Ketika Dolar Jadi Senjata Amerika yang Semakin Tumpul
(last modified Fri, 28 Jul 2023 06:13:07 GMT )
Jul 28, 2023 13:13 Asia/Jakarta

Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam pertemuan dengan Dilma Rousseff, Kepala Bank Pembangunan Baru (NDB) menekankan pentingnya bank BRICS dalam tatanan moneter baru, dengan mengatakan,"Menciptakan lembaga keuangan alternatif pada saat Washington telah mengubah dolar AS menjadi senjata adalah upaya yang sulit, tetapi perlu dilakukan."

Putin menegaskan, "Dalam situasi saat ini, mengingat apa yang terjadi dalam urusan keuangan dunia dan penggunaan dolar sebagai alat politik, tidak mudah untuk menggunakan mata uang nasional sebagai pengganti dolar,".

Presiden Rusia menekankan bahwa blok ekonomi Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan tidak menentang siapa pun, tetapi para anggotanya bekerja sama untuk keuntungan bersama, termasuk dalam masalah keuangan. 

Putin mengungkapkan bahwa anggota BRICS semakin banyak menyelesaikan masalah transaksi perdagangannya dengan mata uang nasional.

Oktober lalu, Putin mengatakan bahwa Amerika Serikat mendiskreditkan Dana Moneter Internasional (IMF) dengan menggunakan dolar sebagai senjata. Tapi sejak saat itu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah mengakui bahwa sanksi dapat mendorong beberapa negara meninggalkan dolar.

Presiden Rusia, Vladimir Putin

 

Dengan mempertimbangkan bahwa sebagian besar perdagangan dunia sekarang dilakukan dalam dolar, Washington menggunakan ini sebagai pengungkit tekanan untuk menyerang negara saingan dan musuhnya.

Faktanya, penggunaan dolar secara instrumental oleh Amerika selalu menjadi salah satu kritik terpenting terhadap sistem moneter dan keuangan internasional saat ini. Meskipun dolar masih merupakan mata uang cadangan terbesar di dunia, penggunaan dolar AS sebagai senjata keuangan telah mempercepat pergerakan banyak negara untuk mendiversifikasi investasi mereka dalam mata uang alternatif.

Kini, penggunaan dolar secara instrumental oleh Washington untuk menekan negara lain, serta meningkatnya sanksi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap negara saingan dan lawannya menyebabkan beberapa negara terpaksa menggunakan mata uang nasional untuk transaksi keuangan dan komersial. 

Sejumlah negara besar seperti Cina, Rusia, dan sekarang negara-negara seperti India, Brasil, Malaysia, Turki, Venezuela, dan Iran telah mengambil prosedur serupa. Negara-negara anggota Uni Ekonomi Eurasia juga sepakat untuk menggantikan dolar AS dari semua transaksi keuangan dan komersial mereka. Apalagi dengan sanksi Amerika Serikat terhadap Rusia dalam satu tahun terakhir. 

 

 

Setelah dimulainya perang Ukraina, pergerakan beberapa negara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar semakin meningkat. Pada saat yang sama, sejumlah negara seperti Cina, India, dan Turki yang tidak ingin berpartisipasi dalam sanksi Barat terhadap Rusia, mengambil pendekatan untuk mulai menggunakan mata uang nasional dalam transaksi mereka dengan Moskow.

Dalam sebuah wawancara bulan lalu, Andrey Kostin, kepala Bank VTB Rusia, mengatakan, "Periode sejarah panjang dominasi dolar AS akan segera berakhir."

Faktanya, pengurangan ketergantungan pada sistem keuangan dan moneter hegemonik, yang sekarang sebagian besar berada di bawah pengawasan lembaga keuangan dan moneter Barat dan Amerika, hanya akan dicapai dengan mengurangi ketergantungan terhadap dolar.

Faktor yang membuat negara lain bergantung pada sistem moneter barat, khususnya Amerika, adalah penggunaan dolar. Dengan kata lain, ketika suatu negara ingin menggunakan mata uang lain untuk bisnisnya, diperlukan sistem keuangan negara tersebut.

Ketika kebutuhan ini menguat, hal itu akan berubah menjadi ketergantungan yang menjadi intrumen  tekanan guna mencapai tujuan negara-negara adidaya hegemon.

Semakin banyak dolar digunakan dalam perdagangan global dan interaksi ekonomi antar negara, maka akan semakin banyak kebutuhan bank dunia untuk berinteraksi dengan sistem keuangan Amerika. Pada akhirnya, Amerika Serikat akan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menggunakan dolar sebagai senjata moneternya.

Di sisi lain, karena permintaan dan penggunaan dolar menurun, pengaruh otoritas moneter Amerika Serikat juga akan menurun secara global. Menurut statistik Dana Moneter Internasional (IMF), dari awal tahun 2000 hingga akhir tahun 2020, bagian dolar dalam cadangan devisa berbagai negara telah menurun hampir 13%.

 

 

Penurunan tersebut berlanjut selama periode Covid-19 dan juga periode inflasi domestik Amerika Serikat, sehingga untuk pertama kalinya di abad baru, bagian dolar dalam cadangan negara mencapai kurang dari 60%.

Sanksi keuangan terhadap Rusia akibat konflik dengan Ukraina telah menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara lain, terutama anggota BRICS, karena tindakan tersebut dapat menargetkan mereka di masa depan, yang menyebabkan negara-negara anggota BRICS mengambil langkah-langkah untuk mengurangi pengaruh negatif dolar. Untuk tujuan tersebut didirikan Bank Pembangunan Baru oleh negara-negara anggota BRICS pada tahun 2014.

Bank ini diluncurkan dengan tujuan pembiayaan infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan di negara-negara anggota dan negara berkembang lainnya. Tujuan lain dari bank ini adalah membantu negara-negara anggota mengurangi ketergantungan mereka pada dolar dan euro.(PH)