Gejolak di Parlemen Kurdistan Pasca Referendum
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i45203-gejolak_di_parlemen_kurdistan_pasca_referendum
Parlemen wilayah Kurdistan, Irak mengumumkan penentangannya atas seluruh keputusan Parlemen pusat Irak dan hal itu menimbulkan gejolak di tengah Parlemen Kurdistan sendiri.
(last modified 2025-10-26T09:26:55+00:00 )
Okt 01, 2017 18:12 Asia/Jakarta

Parlemen wilayah Kurdistan, Irak mengumumkan penentangannya atas seluruh keputusan Parlemen pusat Irak dan hal itu menimbulkan gejolak di tengah Parlemen Kurdistan sendiri.

Parlemen Kurdistan, Irak dalam sidang terbarunya menentang seluruh keputusan Parlemen pusat Irak yang dikeluarkan pasca referendum pemisahan diri wilayah itu. Pada saat yang sama, Parlemen Kurdistan memerintahkan seluruh lembaga dan instansi pemerintah wilayah itu untuk menjalankan hasil referendum.

Pasca penyelenggaraan referendum pemisahan diri wilayah Kurdistan dari Irak, pejabat, tokoh dan instansi pemerintah Irak menunjukkan reaksi atas referendum tersebut. Salah satu lembaga pemerintah Irak yang mereaksi keras referendum ini adalah parlemen.

Parlemen Irak dalam keputusannya meminta pemerintah pusat Baghdad untuk menempatkan aparat keamanan negara itu di wilayah-wilayah sengketa dengan Kurdistan termasuk Kirkuk. Selain itu, Parlemen Irak mendesak agar Masoud Barzani, Pemimpin wilayah Kurdistan, Irak diseret ke pengadilan karena telah menyelenggarakan referendum pemisahan diri ilegal. Lebih dari itu lembaga legislatif Irak meminta agar seluruh perbatasan Irak dengan Kurdistan ditutup.

Parlemen Kurdistan, Irak menentang seluruh keputusan Parlemen pusat Irak sehingga menimbulkan semacam konfrontasi antarparlemen di negara itu. Parlemen Kurdistan sepertinya tengah menjalankan sebuah skenario untuk mencapai tujuannya.

Sementara ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, pertama, sepanjang empat tahun usianya, Parlemen Kurdistan hanya dua tahun aktif dan dua tahun terakhir tidak aktif. Beberapa hari lalu lembaga itu memulai kembali aktivitasnya sebelum penyelenggaraan referendum pemisahan diri Kurdistan dari Irak.

Dengan kata lain, suara Parlemen Kurdistan terkait penyelenggaraan referendum pemisahan diri, semata-mata adalah suara formalitas. Pasalnya tiga bulan sebelum dikeluarkannya keputusan Parlemen Kurdistan soal referendum pemisahan diri, Masoud Barzani sudah menetapkan tanggal penyelenggaraan referendum tersebut.

Kedua, Parlemen Kurdistan dilanda gejolak dalam aktivitasnya, karena parlemen ini beroperasi tanpa pemimpin, dan Yusuf Muhammad, Ketua Parlemen Kurdistan secara tidak sah dicopot oleh Masoud Barzani sendiri pada tahun 2015 lalu.

Ketiga, Parlemen Kurdistan berubah menjadi sebuah lembaga formalitas dan semata-mata berdiri hanya untuk mengesahkan perintah Masoud Barzani dan pemerintah lokal Kurdistan, Irak, dengan begitu telah kehilangan profesionalitasnya. Situasi ini menyebabkan masalah semacam pembagian kekuasaan di wilayah Kurdistan yang parlemen merupakan salah satu asasnya, menjadi tidak bermakna sama sekali.

Oleh karena itu, Fakhruddin Qadir, Sekretaris Parlemen Kurdistan, Irak mengundurkan diri untuk memprotes pelaksanaan pertemuan-pertemuan parlemen tanpa pemimpin dan sekretaris sehingga menghilangkan peran pengawasan lembaga ini.

Dengan memperhatikan kondisi ini, kita harus mencermati keputusan Parlemen Kurdistan menolak untuk mematuhi keputusan-keputusan Parlemen pusat Irak dan desakannya untuk menjalankan hasil referendum pada dua poin penting ini.

Pertama, aktivitas Parlemen Kurdistan dalam beberapa hari ini berputar pada masalah etnis. Kedua, anggota Parlemen Kurdistan sedang bermain, meskipun tidak tegas dan sekedar formalitas, agar bisa hadir di parlemen mendatang dan tidak mengulang nasib yang sama di parlemen sekarang. (HS)