Dampak Buruk dari Sanksi Sepihak AS terhadap Posisi Dolar
(last modified Thu, 15 Jun 2023 05:26:41 GMT )
Jun 15, 2023 12:26 Asia/Jakarta

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengakui dalam sidang Komite Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat AS bahwa sanksi AS terhadap beberapa negara telah membuat mereka mencari alat pembayaran alternatif selain dolar, dan dia percaya bahwa negara-negara yang menjadi sasaran sanksi AS memiliki motivasi untuk mencari alat pembayaran demi menggantikan dolar.

Menteri Keuangan AS menyatakan, Memang benar bahwa senjata kita melawan negara-negara yang bermusuhan adalah menjatuhkan sanksi terhadap mereka, tetapi sanksi ini telah memaksa mereka untuk mencari alternatif dari dolar.

Pada saat yang sama, dia mengklaim bahwa sebagian besar negara tidak memiliki cara alternatif yang signifikan untuk melewati penggunaan dolar.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen

"Bukankah fakta bahwa penggunaan dolar terhadap mata uang yang bersaing telah melemah selama beberapa tahun terakhir?" seorang anggota kongres bertanya kepada Yellen di rapat dengar pendapat.

Sebagai tanggapan, Menteri Keuangan AS mengatakan, Cadangan aset lain oleh negara-negara telah meningkat, tetapi inilah yang diharapkan di negara berkembang, dan negara-negara cenderung untuk mendiversifikasi cadangan devisa mereka.

Anggota kongres menyela ucapan Yellen dan bertanya, Jadi maksud Anda adalah kita harus mengharapkan pengurangan penggunaan dolar?

Yellen menjawab, Kita harus menunggu bagian mata uang lain dalam cadangan devisa negara meningkat secara bertahap dari waktu ke waktu. Ini adalah kecenderungan alami untuk mendiversifikasi aset valuta asing.

Yellen, tentu saja, mengklarifikasi bahwa dolar sejauh ini masih menjadi "mata uang cadangan dominan" di dunia, sekalipun telah tertinggal jauh.

Pengakuan menteri keuangan pemerintahan Biden tentang dampak negatif sanksi sepihak AS terhadap posisi dolar dan pelemahannya sekali lagi, kritik negara lain, terutama negara yang terkena sanksi Washington, tentang penyalahgunaan AS dolar sebagai alat untuk menekan negara lain telah dikonfirmasi.

Menurut analis, dominasi dolar atas bursa keuangan dunia telah menjadi salah satu alasan terpenting hegemoni Amerika setelah runtuhnya Uni Soviet.

Namun dengan munculnya tanda-tanda runtuhnya sistem unipolar yang berpusat di AS dan dunia bergerak menuju sistem multipolar, banyak analis menganggap dedolarisasi sebagai faktor terpenting dalam mempercepat proses ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, karena meningkatnya kecenderungan sanksi Amerika, terutama terhadap Iran dan kemudian Rusia, banyak negara telah menegaskan perlunya meninggalkan dolar dari pertukaran ekonomi dan telah mengambil langkah-langkah untuk mencapainya.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengakui dalam sidang Komite Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat AS bahwa sanksi AS terhadap beberapa negara telah membuat mereka mencari alat pembayaran alternatif selain dolar, dan dia percaya bahwa negara-negara yang menjadi sasaran sanksi AS memiliki motivasi untuk mencari alat pembayaran demi menggantikan dolar.

Beberapa ahli telah memperingatkan bahwa ketergantungan berlebihan Amerika Serikat pada sanksi untuk memajukan tujuan kebijakan luar negeri dan keamanan negara telah melemahkan posisi dolar, dan akibatnya, mengubah keranjang cadangan mata uang dunia bukanlah peristiwa yang dibuat-buat, dan mungkin terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Bukti dari masalah ini adalah terus menurunnya bagian dolar dalam cadangan devisa negara-negara di dunia. Menurut statistik Dana Moneter Internasional, dari awal tahun 2000 hingga akhir tahun 2020, bagian dolar dalam cadangan devisa berbagai negara telah menurun hampir 13%.

Pengurangan tersebut berlanjut selama era Corona dan juga periode inflasi domestik Amerika Serikat, sehingga untuk pertama kalinya di abad baru, bagian dolar dalam cadangan negara mencapai kurang dari 60%.

Padahal, salah satu wujud nyata kelemahan Amerika adalah semakin melemahnya dolar sebagai mata uang utama dunia.

Meskipun dolar masih merupakan mata uang cadangan terbesar di dunia, penggunaan dolar AS sebagai senjata keuangan telah mempercepat pergerakan banyak negara untuk mendiversifikasi investasi mereka ke dalam mata uang alternatif.

Sekarang, karena penggunaan dolar secara instrumental oleh Washington untuk menekan negara lain, serta meningkatnya sanksi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap negara saingan dan lawannya, beberapa negara terpaksa menggunakan mata uang nasional untuk transaksi keuangan dan komersial.

Di puncak negara-negara ini adalah Cina, Rusia, dan sekarang negara-negara seperti India, Brasil, Malaysia, Turki, Venezuela, dan Iran telah mengambil prosedur serupa.

Negara-negara anggota Uni Ekonomi Eurasia juga telah sepakat untuk mengecualikan dolar AS dari semua transaksi keuangan dan perdagangan mereka.

Uni Ekonomi Eurasia

Apalagi dengan sanksi AS terhadap Rusia dalam satu tahun terakhir, setelah dimulainya perang Ukraina, pergerakan beberapa negara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar semakin meningkat.

Sementara itu, negara-negara seperti Cina, India, dan Turki yang tidak ingin berpartisipasi dalam sanksi terhadap Rusia, dan mengadopsi pendekatan penggunaan mata uang nasional dalam transaksi dengan Moskow.(sl)