Mencermati Eskalasi Aksi Bunuh Diri di antara Tentara Zionis
-
Tentara Zionis
Koran Yediot Aharonot menulis, senjak awal tahun hingga kini tercatat 14 tentara rezim Zionis Israel bunuh diri, dan angka ini belum pernah terjadi dalam lima tahun terakhir.
Salah satu ancaman penting rezim Zionis Israel adalah ancaman di bidang tentara. Di antara kerentanan militer rezim Zionis adalah eskalasi tekanan psikologis di antara tentara mereka. Laporan terbaru media Zionis menunjukkan eskalasi jumlah tentara di angkatan darat rezim ini yang mengikuti sesi psikoterapi. Militer Zionis takut akan misi perang, dan misi ini menjadi mimpi buruk bagi mereka.
Kerentanan lainnya adalah beberapa tentara rezim ini juga melarikan diri dari dinas militer. "Amos Harel", seorang analis urusan militer surat kabar Haaret, menulis: "Pasukan darat Israel masih menderita masalah besar yang membuatnya menganggap perang darat sebagai mimpi buruk dan setiap kali berusaha menghindarinya karena takut akan korban dan kerugiannya."
Pada tahun 2020, surat kabar berbahasa Ibrani "Ma'ariv" mengumumkan dalam sebuah laporan bahwa jumlah tentara Israel yang mengundurkan diri dari ketentaraan karena masalah mental dan emosional meningkat 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dan jumlah tentara tersebut mencapai 4.500, sementara jumlah ini diumumkan sebanyak 3.500 orang pada tahun sebelumnya.
Seraya menyingging bahwa setengah dari tentara ini adalah Yahudi "Haredi" yang umumnya menentang wajib militer rezim Israel, surat kabar ini menulis bahwa "militer tidak dapat memahami alasan peningkatan masalah psikologis yang belum pernah terjadi sebelumnya di antara pasukannya."
Statistik dan pernyataan menunjukkan kebingungan total dalam pasukan rezim Zionis. Menurut penelitian baru, banyak anak muda di rezim Zionis mencoba melarikan diri dari wajib militer dengan cara apa pun yang memungkinkan. Pengecualian medis, psikologis dan agama meningkat di wilayah pendudukan. Menurut statistik tentara Zionis, sekitar setengah dari mereka yang memperoleh sertifikat pembebasan dari wajib militer tidak memiliki masalah dan melakukannya hanya untuk melarikan diri dari kewajiban ini.
Pada saat yang sama, masalah para tentara telah menyebabkan peningkatan kasus bunuh diri mereka. Televisi Aljazeera Qatar menulis dalam sebuah laporan tentang bunuh diri di antara tentara tentara Israel: "Sebuah penelitian menunjukkan bahwa banyak aksi bunuh diri di tentara Israel tidak terkait dengan gangguan mental, tetapi sebagian besar tentara yang melakukan bunuh diri mengkhawatirkan masa depan untuk waktu yang lama. Mereka menderita dan telah hidup dalam keputusasaan dan kebingungan yang ekstrim.” Data menunjukkan bahwa selama tahun 2020, terdapat 1.710 permintaan yang diajukan tentara untuk mendapat layanan kesehatan psikologis. Wajib militer di bawah bayang-bayang situasi keamanan di wilayah pendudukan Palestina dan fakta bahwa nyawa prajurit dan prajurit dalam bahaya juga dianggap sebagai salah satu faktor utama stres di antara mereka.
Ada banyak alasan mengenai tentara Israelyang lari dari dinas mereka, di antaranya adalah masalah finansial, kesenjangan sosial di dalam wilayah Palestina pendudukan, khususnya antara etnis Yahudi dan Arab, tekanan psikologis akibat perang berulang rezim ini serta terkuaknya ketidakmampuan rezim ini menghadapi faksi muqawama, keputusasaan akan masa depan serta perasaan keterasingan militer atas profesi ini. Laman Walla melaporkan, di tahun 2021, jumlah terntara Israel -dari etnis Arab yang menghadapi diskriminasi- terus berkurang, dan jumlah tentara yang lari dari dinas mereka juga meningkat. (MF)