Meningkatnya Ancaman Regenerasi Daesh di Irak
-
Amerika Serikat penggagas terbentuknya Daesh (ISIS)
Ketika ketidakamanan dan ketidakstabilan di Irak sekali lagi meningkat, PBB dalam laporan terbarunya mengatakan bahwa Daesh (ISIS) telah berhasil mengerahkan pasukan di Irak dan Suriah.
Kelompok teroris Daesh diakui oleh presiden AS saat ini dan mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton bahwa negara Amerika Serikat yang membentuknya.
Daesh memasuki Irak pada Juni 2014 setelah pengkhianatan beberapa elemen dalam negeri dan dukungan dari sejumlah negara asing, dan berhasil menguasai sepertiga dari geografi negara ini.
Pemimpin Daesh saat itu, Abu Bakar al-Baghdadi, mengklaim akan menciptakan kekhalifahan Islam dalam geografi Irak dan negara-negara lain yang dekat dengan Irak.
Namun, Daesh menderita kekalahan besar di negara itu setelah empat tahun perjuangan tentara Irak dan al-Hashd al-Sha'abi, serta dukungan Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) yang dipimpin oleh Syahid Qassem Solaemani dan secara resmi mengumumkan pembebasan Irak dari pendudukan kelompok teroris Daesh pada bulan Desember 2017.
Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai tokoh telah memperingatkan bahaya Daesh kembali hidup di Irak.
Peringatan-peringatan ini semakin bertambah, terutama setelah Daesh melakukan sejumlah pergerakan di berbagai bagian Irak.
Ketidakamanan dan kekerasan meluas yang terjadi di bulan-bulan terakhir yang berujung pada pengunduran diri Adil Abdul-Mahdi, Perdana Menteri Irak dan instabilitas politik di negara ini, memberikan ruang yang diperlukan bagi kebangkitan Daesh di Irak.
Dalam situasi ini, dan dengan meningkatnya mobilitas Daesh, al-Hashd al-Shaabi melancarkan operasi baru untuk memerangi kelompok teroris ini dan mencegah kebangkitannya kembali di Irak, dan pada beberapa kesempatan berhasil mendaratkan pukulan keras terhadap kelompok teroris tersebut.
Letjen Syahid Qassem Solaemani juga mengumumkan kesiapan untuk membantu Irak, seperti yang dilakukan pada tahun 2014-2018, termasuk al-Hashad al-Shaabi, yang merupakan bagian dari struktur keamanan resmi negara itu.
Salah satu tujuan dari kunjungan Qassem Solaemani pada Januari 2020 ke Irak dikatakan untuk membantu negara ini menghadapi kembalinya Daesh, tetapi pemerintah teroris AS telah menggugursyahidkan Qassem Solaemani pada 3 Januari, bersama dengan Abu Mahdi al-Muhandis, wakil ketua al-Hashd al-Shaabi dan delapan orang lainnya.
Setelah serangan teroris AS, banyak analis memperingatkan tentang peningkatan risiko kebangkitan Daesh di Irak, dan menyebut kejahatan pemerintah Trump sebagai kesalahan strategis.
Satu bulan setelah kejahatan, PBB mengatakan dalam sebuah laporan Senin kemarin, 3 Februari bahwa Daesh telah berhasil menyusun kembali pasukannya dan sekarang akan kembali ke Suriah dan Irak.
Baqir Jabr al-Zubeidi, seorang pemimpin Majelis Tinggi Islam Irak juga memperingatkan para pejabat keamanan Irak tentang risiko Daesh dibangun kembali, dengan mengatakan, "2.000 anggota Daesh bergerak melintasi perbatasan Suriah dan daerah-daerah yang berada di bawah kontrol Pasukan Demokratik Suriah menuju daerah-daerah kota di selatan Mosul."
Sekaitan dengan hal ini, kelompok teroris Daesh hari Minggu lalu menyerang kamp warga Kurdi di selatan Mosul.