Putin Mengecam Keras Teror Syahid Soleimani
Presiden Rusia Vladimir Putin mengkritik tatanan Barat dalam pidatonya di Klub Diskusi Internasional Valdai pada hari Kamis (27/10/2022), dan menyebut Barat meneror Letjen Soleimani, ketika dia masih seorang pejabat resmi di negaranya. Putin mengatakan Barat bukan hanya tidak menyangkal hal ini, tetapi justru bangga akan hal itu.
Putin mengatakan, "Mereka membunuh Soleimani, jenderal Iran. [Dalam tatanan Barat] Anda dapat memperlakukan Soleimani sesuka Anda. Apa pun yang Anda inginkan, padahal dia adalah pejabat negara lain."
"Mereka membunuhnya di wilayah negara ketiga dan mengatakan, 'Ya, kami membunuhnya.' Untuk apa hal-hal ini? Di mana kita tinggal?," tambah Putin.
Kritik keras Putin atas aksi teror yang pengecut dan ilegal atas Letnan Jenderal Syahid Soleimani sebenarnya sejalan dengan kritik umumnya terhadap tatanan internasional yang berorientasi Barat. Menurutnya, Barat, termasuk Amerika Serikat, telah mengambil tindakan apa pun yang sejalan dengan kepentingannya dan tidak memperhatikan hukum Internasional, termasuk Piagam PBB dan hukum internasional.
Dalam hal ini, Putin menunjuk tatanan dunia di bawah kepemimpinan Barat, yang dikenal sebagai "tatanan berbasis hukum," dan berkata, "Tidak ada yang tahu siapa yang merancang hukum dunia ini, dan satu-satunya hukum yang ada adalah bahwa mereka yang kuat dapat melakukan apapun yang mereka inginkan."
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat saat itu, memerintahkan aksi kriminal dengan meneror Jenderal Soleimani dan rekan-rekannya.
Letjen Soleimani dan Abu Mahdi Al-Muhandis, Wakil komandan Al-Hashd Al-Shaabi Irak, bersama dengan 8 rekan mereka, menjadi syahid pada pagi hari Jumat, 3 Januari 2020, dalam serangan udara oleh agresor Amerika dan pasukan teroris di dekat Bandara Baghdad, ibu kota Irak.
Alasan Amerika untuk tindakan kriminal ini adalah klaim bahwa Jenderal Soleimani telah memasuki Irak dengan tujuan merencanakan serangan terhadap Amerika dan pangkalan mereka, dan serangan udara Amerika juga merupakan tindakan pencegahan. Sementara, pejabat senior Irak telah membantah klaim ini.
Pada 5 Januari 2020, Perdana Menteri sementara Irak, Adel Abdul Mahdi, mengumumkan dalam sidang parlemen negara ini bahwa Jenderal Soleimani telah tiba di Baghdad untuk menyampaikan pesan Iran ke Arab Saudi.
Dengan cara ini, kepalsuan klaim Washington terungkap sepenuhnya. Faktanya, pemerintahan Trump telah merencanakan untuk membunuh Jenderal Soleimani sejak 2018 dan sedang mencari peluang yang cocok untuk tindakan ini.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengkritik tatanan Barat dalam pidatonya di Klub Diskusi Internasional Valdai pada hari Kamis (27/10/2022), dan menyebut Barat meneror Letjen Soleimani, ketika dia masih seorang pejabat resmi di negaranya. Putin mengatakan Barat bukan hanya tidak menyangkal hal ini, tetapi justru bangga akan hal itu.
Dari sudut pandang penasihat militer dan keamanan Trump, kehadiran simultan Jenderal Soleimani dan Abu Mahdi Al-Muhandis di Baghdad, yang sebagai dua komandan utama Iran dan Irak memainkan peran penting dalam perang melawan Daesh (ISIS) dan pada saat yang sama adalah hambatan serius untuk mewujudkan tujuan Amerika di Asia Barat, adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan, dan dengan cara ini Amerika melakukan kejahatan besar dengan menyerang mereka secara pengecut.
Tindakan Amerika ini menimbulkan reaksi dan kecaman internasional.
Agnes Callamard, pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa di bidang pembunuhan ilegal dan sewenang-wenang di kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia organisasi ini tahun lalu, menyebut kejahatan Amerika Serikat dalam menggugursyahidkan Letnan Jenderal Soleimani adalah ilegal.
Dalam sebuah laporan, saat menolak klaim pejabat Amerika tentang alasan pembunuhan Jenderal Soleimani, Callamard menulis bahwa Washington gagal memberikan bukti yang cukup untuk membenarkan alasan serangan ini.
Callamard menulis dalam konteks ini, "Alasan Amerika Serikat untuk membenarkan serangan pesawat tak berawaknya terhadap Jenderal Soleimani ... tidak memiliki bukti akan adanya ancaman yang pasti dan segera. Dalam pembunuhan Jenderal Soleimani, seorang pejabat pemerintah [Iran], dua kriteria, yaitu "keharusan" dan "proporsionalitas", tidak dipenuhi oleh pasukan Amerika. [Teror] ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan standar hak asasi manusia internasional."
Dengan cara ini, pejabat PBB ini telah mengajukan dua keraguan penting, yaitu perlunya tindakan ini dan proporsionalitas tindakan Amerika dalam menanggapi dugaan ancaman dari Jenderal Soleimani.
Sekarang, dengan isu teror ilegal Jenderal Syahid Soleimani yang diangkat kembali oleh Putin, ini dianggap karena pendekatan umum Barat dalam kerangka tatanan internasional yang berorientasi Barat dan diperbolehkannya tindakan apa pun di kerangka ini oleh Barat, khususnya Amerika Serikat.
Sementara itu, Barat mengklasifikasikan tindakan serupa oleh saingan dan musuh mereka sebagai tindakan bermusuhan atau teroris.(sl)