Rusia Tuntut Penyidikan Kejahatan Perang AS di Afghanistan
Delegasi Rusia di Sidang Dewan HAM PBB ke-53 menuntut dilanjutkannya pengumpulan data dan penyidikan terkait kejahatan Amerika Serikat di Afghanistan.
Yaroslav Yeryomin, diploma Rusia di pertemuan ini mengatakan, komunita internasional harus mengingat kejahatan perang yang dilakukan tentara Amerika Serikat dan NATO selama 20 tahun pendudukan di Afghanistan.
Amerika Serikat di masa pemerintahan Presiden Geoge W. Bush, setelah insiden 11 September 2001 dan dengan dalih perang melawan terorisme global serta menumbangkan pemerintahan Taliban yang didakwa terlibat dengan al-Qaeda, menyerang Afghanistan dan menduduki negara ini. Meski selama 20 tahun pendudukan negara ini, Amerika Serikat senantiasa mengklaim membela HAM, menerapkan kebebasan dan demokrasi di Afghanistan serta memerangi terorisme, tapi keluarnya pasukan Amerika dan publikasi dokumen sejak masa pendudukan AS, khususnya pembantaian rakyat Afghanistan oleh tentara Amerika dan NATO, telah membatalkan seluruh klaim AS.
Faktanya Amerika selama dua dekade kehadirannya di Afghanistan telah melakukan pelanggaran HAM, serta berbagai kejahatan perang di negara ini. Selama waktu tersebut, banyak rakyat Afghanistan tewas akibat serangan jet-jet tempur Amerika Serikat, banyak anak-anak yang terbunuh dan mereka dieksploitasi. Berdasarkan data PBB, selama 30 bulan terakhir kehadiran AS di Afghanistan, sebanyak 6.320 anak Afghanistan terbunuh atau terluka. Dalam salah satu serangan terbaru militer Amerika, sebuah rumah di sekitar Bandara Kabul menjadi target drone dan sepuluh orang termasuk tujuh anak terbunuh. Tapi uniknya Amerika mengaku serangan tersebut tidak disengaja.
Kehadiran pasukan Amerika dan NATO di Afghanistan selama dua dekade lalu hanya menghasilkan eskalasi instabilitas, kemiskinan, produksi narkotika, dan maraknya terorisme. John F. Sopko, Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan dalam laporannya menulis, "Nyatanya, sumber daya keuangan yang menurut klaim Amerika dibelanjakan di Afghanistan tidak berdampak pada perbaikan kehidupan rakyat Afghanistan yang menderita akibat perang dan kehancuran yang meluas."
Meskipun sejak awal penarikan, beberapa organisasi internasional seperti Human Rights Watch (HRW) meminta "Pengadilan Pidana Internasional" untuk menyelidiki kejahatan perang semua pihak di Afghanistan, namun setelah beberapa waktu, karena tekanan dan ancaman, Pengadilan Pidana Internasional ini berhenti menyelidiki kejahatan perang para prajurit Amerika dan NATO dan penyelidikan kejahatan perang di Afghanistan ditangguhkan pada tahun 2020; Namun, kejahatan Amerika tidak bisa diabaikan.
Perlakuan politik terhadap kejahatan Amerika di Afghanistan datang pada saat Pengadilan Pidana Internasional (ICC), dalam tindakan yang sepenuhnya politis dan sejalan dengan permintaan Amerika, telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin, dengan tuduhan kejahatan perang di Ukraina. Pengadilan ini mengklaim bahwa Putin "bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan perang" termasuk "pemindahan anak secara ilegal dari wilayah pendudukan Ukraina ke Rusia". Dalam konteks ini, Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia, mengkritik kegagalan untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan oleh Barat di Afghanistan dan menyatakan bahwa Amerika dan Barat memboikot Pengadilan Pidana Internasional untuk menghindari masalah ini.
Sepertinya permintaan kembali Moskow dan tuntutannya untuk menyelidiki kejahatan Amerika oleh Rusia dilakukan untuk membongkar pendekatan ganda dan bias Barat serta lembaga internasional seperti Pengadilan Pidana Internasional (ICC) terhadap kejahatan anti-kemanusiaan. (MF)