Sep 24, 2022 20:34 Asia/Jakarta
  • Unjuk rasa di AS.
    Unjuk rasa di AS.

Perkembangan dan berita di Amerika Serikat selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting di antaranya memburuknya ekonomi Amerika Serikat.

Hasil survei terbaru di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebagian besar orang Amerika tidak puas dengan keadaan ekonomi negaranya.

Berdasarkan survei bersama yang dilakukan oleh Associated Press dan NORC menunjukkan hanya sekitar 29 persen orang dewasa Amerika mengatakan bahwa keadaan ekonomi negara mereka baik, dan 71 persen mengatakan bahwa ekonomi negaranya lemah.

Dalam survei ini, juga ditemukan bahwa hanya 27 persen orang Amerika yang setuju dengan tindakan ekonomi dan politik pemerintahan Presiden Joe Biden, dan 72 perseb mengatakan bahwa pendekatan dan jalan yang diambil pemerintah AS salah arah.

Survei ini juga mengumumkan bahwa popularitas Biden saat ini telah meningkat secara signifikan dari level terendah pada musim panas 2022, tetapi ada serangkaian kekhawatiran tentang penanganannya terhadap situasi ekonomi nasional.

Dalam survei ini juga diumumkan hanya 38 persen responden yang menyetujui penanganan Biden terhadap situasi ekonomi negaranya, dan 53 persen menolak tren ini.

Menurut jajak pendapat, mayoritas orang Amerika lebih peduli tentang masalah dalam negeri daripada masalah kebijakan luar negeri. Lima masalah utama yang menjadi perhatian termasuk tingkat inflasi, yang mencapai 8,3 persen pada Agustus, keadaan ekonomi dan lapangan pekerjaan, pengendalian senjata, tingkat aborsi, dan kenaikan harga bensin.

Survei ini dilakukan terhadap 1.054 orang dewasa Amerika pada tanggal 9 hingga 12 September 2022.

Pentagon: Ancaman Nuklir Rusia tidak akan Cegah Bantuan Militer AS ke Ukraina

Departemen Pertahanan AS (Pentagon) menyatakan, ancaman nuklir oleh presiden Rusia tidak akan menghalangi bantuan militer AS kepada Ukraina.

Presiden Rusia, Vladimir Putin Rabu (21/9/2022) lalu di sebuah pidato televisi seraya menyatakan mobilisasi ratusan ribu pasukan cadangan untuk dilibatkan di perang Ukraina, juga mengkonfirmasi potensi penggunaan senjata nuklir.

Seperti dilaporkan IRNA, Jubir Pentagon, Patrick S. Ryder Kamis (22/9/2022) kepada wartawan mengklaim, statemen dan pengumuman Rusia tidak akan berpengaruh pada berlanjutnya janji Amerika untuk kerja sama dekat dengan mitra internasional dan sekutunya terkait jaminan dan dukungan yang dibutuhkan Ukraina di perang dan membela negaranya.

Ryder mengatakan bahwa petinggi Amerika Serikat tetap fokus menjalin komunikasi dengan sejawat, sekutu dan mitranya dari Ukraina terkait hal-hal yang dibutuhkan, dan pidato Putin tidak akan berdampak pada hubungan ini.

Amerika Serikat sampai saat ini telah mengirim sistem rudal canggih, drone, kendaraan dan amunisi kepada Ukraina.

Perang Ukraina dengan seluruh dampak politik, ekonomi, militer dan sosial serta budayanya telah memasuki bulan ketujuh, dan pengiriman senjata oleh negara-negara Barat kepada Ukraina masih terus berlanjut.

Negara-negara Eropa dan Barat, khususnya Amerika Serikat dengan meningkatkan sanksi terhadap Federasi Rusia dan pengiriman berbagai senjata ringan dan berat kepada Kiev, bukan saja tidak berusaha mengakhiri perang di negara ini, bahkan mengobarkan lebih besar konfrontasi dan perang di Ukraina.

Rusia berulang kali mengatakan bahwa pengiriman senjata Barat ke Ukraina hanya akan membuat perang berlarut-larut dan menimbulkan dampak yang tidak dapat diprediksi.

Biden Ancam Jatuhkan Lebih Banyak Sanksi terhadap Rusia

Presiden AS Joe Biden mengancam akan menjatuhkan sanksi lebih besar dari saat ini, Jika Rusia mencaplok wilayah baru Ukraina.

Presiden AS, Joe Biden hari Jumat (23/9/2022) menyebut rencana Rusia untuk mengadakan referendum di Ukraina sebagai rekayasa palsu, dan mengatakan, "Tindakan ini adalah dalih palsu untuk mencaplok sebagian wilayah Ukraina dan menggabungkannya dengan Federasi Rusia secara paksa,".

Pemungutan suara untuk referendum bergabung dengan Rusia di beberapa wilayah Ukraina yang dikuasai Moskow dimulai pada Jumat pagi (23 September).

Wilayah Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhia, yang menjadi tempat digelarnya referendum, secara keseluruhan membentuk sekitar 15 persen dari total wilayah Ukraina.

Referendum tersebut memicu kritik luas dari Barat, yang menilai langkah ini akan membuka jalan bagi eskalasi ketegangan dari pihak Rusia.

Survei terbaru di republik Donetsk dan Luhansk mengungkapkan bahwa sebagian besar penduduk republik ini ingin bergabung dengan Rusia.

Sebelumnya, pada tahun 2014, semenanjung Krimea bergabung dengan Rusia melalui mekanisme referendum.

Pidato Biden di Sidang Majelis Umum PBB

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden di pidatonya hari Rabu (21/9/2022) di Sidang Majelis Umum PBB ke-77 menyinggung berbagai isu dan menjelaskan sikap Washington terkait isu-isu tersebut.

Salah satu isu yang dibahas Biden adalah isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan kondisinya di berbagai belahan dunia termasuk di Iran, Afghanistan dan Myanmar. Biden mengklaim bahwa negaranya "senantiasa membela HAM baik di dalam negeri, atau di berbagai penjuru dunia". Di pidatonya, Biden menegaskan bahwa Amerika Serikat juga membela hak seluruh manusia untuk mengungkapkan protesnya secara damai.

Sikap Biden soal membela HAM dirilis ketika Amerika Serikat merupakan salah satu pelanggar terbesar HAM di dunia. Meski AS melontarkan slogan mematuhi hak asasi manusia dan menjaga hak serta kebebasan individu serta sosial serta hak warga di negara ini, tapi kinerja pemerintah Amerika di berbagai isu seperti perlakuan keras dan diskriminatif serta tak manusiawi dengan warga pribumi, minoritas dan kulit hitam, perlakuan tak manusiawi terhadap imigran termasuk memisahkan anak-anak dari orang tuanya, kekerasan tak terbatas polisi Amerika terhadap kulit berwarna, kondisi tahanan, pelanggaran terhadap privasi serta banyak kasus lainnya, menunjukkan klaim palsu Washington di bidang pembelaan terhadap HAM.

Vahid Jalalzadeh, ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran seraya mengisyaratkan kasus pelanggaran HAM oleh Amerika mengatakan, "Penduduk Amerika menempati lima persen dari total populasi dunia, tapi 25 persen tahanan dunia berada di penjara-penjara negara ini; Kekerasan dan kezaliman terhadap warga keturunan Latin, perempuan, kulit hitam dan lainnya terjadi setiap hari, tapi Amerika dengan berbagai permainan mengaku sebagai penjaga dan pencetus HAM. Di sisi lain, Washington dituding memiliki catatan hitam di luar negeri melalui operasi militer, agresi dan kejahatan perang di berbagai negara seperti Vietnam, Afghanistan, Irak dan Suriah serta menciptakan penjara buruk seperti Guantanamo dan perlakuan tak manusiawi serta penyikaan, di mana seluruh hal ini mengindikasikan klaim palsu AS sebagai pendukung HAM.

Masalah lain yang dijelaskan presiden AS di pidatonya secara detail adalah kritikan terhadap Rusia karena menyerang Ukraina. Di bagian pidatonya ia mengklaim bahwa Moskow dengan menyerang wilayah Ukraina tanpa malu-malu telah melanggar Piagam PBB dan menarget pendiri PBB. Seraya mengkritik keputusan Rusia untuk menggelar referendum aneksasi wilayah pendudukan Ukraina ke wilayahnya, Biden mengatakan, Kremlin ingin menghancurkan hak untuk hidup Ukraina sebagai sebuah negara independen dan ia meminta komunitas internasional membela dengan tegas perjuangan Ukraina melawan agresi asing. Presiden Amerika juga juga menekankan untuk meminta pertanggungjawaban Rusia karena melakukan kejahatan perang di Ukraina.

Sementara itu, Biden telah mengkritik invasi Rusia ke Ukraina, tampaknya tidak memperhatikan catatan intervensi  Amerika yang memicu tragedi di bagian lain dunia dalam delapan puluh tahun terakhir. Selama Perang Dingin, Amerika Serikat melakukan berbagai perang dan serangan, yang terpenting adalah Perang Vietnam. Di era pasca-Perang Dingin, setelah 11 September 2001, Amerika Serikat menyerang Afghanistan dengan dalih perang global melawan terorisme dan Irak dengan dalih memiliki senjata pemusnah massal dan membunuh ribuan orang. Setelah itu, sejak 2011, pemerintahan Obama mendukung kelompok teroris di Suriah dan memberikan bantuan keuangan, logistik, dan senjata yang luas kepada kelompok-kelompok ini, serta menyebabkan perang saudara di negara ini yang menewaskan ratusan ribu orang.

Selain itu, Washington terus melanjutkan serangan drone yang dimulai di era pemerintahan Georga W. Bush hingga kini dengan dalih melawan terorisme. Serangan drone ini telah menewaskan ribuan orang di berbagai belahan dunia. Dengan demikian presiden AS sebagai negara yang paling banyak mengobarkan perang di dunia, kini mengklaim membela hak Ukraina dan aktif mengkritik Rusia. Padahal Amerika dan mitra Eropanya justru pihak yang membuat perang di Ukraina berlarut-larut dengan mengucurkan miliaran dolar kepada Kiev dalam bentuk bantuan militer dan persenjataan.

Tags