusuhan pemukim Zonis terhadap warga Palestina, menyebut muqawama sebagai solusi tunggal dan paling efektif untuk melawan rezim Zionis.
Untuk meraih tujuan ekspansionisnya, rezim Zionis setiap hari menyerbu berbagai wilayah Palestina dan menangap, melukai atau membunuh warga Palestina.
Seperti dilaporkan Palestine al-Youm, Jaser al-Barghouthi, anggota Hamas seraya menjelaskan bahwa muqawama solusi paling efektif melawan agresi pemukim Zionis di Tepi Barat mengatakan, jika pemukim Zionis tidak merasa aman, maka mereka tidak akan pernah melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina.
"Faktor lain yang mendorong pemukim Zionis melanjutkan kejahatannya adalah berlanjutnya kerja sama keamanan antara Otorita Ramallah dan dinas keamanan dan intelijen rezim Zionis," tambah al-Barghouthi.
Pejabat Hamas ini menjelaskan, di kondisi seperti ini, bangsa Palestina harus dimobilisasi di komite dukungan rakyat sehingga mereka mampu memaksakan biaya besar kepada para pemukim Zionis yang menyerang Tepi Barat.
Al-Barghouthi menekankan, eskalasi muqawama akan membebaskan warga Palestina dari agresi penjajah dan pemukim Zionis di bumi pendudukan.

Hizbullah: Israel Takut Berperang dengan Kelompok Perlawanan
Salah satu pejabat Hizbullah Lebanon menyoroti kemampuan kelompok perlawanan Islam, dan mengatakan, orang-orang Israel takut terjun dalam perang apa pun dengan kelompok perlawanan.
Syeikh Hassan Al Baghdadi anggota Dewan Pusat Hizbullah, Minggu (26/6/2022) terkait ancaman-ancaman Rezim Zionis terhadap Lebanon mengatakan, "Ancaman para pejabat Zionis terhadap Lebanon menggelikan, karena mereka berada di puncak kekuatan, dan sekutu-sekutu mereka kalah dalam perang menghadapi kelompok perlawanan."
Ia menambahkan, "Hari ini ancaman-ancaman terkait perang, semakin membuat para pemukim Zionis ketakutan, dan orang-orang Lebanon, dikarenakan simpati mereka kepada kelompok perlawanan, dan keyakinan mereka atas kekuatan kelompok ini, sama sekali tidak menganggap penting ancaman-ancaman tersebut."
Pejabat Hizbullah menegaskan, kelompok perlawanan menolak segala bentuk normalisasi hubungan dengan Israel, dan berkomitmen menjaga aset-aset laut Lebanon, mematuhi peraturan dan prinsip nasional Lebanon, serta memilih opsi perlawanan dalam membela negara, asas dan sakralitasnya.

Militer Zionis: Sulit Lindungi Ladang Gas dari Rudal Hizbullah
Para perwira militer Rezim Zionis Israel mengakui ketidakmampuan mereka dalam melindungi anjungan-anjungan gas lepas pantai jika pecah perang dengan Hizbullah Lebanon.
Sejumlah perwira militer Rezim Zionis, Sabtu (25/6/2022) mengungkap beberapa celah keamanan dan sejumlah permasalahan yang mungkin muncul dalam perang mendatang saat melilndungi ladang-ladang gas, terutama di hadapan serangan Hizbullah.
Para perwira Angkatan Laut Rezim Zionis itu menjelaskan, Hizbullah berhasil memiliki sejumlah banyak rudal darat ke laut seperti rudal anti-kapal, Yakhont C-802 yang bisa menyerang fasilitas-fasilitas vital Israel.
Pada saat yang sama, para perwira AL Rezim Zionis juga mengakui kemampuan Hizbullah Lebanon dalam mengembangkan rudal-rudal mereka.
"Meskipun Angkatan Udara Israel, bekerja sama dengan Angkatan Laut, dan dinas intelijen untuk mengembangkan pesawat dan kapal perang dengan biaya miliaran dolar, namun sampai saat ini permasalahan dan kekurangan masih banyak ditemukan di beberapa kapal Israel," paparnya.

Pecahkan Kebuntuan, Nujaba Ajak Faksi-Faksi Politik Irak ke Najaf
Juru bicara Gerakan Al Nujaba Irak mengusulkan agar seluruh faksi politik negara ini berangkat ke kota Najaf, dan meminta bantuan Ayatullah Sistani, untuk memecahkan kebuntuan politik.
Nasr Al Shammari, Sabtu (25/6/2022) menanggapi situasi politik terkini di Irak, dan mengatakan, tidak ada orang selain ulama yang memiliki prasyarat yang diperlukan untuk mengambil sebuah keputusan yang adil dan menentukan.
Di akun Twitternya, Nasr Al Shammari menulis, "Arena politik terkini di Irak, sedemikian rumit sehingga kita membutuhkan sebuah pemikiran yang lebih unggul, visi yang lebih mendalam, dan keputusan-keputusan yang menentukan serta adil, dan tidak ada yang memiliki semua kemampuan dan karakteristik ini kecuali ulama."
"Oleh karena itu wajib bagi seluruh faksi politik Irak, untuk berangkat ke Najaf, dan menyingkirkan seluruh hambatan serta alasan-alasan yang menyebabkan pintu ulama tertutup bagi para politisi, dan mengajukan nama orang-orang yang kompeten, transparan dan bersih, kepada mereka," imbuh Al Shammari.
Ia menegaskan, hal ini harus dilakukan sebelum Irak, terjerumus ke dalam jurang penuh bahaya, penuh konspirasi dan tantangan.

Hizbullah Respon Kemungkinan Normalisasi Hubungan Israel-Arab Saudi
Hizbullah Lebanon merespon berita mengenai kemungkinan normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Rezim Zionis Israel dengan mediasi Amerika Serikat.
Media berbahasa Ibrani baru-baru ini membongkar upaya tak kenal henti dan rahasia Rezim Zionis Israel untuk mensukseskan berkas normalisasi hubungan dengan Arab Saudi sebelum kunjungan Presiden AS, Joe Biden ke kawasan.
Menurut laporan Russia al-Youm, Sheikh Nabil Qaouk, anggota Dewan Pusat Hizbullah mengatakan, ancaman Israel tidak berguna dalam menghadapi peristiwa kejutan dan konstelasi perlawanan, serta tidak mengubah fakta kekuatan Lebanon yang bergantung pada kekuatan konstelasi militer, bangas dan muqawama.
"Segala bentuk koalisi Arab Saudi dengan Rezim Zionis Israel merupakan ancaman langsung dan belati di belakang Lebanon, Palestina, Suriah dan seluruh umat," paparnya.
Spekulasi tentang normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan rezim Zionis muncul setelah situs web berbahasa Ibrani Walla sebelumnya mengumumkan dalam sebuah laporan; Pemerintah Joe Biden secara rahasia memediasi Israel, Arab Saudi dan Mesir untuk mencapai kesepakatan guna menyelesaikan proses pemindahan Kepulauan Tiran dan Sanafir Mesir di Laut Merah ke pemerintahan Saudi. Selain itu, mediasi ini juga mencakup langkah-langkah untuk menormalisasi hubungan antara Rezim Zionis dan Arab Saudi.
Pemerintah Biden yang berencana memperluas kesepakatan Abraham yang membawa beberapa negara Arab ke arah normalisasi hubungannya dengan Rezim Zionis di masa pemerintahan Donald Trump.

Bahrain Tuan Rumah Pertemuan Negara yang Berkompromi dengan Israel
Bahrain hari Senin (27/6/2022) menjadi tuan rumah dan pertemuan pejabat empat negara kompromi Arab dengan diplomat Rezim Zionis Israel dan AS.
Menurut laporan El-Nasra, pejabat Rezim Zionis menyatakan bahwa diplomat Amerika, Israel dan empat negara Arab hari ini bertemu di Bahrain.
Masih menurut sumber ini, di perundingan Manama ini, empat pejabat dari Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Maroko yang menormalisasi hubungannya dengan Israel tahun 2020 dan juga Mesir yang mencapai kesepakatan damai dengan Tel Aviv tahun 1979 bertemu.
Kemenlu negara-negara yang berkompromi untuk pertama kalinya di bulan Maret lalu bertemu di Negev, di selatan Palestina pendudukan dan di pertemuan tersebut juga hari Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Perjanjian damai antara Bahrain dan Rezim Zionis Israel ditandatangani tiga tahun lalu dengan mediasi Presiden AS saat itu, Donald Trump, dan negara kecil Arab di Teluk Persia ini mengumumkan secara terbuka hubungan rahasia beberapa tahunnya dengan Tel Aviv.
UEA juga bersama Bahrain dan dengan dukungan Donald Trump, menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada September 2020 di Washington.
Kemudian disusul Maroko yang menormalisasikan hubungannya dengan Israel juga dengan mediasi AS pada 10 Desember 2020.
Pendekatan kompromi para pemimpin Arab dan pengkhianatan mereka terhadap cita-cita Palstina menuai protes dan kecaman luas rakyat negara tersebut dan juga pejabat, tokoh politik dan agama serta rakyat Palestina dan negara-negara Islam.

Meski Diprotes, Turki akan Tetap Lanjutkan Operasi Militer di Suriah
Pemerintah Ankara telah menegaskan kembali tekadnya untuk melanjutkan operasi militer ilegal di Suriah utara. Penegasan ini diumumkan ketika ratusan ribu pengungsi Suriah dikabarkan menghilang di Turki dan nasib mereka tidak diketahui.
"Turki siap untuk operasi militer baru di Suriah utara," kata juru bicara Kepresidenan Turki Ibrahim Kalin baru-baru ini tanpa menyinggung penentangan dari dalam negeri, penolakan regional dan internasional terhadap pendudukan tanah Suriah oleh Turki.
Dia menambahkan, pada masa lalu, kami telah melakukan operasi militer di Suriah utara. Saat itu, lanjutnya, kami berada di bawah tekanan untuk tidak melakukan operasi ini, namun pemerintah Ankara melakukan operasi militer di Suriah demi kepentingan nasional Turki.
Operasi militer ilegal Turki sedang dilakukan di wilayah negara-negara tetangganya, terutama Suriah, sementara tidak ada banyak perlawanan terhadap operasi ini. Pasukan Turki melakukan operasi militer di negara-negara yang pemerintah negara-negara itu tidak mungkin menghadapi agresi militer asing karena masalah internal.
Mengingat ada penentangan dan penolakan dari pemerintah-pemerintah regional, khususnya pemerintah Baghdad dan Wilayah Kurdistan Irak, terhadap kehadiran ilegal pasukan Turki dan kebangkitan kekuatan militer Suriah serta upaya untuk mengusir pasukan asing, maka tampaknya militer Turki akan segera kehilangan posisi unggul di Suriah dan Irak.
Penegasan juru bicara Kepresidenan Turki untuk melanjutkan operasi militer di Suriah utara dilontarkan ketika sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga telah membuat pernyataan serupa.
Desakan pemerintah Ankara untuk menggelar babak baru operasi militer ilegal di Suriah utara datang ketika Kementerian Dalam Negeri Turki mengumumkan hilangnya setidaknya 122.000 pengungsi Suriah dalam dua tahun terakhir.
Pengumuman hilangnya ratusan ribu pengungsi Suriah di Turki telah memicu gelombang kontroversi dan kritik terhadap pemerintahan Erdogan oleh warga di media sosial. Wakil Menteri Dalam Negeri Turki baru-baru ini melaporkan pada pertemuan Komisi Hak Asasi Manusia Parlemen Turki bahwa belum ada informasi tentang di mana para pengungsi Suriah tinggal dan apa yang mereka lakukan.
Partai-partai oposisi bereaksi negatif terhadap pernyataan pejabat Ankara mengenai nasib lebih dari 120.000 pengungsi Suriah di Turki yang tidak jelas. Misalnya, Wakil Partai Oposisi, Good Party, yang beroperasi di bawah kepemimpinan mantan Menteri Dalam Negeri Turki Meral Aksener, menanggapi pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri Turki.
"Pemerintah Erdogan tidak memahami sejauh mana ancaman saat ini. Bukankah orang-orang ini telah bergabung dengan kelompok--kelompok teroris?," kata Meral Aksener dalam sebuah pernyataan.
Pertanyaan apakah orang-orang Suriah yang hilang di Turki itu telah bergabung dengan organisasi teroris atau telah ditangkap oleh jaringan perdagangan manusia adalah masalah penting, dan minimnya informasi mengenai hal ini di negara hukum seperti Turki tampaknya mengkhawatirkan.
Lebih logisnya, kemungkinan adalah para pengungsi Suriah di Turki yang dinyatakan hilang itu telah diorganisir dan digunakan untuk kepentingan pemerintahan Erdogan. Faktanya, selama dekade terakhir, pemerintah Turki telah memanfaatkan potensi kuat ini untuk kepentingan Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa dengan memberikan pelatihan militer kepada para pengungsi. Itulah sebabnya korban dari pihak tentara Turki di Suriah dan Irak bahkan di Libya sangat sedikit, dan tidak disebutkan tewasnya warga Suriah di militer Turki.
Dapat disimpulkan bahwa putaran lain operasi baru militer Turki di Suriah utara dan pengumuman hilangnya lebih dari 120.000 pengungsi Suriah, menunjukkan bahwa pemerintah Turki, yang setiap tahun menerima sejumlah besar uang dari Uni Eropa untuk mencegah masuknya pengungsi Suriah ke Eropa, telah mengeksploitasi para penngungsi untuk keuntungan mereka sendiri. Tingakan ini sama ilegalnya dengan operasi tentara Turki di negara-negara tetangganya.

Faisal Mekdad: Turki dan AS Langgar Kedaulatan Damaskus
Menteri Luar Negeri Suriah, Faisal Mekdad Senin (27/6/2022) malam menyebut pendudukan wilayan Suriah oleh Turki dan Amerika sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Damaskus.
Militer AS dan anasir teroris yang berafiliasi dengan mereka hadir di wilayah utara dan timur Suriah secara ilegal. Selain merampok sumber minyak dan gandum negara ini, mereka juga melancarkan aksi-aksi melawan warga dan pasukan Suriah di wilayah tersebut.
Tentara Turki dengan dalih melawan teroris, menduduki sebagian wilayah utara dan timur laut Suriah, serta sejumlah militer Turki masih tetap bercokol di wilayah ini.
"Aksi Turki di Suriah contoh nyata pengabaian nilai-nilai moral terendah, hukum internasional dan piagam PBB serta membuat kondisi utara Suriah diambang tragedi," papar Mekdad seperti dilaporkan IRNA.
Seraya menekankan bahwa jika Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan bersikeras melakukan suatu operasi, maka kondisi di utara Suriah akan mendekati tragedi, Mekdad menambahkan, ini sebuah tragedi dan alasannya adalah apa yang ia akan ia lakukan adalah genosida etnis dan membangun distrik-distrik pemukiman baru di utara Suriah.
"Mimpi Turki tidak akan terealisasi, karena bangsa Suriah bersatu melawan ancaman yang dijelaskan Erdogan," tegas menlu Suriah.
Erdogan Senin (27/6/2022) menyatakan akan meluncurkan operasi baru ketika kekurangan di koridor keamanan di perbatasan Suriah diselesaikan.
Seraya mengulang tujuan melawan teroris di perbatasan Suriah, presiden Turki akhir bulan Mei lalu menyatakan Ankara secepatnya berencana menyelesaikan pembangunan zona aman di kedalaman 30 km sepanjang perbatasannya dengan Suriah.
Empat Mata-Mata Israel Ditangkap di Lebanon Selatan
Dinas keamanan dalam negeri Lebanon baru-baru ini berhasil menangkap sejumlah orang yang diduga bekerja sama dengan Rezim Zionis di wilayah El Aarqoub di selatan Lebanon.
Aparat Keamanan Lebanon, Selasa (28/6/2022) dalam sebuah operasi rahasia untuk mengungkap identitas, dan mengidentifikasi jaringan mata-mata baru di negara itu, berhasil menangkap empat orang yang diduga bekerja sama dengan Rezim Zionis.
Sebuah sumber di Lebanon mengabarkan, dinas intelijen Rezim Zionis, memiliki puluhan platform di media sosial dengan kedok jaringan besar penyedia lapangan kerja, dan perekrutan pemuda di Lebanon.
Salah satu anggota Parlemen Lebanon mengatakan, operasi penangkapan dilakukan secara terbatas, dan sampai sekarang hanya keempat orang ini yang ditangkap.
Pada bulan Februari 2022 lalu, pemerintah Lebanon berhasil mengungkap dan menumpas 17 jaringan mata-mata Rezim Zionis di negara itu.

Menlu Yordania: Amman Ingin Miliki Hubungan Baik dengan Tehran
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman al-Safadi menekankan perluasan hubungan dengan Republik Islam Iran.
Hubungan Iran dan Yordania sebuah hubungan bersejarah dan lama. Raja Yordania telah berkunjung ke Iran pada 2-3 September 2003 dan ia tercatat raja Yordania pertama yang mengunjungi Iran setelah kemenangan Revolusi Islam.
Pemerintah ke-13 Iran sejak memulai masa kinerjanya pada 3 Agustus 2021, seraya mengumumkan penerapan keseimbangan di kebijakan luar negeri, menetapkan kerja sama dengan tetangga dan negara kawasan sebagai prioritas kebijakan luar negerinya.
Menurut laporan Televisi Al-Jazeera, Ayman al-Safadi menandaskan, Amman ingin memiliki hubungan yang baik dengan Tehran.
Ia menjelaskan bahwa tidak ada pembicaraan mengenai koalisi militer yang rezim Zionis menjadi bagiannya selama kunjungan Presiden AS, Joe Biden ke kawasan. "Tensi harus diselesaikan melalui dialog," tegasnya.
Menlu Yordania juga menjelaskan urgensi penyelesaian isu Palestina dan mengungkapkan, isu Palestina tidak boleh dilewatkan, dan harus ada upaya sejati untuk menyelesaikannya.
Diserang Hacker, 120 Ribu File Aktivitas Mata-Mata Israel Bocor
Sebuah serangan siber ke situs-situs Rezim Zionis dengan pesan "Di mana pun Anda berada, kemana pun Anda bepergian, Anda berada dalam kendali kami. Ingat nama kami", meretas 120.000 file terkait aktivitas mata-mata Rezim Zionis.
Dikutip Russia Al Youm, Rabu (29/6/2022), Kanal 12 televisi Israel melaporkan, sebuah kelompok hacker bernama Sharp Boys melancarkan serangan siber luas ke situs instansi Rezim Zionis.
Dalam laporan itu disebutkan, salah satu dampak berbahaya dari serangan siber ini adalah bocornya informasi 120.000 file yang terkait dengan aktivitas mata-mata Rezim Zionis yang diperoleh dari beberapa situs Israel, salah satunya hotels.co.il.
File-file yang bocor tersebut berisi tentang informasi data diri seperti nama, nama samaran, waktu perjalanan, biaya perjalanan, dan data kartu ATM milik para mata-mata Israel.
Para hacker juga dikabarkan berhasil meretas informasi-informasi lain seperti identitas pemilik kartu ATM, nomor telepon, dan alamat rumah mereka.
Menurut pengakuan sumber di wilayah pendudukan, bocornya informasi tentang mata-mata Israel yang terkait dengan Mossad itu dapat memicu bahaya serius.

Militer Suriah Paksa Mundur Pasukan AS
Militer Suriah memblokade rute konvoi pasukan Amerika Serikat dan memaksa mereka mundur.
Amerika Serikat selama satu dekade perang terhadap Suriah dengan dalih memerangi terorisme dan Daesh (ISIS), mendukung milisi sparatis bersenjata di negara ini dan menduduki wilayah kaya minyak Suriah.
Pasukan Amerika bersama Pasukan Demokratik Suriah (SDF) selama beberapa bulan lalu membawa keluar ratusan tanker minyak curian Suriah dari wilayah Aljazirah dan kemudian menjualnya.
Menurut laporan Kantor Berita Suriah SANA Rabu (29/6/2022), sekelompok militer Suriah di salah satu post pemeriksaan memblokade rute militer AS di Tell Satih, Qamishli serta memaksa mereka mundur.
Militer Suriah mengumumkan mereka tidak akan pernah mengijinkan konvoi Amerlka lewat dan akan menutup jalan bagi mereka.
Sumber lokal Suriah melaporkan, pasukan Amerika yang bercokol di wilayah timur negara ini menyelundupkan minyak dan gandum Suriah ke negara-negara tetangga.
Menurut data Kementerian Perminyakan Suriah, setiap hari 70 ribu barel minyak Suriah dicuri dari wilayah Timur oleh militer AS dan pasukan bayarannya.
Pemerintah Suriah berulang kali menekankan, anasir teroris AS dan pasukan yang berafiliasi dengannya di timur dan timur laut Suriah hanya bertujuan untuk merampok minyak negara ini dan mereka harus keluar dari kawasan ini.