Pemerintah Biden Terlibat dalam Kelanjutan Kejahatan Perang Zionis di Gaza
Serangan brutal rezim penjajah Zionis ke Jalur Gaza telah memasuki hari ke-83. Tentara rezim Zionis secara ekstensif membom dan menembaki kota Khan Yunis di selatan, Jabalia di utara dan Gaza di tengah.
Militer Zionis Israel mengumumkan bahwa jet-jet tempurnya membombardir 100 wilayah di selatan Jalur Gaza dalam 24 jam terakhir, menewaskan sedikitnya 200 orang dan melukai lebih dari 300 lainnya.
Pasukan Zionis menyerang berbagai wilayah di Tepi Barat dan menangkap sejumlah warga Palestina pada saat yang sama ketika mereka membombardir berbagai wilayah di Jalur Gaza pada Selasa (27/12/2023) pagi.
Jumlah syuhada di Gaza terus bertambah akibat gencarnya bombardir rezim Zionis, sehingga menurut pengumuman Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 20.674 warga Palestina menjadi syahid dan lebih dari 50.000 lainnya mengalami luka-luka.
Mereka yang selamat dari serangan tentara Zionis menghadapi situasi yang sangat mengerikan yang belum pernah terjadi di dunia dalam beberapa dekade terakhir.
Pada hari ke-82 perang, Dr. Ashraf al-Qedra, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Gaza, mengatakan, Gaza berada di puncak krisis kesehatan.
Menurut direktur kantor informasi pemerintah Hamas di Gaza, Lebih dari sembilan ribu korban jiwa terjadi karena kurangnya fasilitas medis, sementara ribuan truk yang membawa obat-obatan dan peralatan medis dibutuhkan setiap hari demi menghidupkan kembali sektor layanan kesehatan di Gaza, tapi bantuan yang sejauh ini masuk ke Gaza hanya mampu menutupi dua persen kebutuhan layanan kesehatan.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menulis dalam sebuah pesan di jejaring sosial X, Organisasi Kesehatan Dunia sangat prihatin dengan tekanan tak tertahankan yang ditimbulkan oleh meningkatnya ketegangan (di Jalur Gaza) terhadap beberapa rumah sakit yang aktif di Gaza.
Pada saat yang sama, sebagian besar sistem kesehatan telah hancur dan terpuruk. Rumah sakit menerima lebih banyak pasien daripada kapasitas tempat tidur dan staf, dan banyak dari mereka tidak mampu menunggu dan meninggal.
Serangan brutal rezim penjajah Zionis ke Jalur Gaza telah memasuki hari ke-83. Tentara rezim Zionis secara ekstensif membom dan menembaki kota Khan Yunis di selatan, Jabalia di utara dan Gaza di tengah.
Jima Connell, ketua tim afiliasi PBB yang telah ditempatkan di Gaza selama beberapa minggu mengatakan, Warga Palestina di Jalur Gaza sedang menghadapi permainan catur manusia, dengan ribuan orang berpindah dari satu sisi ke sisi lain. Tidak ada yang bisa menjamin kemana mereka pergi adalah aman.
Menurut statistik PBB, hampir 1,5 juta penduduk Jalur Gaza utara terpaksa pindah ke wilayah selatan.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza sebelumnya mengatakan bahwa Zionis Israel mengarahkan warga Gaza ke wilayah yang mereka klaim aman dan ternyata tempat-tempat tersebut menjadi wilayah pembunuhan massal.
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB belum mampu memenuhi tanggung jawabnya di Gaza karena AS menggunakan senjata hak veto.
Dalam kasus terakhir, Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi pada hari Jumat yang menyerukan peningkatan bantuan ke Gaza tanpa meminta gencatan senjata. Resolusi ini disetujui dengan 13 suara positif dan abstain dari Amerika Serikat dan Rusia.
Sebelumnya, Amerika Serikat memveto permintaan Rusia untuk memasukkan klausul “penghentian permusuhan segera dan abadi” dalam teks resolusi Dewan Keamanan.
Menurut Financial Times, pada awal operasi Badai Al-Aqsa, strategi Joe Biden adalah secara terbuka mendukung Benjamin Netanyahu dan pejabat lainnya, tapi secara diam-diam memperingatkan mereka untuk tidak melampaui batas.
Prosedur yang sama telah menyebabkan Kongres AS mengkritik Biden dan mengumumkan bahwa AS telah gagal menekan Netanyahu untuk merevisi taktiknya.
Dengan mengadopsi pendekatan seperti itu, Amerika Serikat dan pemerintahan Biden bukan hanya mencoreng citra global Partai Demokrat dan mempertanyakan doktrin-doktrin yang mereka nyatakan, tapi juga telah mengubah Amerika menjadi kaki tangan Zionis dan Netanyahu.(sl)