Menelisik Motif Lawatan Kanselir Jerman ke India
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengadakan konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi pada hari Sabtu selama kunjungan resmi pertamanya ke India.
Dalam konferensi pers tersebut, kedua pihak bertekad untuk memperdalam kerja sama di bidang persenjataan. Kanselir Jerman menegaskan bahwa proyek-proyek tertentu telah dibahas, namun tidak menyebutkan detailnya. Scholz bersama delegasi politik dan ekonomi Jerman mengunjungi India selama dua hari dan bertemu dengan sejumlah pejabat tinggi negara ini.
Sementara itu, Perdana Menteri India dalam konferensi pers ini mengungkapkan bahwa kerja sama dengan Jerman di bidang keamanan dan militer sebagai bagian penting dari kemitraan strategis kedua negara. Menurutnya, hingga kini masih ada potensi yang belum tergali di bidang tersebut. Meskipun tujuan resmi lawatan Scholz untuk memperkuat kerja sama militer dan persenjataan, tapi sebenarnya perjalanan ini dilakukan untuk meyakinkan India agar mengikuti kampanye anti-Rusia yang dilancarkan Barat secara ekstensif.
Negara-negara Barat ingin New Delhi bergabung dengan sanksi ekstensif terhadap Rusia untuk mencapai isolasi politik dan tekanan ekonomi terhadap Moskow. Tentu saja, Barat juga menerapkan tekanan serupa terhadap Cina sebagai mitra politik, ekonomi, dan komersial yang dekat dengan Rusia. Tapi kampanye tersebut telah ditanggapi dengan reaksi negatif dan penentangan dari Beijing.
Selama lawatan ini, Kanselir Jerman mencoba untuk memaksa India supaya memberikan jaminan mengenai dukungannya terhadap sanksi Barat terhadap Rusia, atau setidaknya tidak mencegah penerapannya. Sementara itu, PM India menanggapinya dengan mengatakan bahwa India siap untuk berpartisipasi dalam inisiatif perdamaian apa pun. Schultz juga mengatakan bahwa pihaknya siap untuk berunding dengan Perdana Menteri India secara luas dan sangat intensif untuk membahas perang di Ukraina, tetapi dia menolak memberikan rincian lebih lanjut, karena kerahasiaan negosiasi.
Moskow berusaha mengatasi sanksi Barat terhadap Rusia dengan memperkuat hubungannya dengan negara-negara sahabat. Rusia telah memulai upaya luas untuk mempererat hubungan dengan negara-negara Asia, terutama Cina dan India, sebagai negara dengan perekonomian yang berkembang pesat di dunia.
Langkah-langkah sanksi baru dan terkoordinasi dari Barat terhadap Moskow bertujuan untuk menghancurkan Rusia dan perekonomiannya. Berbeda dengan blok Barat, Beijing dan New Delhi abstain dalam resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB mengenai perang di Ukraina, yang menunjukkan kesediaan mereka untuk mengambil posisi tengah dalam masalah ini. Hingga kini, New Delhi menjalin hubungan perdagangan dan energi dengan Rusia. Selain itu, Rusia saat ini menjadi pemasok peralatan militer terbesar India.
Saat ini, terlepas dari tekanan dari Barat, India dan Cina ingin melanjutkan hubungan ekonomi, komersial, energi, militer, dan senjata mereka dengan Rusia. Parnima Anand, Ketua Forum Internasional BRICS dari India, mengatakan, "New Delhi menganggap dirinya netral dalam perang sanksi saat ini antara Barat dan Rusia. Terlepas dari tekanan sanksi, ia akan terus bekerja sama dengan Moskow dalam bidang apa pun yang diperlukan,".
Dalam hal ini, meskipun permintaan berulang kali dari pejabat Barat terhadap Beijing dan New Delhi untuk meyakinkan kedua negara supaya bergabung dalam kampanye sanksi Barat terhadap Moskow, tapi tanggapan kedua negara ini terhadap permintaan Barat negatif karena akan mengganggu hubungan dengan Rusia, khususnya di bidang energi.
Kedua kekuatan ekonomi Asia ini telah mencari metode lain untuk mengatasi masalah interaksi ekonomi dan perdagangan, bahkan persenjataan bilateralnya, termasuk dengan penggunaan mata uang nasional seperti yuan, rupee, dan rubel, sebagai solusi untuk mengatasi tekanan Amerika Serikat yang memberlakukan lebih banyak pembatasan dan sanksi terhadap transaksi dengan Rusia.(PH)