Pilpres di Turki, Mengapa Perolehan Suara Erdogan Menurun?
Kalangan politik independen telah memprediksi sebelumnya bahwa pemilihan umum (pemilu) presiden Turki akan berlanjut ke putaran kedua, dan Justice and Development Party atau Partai AK (AKP) yang berkuasa akan kehilangan mayoritas suara dalam pemilu ini.
Menurut Dewan Tinggi Pemilu Turki, pemilu presiden dan parlemen serentak pada 14 Mei diikuti oleh 88,48 persen pemilih, sehingga tercatat sebagai rekor tertinggi partisipasi dalam sejarah pemilu di Turki.
Menurut statistik yang diumumkan, kurang dari 12% pemilih Turki tidak berpartisipasi dalam pemilu presiden. Selama 100 tahun sejarah Republik Turki, tingkat partisipasi lebih rendah dari 70% dan mencapai 64% hanya dua kali.
Menurut undang-undang pemilu di Turki, setiap warga negara hanya dapat memilih di satu tempat yang telah ditentukan dan juga pemerintah berhak memungut denda dari warga negara yang tidak memilih, namun undang-undang ini belum dilaksanakan secara praktis dan hingga sekarang belum ada yang didenda karena tidak memberikan suara dalam pemilu.
Hasil pemilu presiden Turki menunjukkan fakta bahwa perolehan suara Recep Tayyip Erdogan selalu menurun dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, berdasarkan hasil pemilu presiden Turki sebelumnya, Erdogan mampu merebut kursi kepresidenan Turki dengan meraih 52% suara. Namun pada pemilu presiden 14 Mei tahun ini, dia tidak bisa merayakan kemenangannya di putaran pertama karena hanya memperoleh kurang dari 50% suara pemilih.
Mengapa hal itu terjadi? Alasannya jelas, di antaranya; implementasi kebijakan salah di bidang ekonomi dan munculnya krisis dalam kehidupan masyarakat Turki dengan kenaikan tingkat inflasi dan penurunan nilai mata uang nasional.
Selain itu, juga adanya kesalahan berulang dalam kebijakan luar negeri Turki dan adopsi kebijakan militer yang agresif terhadap negara-negara tetangga. Semua ini telah menyebabkan berkurangnya perolehan suara Erdorgan.
Jelas bahwa pada putaran kedua pemilu presiden –yang dijadwalkan diselenggarakan pada tanggal 28 Mei– Erdogan akan bersaing ketat dengan Kemal Kilicdaroglu. Erdogan sementara mengalahkan Kilicdaroglu dengan 49,47 persen dan 44,82 persen. Sementara Sinan Ogan mampu mengumpulkan 5,27 persen suara dan Muharrem Ince –yang sudah mundur akibat skandal video porno, namun namanya tetap ada di kertas suara–, mendapatkan 0,44 persen.
Pada putaran kedua ini, jika salah satu calon presiden (capres) mampu mendorong para pemilih yang sebelumnya tidak berpartisipasi dalam pemilu putaran pertama untuk memilih dirinya, maka dia dari sekarang bisa menganggapnya sebagai presiden Turki berikutnya.
Yang pasti capres ketiga, Sinan Ogan, memegang peranan yang sangat penting dan berpengaruh. Sinan Ogan yang memiliki lebih dari lima persen suara, dapat memberikan suaranya kepada salah satu capres yang disepakati.
Saat ini, Erdogan dan Kılıcdaroglu berada dalam situasi di mana mereka sangat membutuhkan "bantuan" Sinan Ogan. Dengan kata lain, suara Sinan Ogan untuk dua capres yang lolos ke putaran kedua sangat menentukan dan dapat menentukan presiden Turki berikutnya.
Hasil pemilu parlemen Turki juga tidak kalah penting. Kemenangan juga diraih partai koalisi Erdogan yang dipimpin AKP melawan oposisi CHP di parlemen dengan torehan 49,51 persen dan 35,06 persen. Dengan begitu, partai koalisi di bawah Erdogan akan menguasai kursi parlemen untuk pemerintahan periode mendatang.
Berdasarkan hasil pemilu anggota legislatif, AKP dan mitranya di koalisi Persatuan Rakyat meraih total 322 dari 600 kursi parlemen. Sementara CHP dan mitranya di koalisi Persatuan Bangsa hanya meraih 213 dari 600 kursi parlemen.
Salah satu yang membuat rakyat Turki condong ke masing-masing capres adalah janji-janji perbaikan situasi ekonomi di negara ini. Terlihat jelas bahwa selama beberapa tahun terakhir, tim ekonomi Erdogan belum mampu memperbaiki situasi kacau ekonomi dan krisis ekonomi di Turki.
Erdogan telah kehilangan kesempatannya di bidang ini. Dia gagal untuk memperbaiki ekonomi Turki sehingga kepercayaan publik terhadapnya menurun. Di sisi lain, orang-orang berpengaruh seperti Ali Babacan, yang mengembangkan ekonomi Turki selama dekade pertama AKP berkuasa, kini berperan dalam tim ekonomi Kilicdaroglu.
Di bidang kebijakan luar negeri, orang-orang seperti Ahmet Davutoglu yang sebelumnya bekerja sebagai Menteri Luar Negeri pemerintahan Erdogan, kini bergabung dengan tim Kilicdaroglu.
Dengan demikian, dapat diprediksi bahwa dalam keadaan normal, Kılıcdaroglu memiliki peluang lebih baik untuk menang pada putaran kedua. Apalagi dia telah berjanji untuk mengubah kebijakan luar negeri Turki yang saat ini agresif. (RA)