Dunia Arab; Memilih Palestina atau Israel ?
-
pertemuan Beirut
Sidang Liga Arab digelar di saat sikap lembaga itu, dan Dewan Kerjasama Teluk Persia, PGCC soal normalisasi hubungan Uni Emirat Arab dan rezim Zionis Israel, membuktikan kegagalan pengalaman organisasi di Dunia Arab.
Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman keorganisasian Dunia Arab masih dangkal, dan lembaga-lembaga Dunia Arab secara praktis gagal memainkan peran signifikan untuk menjamin kepentingan negara-negara anggota termasuk Palestina.
Pasca dicapainya kesepakatan normalisasi hubungan UEA dan Israel yang dikenal sebagai Kesepakatan Abraham, kelompok-kelompok Palestina, dan Ororita Ramallah Palestina mengambil sikap yang sama dalam mengecam kesepakatan ini, dan menekankan perlawanan bersenjata.
Sikap bersama ini kentara jelas dalam pertemuan petinggi 14 kelompok perlawanan Palestina di Beirut, Lebanon, Kamis (3/9/2020).
Pada saat yang sama Otorita Ramallah meminta Liga Arab untuk menggelar pertemuan luar biasa terkait Kesepakatan Abraham, namun permintaan Palestina ini ditolak Liga Arab dengan alasan masalah ini akan dibahas dalam pertemuan rutin pada September 2020.
Sidang Liga Arab hari Rabu (9/9) digelar di saat sikap reaksioner organisasi-organisasi Arab terkait Kesepakatan Abraham telah berubah menjadi sikap anti-Palestina.
Sehubungan dengan hal ini Sekjen Dewan Kerjasama Teluk Persia, PGCC, Nayef Al Hajraf yang organisasinya sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun terkait Kesepakatan Abraham, bahkan secara tidak langsung mendukungnya, hari Senin lalu mengklaim beberapa peserta pertemuan Beirut melakukan ancaman dan provokasi. Oleh karena itu Pemimpin Otorita Ramallah Mahmoud Abbas harus meminta maaf.
Meski tokoh dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina tidak bereaksi atas statemen Sekjen PGCC ini, namun pernyataan itu dari satu sisi menunjukkan bahwa sikap dukungan terhadap Palestina dipastikan tidak akan diambil dalam sidang Liga Arab, dari sisi lain Otorita Ramallah bersikap lemah, dan berbalik menentang sikap bersama pertemuan Beirut terkait perlawanan bersenjata.
Perwakilan Palestina sudah mempersiapkan draf yang akan diajukan dalam sidang Liga Arab hari Rabu (9/9). Draf ini meliputi protes Palestina atas negara-negara Arab yang mundur, dan tidak mengajukan permintaan untuk mengecam UEA atau menindak negara ini karena berdamai dengan Israel.
Padahal sebelumnya Otorita Ramallah menganggap kesepakatan UEA dan Israel sebagai pengkhianatan, dan menikam bangsa Palestina dari belakang.
Sikap lembaga-lembaga Arab terkait Kesepakatan Abraham, dan reaksi Otorita Ramallah dalam hal ini membawa dua pesan penting.
Pertama, pecundang asli dalam Kesepakatan Abraham adalah Otorita Ramallah, pasalnya kesepakatan ini menunjukkan bahwa strategi Otorita Ramallah berdiri di atas rekonsiliasi, negosiasi dan kerja sama keamanan dengan Israel, secara praktis telah gagal.
Sikap ini ditekankan dalam pertemuan Beirut, dan hasil dari srategi rekonsiliasi Otorita Ramallah adalah kesepakatan normalisasi hubungan UEA dan Israel yang disebut oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai "perdamaian untuk perdamaian" artinya bukan saja tidak ada satupun wilayah pendudukan yang berhasil dibebaskan, bahkan Israel dipastikan bisa menggabungkan 30 persen wilayah Tepi Barat.
Kedua, Kesepakatan Abraham secara langsung menyasar masalah terpenting Dunia Arab yaitu Palestina, namun sikap lembaga-lembaga Arab terutama Liga Arab dan PGCC menunjukkan bahwa mereka tidak menjamin kepentingan negara-negara anggota, sebaliknya hanya sebagai alat Arab Saudi dan sekutunya termasuk UEA dan Bahrain.
Dapat dikatakan bahwa Kesepakatan Abraham telah membuktikan secara resmi kegagalan pengalaman organisasi di Dunia Arab. (HS)