Gencatan Senjata di Yaman dan Inkonsistensi Saudi
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i80281-gencatan_senjata_di_yaman_dan_inkonsistensi_saudi
Arab Saudi telah mengumumkan gencatan senjata selama dua pekan di Yaman, namun tak lama setelah itu, rezim Al Saud melanggar perjanjian tersebut.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Apr 10, 2020 16:34 Asia/Jakarta
  • Serangan udara Arab Saudi ke Yaman.
    Serangan udara Arab Saudi ke Yaman.

Arab Saudi telah mengumumkan gencatan senjata selama dua pekan di Yaman, namun tak lama setelah itu, rezim Al Saud melanggar perjanjian tersebut.

Setelah virus Corona, COVID-19 menyebar ke berbagai negara dunia, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengusulkan agar semua perang dan konflik di dunia dihentikan.  

Salah satu perang terpenting dunia saat ini adalah agresi militer koalisi pimpinan Arab Saudi ke Yaman yang telah menciptakan tragedi kemanusian terbesar di dunia, di mana 22 juta dari 24 juta warga Yaman memerlukan bantuan kemanusiaan.

Pemerintah Penyelamatan Nasional Yaman yang terdiri dari Ansarullah dan afiliasinya menyambut usulan Sekjen PBB. Arab Saudi juga menyepakati usulan Guterres itu.

Juru bicara pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi Turki al-Maliki pada Kamis dini hari, 9 April 2020 mengumumkan gencatan senjata di Yaman.

"Gencatan senjata ini akan berlangsung selama dua pekan dan setelah itu bisa diperpanjang," ujarnya.

Ini bukan pertama kalinya Arab Saudi menyetujui gencatan senjata dalam agresi militernya ke Yaman selama lima tahun terakhir ini. Kesepakatan pada Desember 2018 di Stockholm merupakan perjanjian gencatan senjata sebelum ini, dan kesepakatan ini berlangsung di bawah pantauan PBB.

Berdasarkan perjanjian tersebut, gencatan senjata diberlakukan di al-Hudaydah yang menjadi jalur 70 persen impor Yaman melalui pelabuhan di provinsi ini. Namun Arab Saudi tidak mematuhi perjanjian itu, dan militer rezim Al Saud dan sekutunya telah berulang kali membombardir Provinsi al-Hudaydah.

Sejak diberlakukan gencatan senjata di Provinsi al-Hudaydah pada Desember 2018, pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi telah lebih dari 55.000 kali melanggar perjanjian itu dan menyebabkan lebih dari 5.000 warga Yaman tewas dan terluka.

Jaringan televisi al-Masirah mengutip sumber-sumber militer Yaman menyebutkan bahwa pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi pada bulan Maret lalu telah melanggar gencatan senjata di Provinsi al-Hudaydah sebanyak 4.428 kali.

Al Saud adalah rezim yang tidak pernah komitmen terhadap perjanjian-perjanjian yang telah disepakatinya. Arab Saudi menerima gencatan senjata di Yaman, namun pada praktiknya, negara itu terus menyerang negara tetangganya.

Juru biara Angkatan Bersenjata Yaman Brigadir Jenderal Yahya Saree baru-baru ini membantah klaim pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi yang mengatakan bahwa mereka telah menghentikan serangan ke Yaman sejak gencatan senjata diberlakukan.

Saree mengatakan, pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi telah membombardir berbagai wilayah di Yaman sejak diumumkan gencatan senjata.

Di sisi lain, Gerakan Rakyat Yaman, Ansarullah mengumumkan bahwa pasukan koalisi agresor telah menyita 14 kapal pengangkut produk minyak dan tiga kapal pembawa bahan makanan di Djibouti, padahal kapal-kapal tersebut telah mengantongi izin internasional untuk mengangkut barang-barang itu ke Yaman.

Tampaknya, gencatan senjata hanya sebuah taktik Arab Saudi untuk mengurangi serangan balasan Yaman, namun serangan pasukan koalisinya tetap berlanjut.

Dalam kondisi saat ini, Arab Saudi memerlukan taktik licik agar bisa melanjutkan serangan militernya ke Yaman. Sebab, Riyadh dalam perang di Yaman berada di bawah tekanan, dan tekanan terbesar muncul dari keberhasilan rakyat Yaman dalam melawan dan mematahkan serangan-serangan pasukan koalisi.  

Selain itu, jika Arab Saudi tidak menyetujui usulan Sekjen PBB untuk memberlakukan gencatan senjata, maka kerajaan ini akan mendapat tekanan opini publik, dan ambisi perang dan upaya untuk menduduki Yaman akan semakin tampak di mata dunia internasional.

Mohammad al-Bukhaiti, anggota Dewan Tinggi Politik Ansarullah Yaman mengatakan, Arab Saudi berulang kali mengumumkan akan mengakhiri operasi militer di Yaman, namun faktanya, serangan pasukan koalisi berlanjut.

Dia menambahkan, jika blokade terhadap Yaman tidak dicabut, maka gencatan senjata hanya sebuah taktik agar Riyadh bisa menyusun kekuatannya supaya bisa mengkompensasi kerugian-kerugian yang dialaminya.

Gencatan senjata akan menjadi kenyataan apabila Arab Saudi mencabut seluruh blokadenya terhadap Yaman, sebab, tujuan utama dari gencatan senjata itu adalah agar bantuan kemanusiaan bisa masuk, terutama bantuan yang diperlukan untuk menghadapi penularan COVID-19.

Arab Saudi sekarang juga sedang menghadapi penyebaran COVID-19, bahkan sebanyak 150 bangsawan kerajaan ini dilaporkan tertular virus corona. Keluarga kerajaan Arab Saudi diperkirakan memiliki sekitar 15.000 anggota.

Di antara yang terkonfirmasi positif COVID-19 adalah Emir (Gubernur) Riyadh Pangeran Faisal bin Bandar bin Abdulaziz Al Saud, dan dia sekarang dalam perawatan intensif. Sementara itu, Raja Salman, 84 tahun, dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) telah mengasingkan diri untuk menghindari virus Corona. Raja Salman (84) mengasingkan diri di sebuah istana pulau dekat kota Jeddah di Laut Merah. (RA)