Unjuk Rasa di Irak dan Peran Asing Ciptakan Kerusuhan
(last modified Tue, 08 Oct 2019 08:48:20 GMT )
Okt 08, 2019 15:48 Asia/Jakarta

Unjuk rasa di beberapa kota di Irak termasuk di Baghdad, ibu kota negara ini meletus pada hari Senin, 30 September 2019.

Demonstrasi untuk memprotes pengangguran, korupsi dan persoalan ekonomi lainnya itu berakhir ricuh dan menyebabkan puluhan orang tewas dan terluka.

Bukti-bukti ditemukan bahwa unjuk rasa itu bukan terjadi secara spontan, namun ada pihak-pihak asing yang berperan atas meletusnya kerusuhan di Irak.

79% dari Hashtag (tagar) di Twitter terkait protes di Irak berasal dari Arab Saudi dan hanya 6% berasal dari Irak, di mana ini sangat berbeda dengan klaim bahwa demonstrasi akhir-akhir ini spontan.

Waktu dimulainya protes yang menjelang Pawai Besar Arbain membangkitkan kecurigaan, sebab temuan baru menunjukkan bahwa Arab Saudi beralih ke ruang cyber untuk merangsang publik melalui media sosial.

Hanya 6% dari seruan untuk demonstrasi jalanan berasal dari Irak, sementara yang dominan dari Arab Saudi di mana hampir 80% dari konten media sosial dirancang dan diposting.

Ini bukan hal baru bahwa Arab Saudi menggunakan puluhan bot Twitter yang tugasnya dalam skala besar adalah mengajak demonstran bergabung dalam aksi demonstrasi jalanan.

Bahkan volume tagar yang dikirim dari Kuwait lebih besar dari Irak, 7% tweet pro-demonstran berasal dari negara kecil di selatan Irak itu. UEA, Mesir, dan AS adalah negara-negara lain yang menciptakan tweet yang mempromosikan protes anti-pemerintah di Irak.

Terkait kerusuhan terbaru, Perdana Menteri Irak, Adel Abdul Mahdi menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga stabilitas nasional yang sedang diganggu dari luar.

"Keamanan yang terganggu akan menghancurkan seluruh negara. Menjaga 'rumah besar' ini tanggung jawab kita semua," ujar PM Irak hari Jumat (4/10/2019).

Dalam pidato yang disampaikan kepada rakyat Irak melalui siaran televisi nasional negara ini, Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengungkapkan supaya masyarakat tidak memperhatikan plot sebagian pihak yang berusaha mengembalikan militerisme di negaranya.

"Periode ilusi ini sudah berakhir, dan kita telah membayar mahal ilusi ini dengan darah dan harta kita semua, kini saatnya membangun masa depan kita," ujar Adel Abdul Mahdi.

PM Irak mengungkapkan, berdasarkan rencana pemerintahan baru, setiap keluarga yang tidak memiliki penghasilan yang cukup akan diberi gaji bulanan untuk memenuhi mendasar setiap keluarga Irak.

Adel Abdul Mahdi juga meminta pemrotes menghormati hukum, karena menjaga keamanan dan stabilitas nasional berada di atas kepentingan pribadi maupun golongan. (RA)

Tags