Kekuatan Muqawama dan Penandatanganan Kesepakatan Perbatasan Maritim
(last modified Wed, 09 Nov 2022 04:24:43 GMT )
Nov 09, 2022 11:24 Asia/Jakarta

Lebanon dan rezim Zionis Israel baru-baru ini dengan mediasi Amerika Serikat menandatangani kesepakatan penggambaran perbatasan laut di mana Benjamin Netanyahu kini mengklaim tidak akan menjalankan kesepakatan tersebut.

Di bagian kesepakatan antara Israel dan Lebanon ini ditetapkan bahwa ladang gas Karish akan diserahkan kepada rezim Zionis dan ladang Qana diberikan kepada Lebanon.

Ketika di Lebanon tercipta konsensus bahwa kesepakatan perbatasan Lebanon dan Israel sebuah prestasi penting, tapi pejabat Zionis malah memiliki  pandangan yang beragam mengenai kesepakatan ini. Sejumlah pejabat Zionis seperti Yair Lapid, perdana menteri saat ini menyebutnya sebagai sebuah prestasi bersejarah yang akan menimbulkan dampak positif bagi perekonomian rezim ilegal ini. Sementara sejumlah pejabat lain seperti Benjamin Netanyahu, ketua Partai Likud menilainya sebuah penyerahan bersejarah dalam menghadapi Hizbullah Lebanon.

Benjamin Netanyahu yang baru-baru ini bersama aliansinya berhasil meraih suara mayoritas parlemen di pemilu legislatif rezim ini, dan akan secepatnya membentuk kabinet baru, selama masa kampanye menyatakan bahwa kesepakatan penentuan batas-batas laut ini dengan Lebanon sebuah penyerahan bersejarah dan ia akan membatalkannya.

Ladang gas Lebanon

Statemen Benjamin Netanyahu ini menuai respon dari muqawama Lebanon. Deputi sekjen Hizbullah, Sheikh Naim Qassem saat merespon statemen Netanyahu ini menyatakan bahwa yang mendorong rezim Zionis menerima kesepakatan perbatasan ini adalah tekanan Amerika Serikat. Amerika sepenuhnya menyadari keputusan Hizbullah untuk melawan rezim Zionis dan mencegah pendudukan geografi negara ini, dan bersedia menjadi mediator di perundingan penentuan pebatasan laut guna mencegah Israel terlibat perang lain.

Sikap Sheikh Naim Qassem ini mengandung sejumlah poin penting:

Pertama, Amerika Serikat mengetahui tekad muqawama untuk melawan kejahatan rezim Zionis termasuk kejahatan pendudukan wilayah Lebanon, dan menyadari bahwa Israel tidak akan berhasil meraih ambisi ekspansionisnya di Lebanon.

Kedua, Amerika meyakini bahwa di kondisi saat ini, rezim Zionis tidak memiliki kemampuan terlibat perang di front lain dan untuk mencegah sebuah kekalahan lebih besar, Washington menekan Tel Aviv untuk menerima kesepakatan penentuan batas laut.

Ketiga, Sheikh Naim Qassem melalui responnya ini berusaha menyampaikan pesan bahwa Lebanon tidak takut akan ancaman Benjamin Netanyahu untuk membatalkan kesepakatan perbatasan laut, dan kesepakatan ini cenderung dipicu oleh kebutuhan Israel.

Keempat, statemen Sheikh Naim Qassem ini memperjelas posisi Hizbullah di struktur kekuasaan Lebanon. Yang mendorong Amerika bersedia menjadi mediator antara Lebanon dan Israel adalah muqawama Lebanon dan ancaman Sekjen Hizbullah Sayid Hasan Nasrullah musim panas lalu terkait serangan potensial Israel ke perbatasan laut Lebanon. Menurut deputi sekjen Hizbullah, muqawama adalah tameng sejati bagi kekuatan Lebanon, dan oleh karena itu, musuh berusaha mengakhiri peran muqawama di Lebanon. (MF)