Ketika Emir Qatar Tetap Mengkritik Intervensi Arab Saudi
-
Syeikh Tamim bin Hamad Al Thani, Emir Qatar
Emir Qatar dalam kunjungannya ke Italia dan selama pertemuan dengan presiden negara ini kembali menunjuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mengintervensi urusan internal Qatar, kemudian menyebut sikap Riyadh tidak mencampuri dalam urusan internal Qatar sebagai satu-satunya cara untuk mengakhiri perselisihan dalam Dewan Kerjasama Teluk Persia (PGCC).
Berbeda dengan negara-negara seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, negara Qatar sangat menekankan independensi kebijakan luar negeri, khususnya mandiri dari Arab Saudi. Sementara itu, Arab Saudi melihat dirinya sebagai "saudara tua" dalam hubungannya dengan negara kecil seperti Qatar dan melakukan campur tangan dalam urusan internal dan kebijakan luar negeri. Konflik kepentingan antara independensi Qatar dan intervensif Arab Saudi faktor munculnya ketegangan dalam hubungan antara kedua negara dan pemutusan hubungan diplomatik mereka sejak Juni 2017. Sementara itu, dua negara Bahrain dan UEA telah memutuskan hubungan mereka dengan Doha sejalan dengan kebijakan Riyadh.
Ketegangan ini merugikan Arab Saudi. Karena di satu sisi, klaim kepemimpinan Arab Saudi di kawasan tergerus setelah Qatar menekankan independensi dan kedaulatannya. Di sisi lain, pola perilaku Qatar ini dapat menyebabkan "penyebaran" di antara negara-negara Arab lainnya dan negara-negara ini akan mengambil sikap menentang Arab Saudi, sebagaimana pemerintah Kuwait telah mengambil pendekatan semacam itu.
Pemerintah Qatar telah memenangkan ketegangan ini dengan Arab Saudi. Karena pertama, Qatar membuktikan bahwa ia tidak akan mengkomersialkan independensinya dengan Arab Saudi dan bahkan menekankan, sekalipun diembargo, kepada Arab Saudi dan sekutunya agar menghormati kedaulatan dan independensi kebijakan luar negerinya. Kedua, ada berbagai masalah yang dimanfaatkan Qatar sebagai kesempatan untuk membebaskan diri dari ketegangan ini dan juga untuk memperkuat posisinya.
Dalam nada yang sama, pemerintah Qatar juga dapat disebut sebagai pemenang atas kasus pembunuhan Jamal Khashoggi yang dilakukan Arab Saudi. Karena di satu sisi, tantangan ini menyoroti perilaku irasional Arab Saudi dalam kebijakan domestik dan luar negeri, termasuk memblokade Qatar dan di sisi lain, Turki memanfaatkan kasus pembunuhan Khashoggi untuk menekan Arab Saudi mengakhiri blokade Doha.
Sekaitan dengan hal ini, Lolwah al-Khater, Jurubicara Kementerian Luar Negeri Qatar ketika mereaksi pembunuhan Khashoggi menjelaskan harapannya bahwa pembunuhan Khashoggi sebagai alarm bahaya bagi semua seraya mengatakan, "Qatar mempercayai penyelidikan yang dilakukan Turki."
Sejatinya, Jubir Kemenlu Qatar dengan tanggapannya telah mendorong opini publik terhadap kejahatan Arab Saudi dan, di sisi lain telah mendukung pendekatan Turki ke Arab Saudi serta menunjukkan dalam beberapa cara bahwa Qatar terus menolak pendekatan Riyadh.
Dapat dikatakan bahwa pembunuhan Khashoggi oleh pasukan keamanan Saudi telah memperkuat posisi Qatar terhadap Arab Saudi. Penekanan tegas Syeikh Tamim bin Hamad Al Thani akan masalah ini, dimana syarat pengurangan ketegangan atau berakhirnya ketegangan di Dewan Kerjasama Teluk Persia adalah Arab Saudi menghentikan aksi internvensinya dalam urusan internaal Qatar dan menghormati kedaulatan Doha. Hal ini menunjukkan Qatar memanfaatkan kejahatan yang dilakukan Saudi sebagai kesempatan untuk mempertanyakan kebijakan Arab Saudi.