Abdul Malik, Ah Kamu Ini!
-
Imam Sajjad as
Pada tahun 75 Hq, Abdul Malik Marwan khalifah masa itu, mau pergi haji. Sebelum pergi haji, dia pergi ke masjid Nabi Saw dan berbicara kasar kepada masyarakat, “Aku adalah khalifah Muslimin dan aku akan melakukan ini dan itu...kemudian keluar dari Madinah menuju Mekah.
Ketika mengerjakan thawaf, Abdul Malik melihat Imam Sajjad as sedang mengerjakan thawaf juga. Abdul Malik berhenti dan memanggil Imam Sajjad dengan suara keras. Tapi dia tidak mendapatkan jawaban dari Imam Sajjad. Karena seperti biasanya, Imam Sajjad tenggelam dalam ibadah.
Ketidakpedulian Imam Sajjad membuat Abdul Malik marah. Dia berpikir Imam Sajjad bakal datang menemuinya untuk meminta maaf. Tapi berbeda dari apa yang dipikirkannya, setelah mengerjakan thawaf, Imam Sajjad menuju pintu keluar. Pada saat itu khalifah memerintahkan orang dekatnya untuk memanggil dan membawa Imam Sajjad kepadanya. Ketika Imam Sajjad sampai pada khalifah, Abdul Malik berkata, “Hai Ali bin Husein! Aku bukan pembunuh ayahmu. Sikap apakah yang engkau lakukan ini?!”
Imam Sajjad berkata, “Abdul Malik! Ketahuilah bahwa para pembunuh ayahku dari satu sisi dalam kehidupan duniawi telah mengalami kesengsaraan dan mendapatkan balasan ilahi dan dari sisi lain tidak akan mendapatkan kebaikan dan keberuntungan di akhirat. Sekarang, bila engkau ingin mendapatkan kondisi seperti ini, maka lakukanlah sesuka hatimu.”
Abdul Malik berpikir sejenak dan berkata, “Aku tidak akan mengerjakan yang demikian. Tapi engkau juga harus datang kepadaku dan bila ada keperluan, maka sampaikanlah supaya aku kerjakan.”
Namun Imam Sajjad menyampaikan kata-kata akhir padanya, “Hai Abdul Malik! Ah kamu ini! Kita sekarang berada di rumah Allah. Dan jangan meminta hajat pada siapapun selain kepada-Nya.”
Abdul Malik mengerutkan wajahnya dan mengulangi lagi ucapannya, namun Imam Sajjad tidak menjawabnya, kemudian pergi menuju Ka’bah seraya berkata, “Ya Allah! Para penguasa telah menutup pintu istananya di hadapan masyarakat dan memilih para penjaga untuk menjaga dirinya. Namun pintu rahmat-Mu terbuka untuk semuanya dan Engkau tidak akan menolak orang-orang yang punya hajat...”
Mengajar Tata Krama Pada Lelaki Kurang Ajar
Ketika Imam Sajjad berjalan di salah satu gang Madinah, seorang lelaki kurang ajar mencaci maki beliau. melihat kejadian ini, masyarakat marah pada lelaki kurang ajar ini dan menyerangnya. Namun Imam Sajjad menghalangi mereka dan menghadap ke arah lelaki kurang ajar itu seraya berkata, “Syukur pada Allah, karena Dia menghukumi tidak seperti hamba-hamba-Nya dan Dia lebih tahu kebenaran ada pada siapa. Hai Lelaki! Engkau mengucapkan kata-kata yang tidak ada pada kami. Tapi bila kamu punya keperluan dan keinginan, maka aku akan memenuhinya, supaya aku balas perbuatan burukmu dengan kebaikan.”
Lelaki itu menundukkan kepala karena malu dan tidak mengatakan apa-apa. Imam melihat penyesalannya. Oleh karena itu beliau melepaskan jubahnya dan memasangnya di pundak lelaki itu, juga memberikan uang kepadanya. Setelah kejadian ini, setiap kali lelaki ini melihat Imam Sajjad, dia berkata, “Demi Allah! Engkau adalah putra Rasulullah Saw dan akhlakmu seperti akhlaknya.”
Safar Akhirat
Malam yang dingin dan hujan. Imam Ali bin Husein sedang memanggul karung sambil membaca zikir. Beliau berjalan pelan-pelan. Karung yang dipanggulnya tampak berat dan sulit baginya. Zuhri salah satu warga Madinah segera menyusulnya dan berkata, “Wahai Putra Rasulullah! mengangkat karung ini buat Anda sulit. Apa yang ada di dalamnya?!”
Imam menjawab, “Aku ingin pergi dan untuk kepergian itu aku sedang menyiapkan bekalnya.”
Zuhri berkata, “Izinkan pembantuku menolong Anda. Karena kedudukan Anda jauh lebih tinggi dari hanya sekedar mengangkat barang yang berat ini.”
Imam berkata, “Tapi menurutku tidak demikian. Kedudukanku tidak lebih dari hanya sekedar mengangkat sebuah barang yang menyelamatkan aku dari kebinasaan dan mengarahkanku pada tujuan yang baik.”
Zuhri pamitan pada Imam Sajjad dan pergi. Namun beberapa hari berikutnya dia kembali melihat Imam Sajjad dan berkata, “Malam itu Anda bila mau bepergian. Namun kelihatannya Anda tidak jadi pergi.”
Imam Sajjad berkata, “Hai Zuhri! Maksudku dari safar adalah safar akhirat dan aku sedang bersiap-siap. Kesiapan untuk safar itu juga hanya dengan menjauhi hal-hal yang haram dan berusaha di jalan kebaikan.”
Ini Juga Ikannya Yunus!
Hai Ali bin Husein! Aku mendengar engkau mengklaim bahwa Nabi Yunus menderita di dalam perut ikan karena tidak menerima wilayah ayahmu Ali bin Abi Thalib.”
Imam Sajjad memandang Abdullah bin Umar sejenak, kemudian berkata, “Engkau ragu?!”
Abdullah berkata, “Engkau punya dalil?”
Imam memanggil budaknya dan meminta dua sapu tangan darinya. Sang budak memberikan dua sapu tangan itu. Imam Sajjad berkata, “Ikatkan salah satu sapu tangan itu untuk menutupi mata Abdullah dan yang satunya kau ikatkan pada kepalamu untuk menutupi matamu!”
Muhammad [budak Imam] mengerjakan perintah Imam Sajjad. Imam membaca zikir pelan-pelan kemudian memerintahkan keduanya untuk membuka sapu tangan itu. Ketika sapu tangan itu dibuka dari kepala mereka, mereka tahu bahwa sedang duduk di atas karpet di tepi pantai. Kemudian Imam Sajjad mengucapkan zikir pelan-pelan. Pada saat itu beberapa ikan keluar dari laut. Di antara ikan-ikan itu ada ikan yang sangat besar. Imam Sajjad bertanya kepada ikan itu, “Siapakah namamu? Ikan menjawab, “Namaku adalah Nun.”
Imam Sajjad berkata, “Apa dalilnya Nabi Yunus ditahan di dalam perutmu?”
Ikan berkata, “Karena wilayah ayahmu disampaikan kepadanya, tapi dia tidak menerima.”
Pada saat itu Imam Sajjad berkata kepada Abdullah, “Apakah engkau melihat dan mendengar?”
Abdullah berkata, “Iya. dengan mataku aku melihat dan dengan telingaku aku mendengar.”
Imam Sajjad kembali memerintahkan untuk mengikatkan sapu tangan itu di kepala mereka. tidak lama kemudian mereka membuka sapu tangan itu atas perintah Imam Sajjad dan melihat diri mereka di tempat sebelumnya. (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Sajjad as