Sep 14, 2023 13:33 Asia/Jakarta

Dewan Perwakilan Rakyat AS menyetujui rencana anti-Iran dan permusuhan yang dikenal sebagai "UU Mahsa" dengan 410 suara mendukung dan 3 suara menentang.

Rencana ini mewajibkan pemerintah AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap para pejabat senior Iran dengan dalih hak asasi manusia, dan pada saat yang sama, akan memberlakukan pembatasan impor dan ekspor senjata Iran, yang tentunya harus disetujui oleh Senat dan ditandatangani oleh Presiden Amerika Serikat.

Rencana ini pertama kali disampaikan oleh Jim Banks, anggota Komisi Angkatan Bersenjata DPR AS sekitar 9 bulan lalu, dan sejak itu dibahas dan dinegosiasikan di DPR AS.

Gedung DPR AS

Persetujuan rencana ini bersamaan dengan peringatan kerusuhan di Iran dan semakin dekatnya persetujuan tersebut dengan berakhirnya embargo senjata Iran di bidang rudal dan drone, menunjukkan bahwa Washington sedang mencoba menggunakan alasan HAM dan dengan menampilkan wajah yang mengancam dari Iran untuk meningkatkan tekanannya terhadap Tehran.

Dalam hal ini, rencana pertama menargetkan produksi dan ekspor rudal dan drone Iran serta menjatuhkan sanksi pada orang-orang yang terlibat dalam proses ini, dan rencana kedua menargetkan pejabat senior Republik Islam Iran karena “melanggar HAM dan melindungi terorisme” di bawah sanksi.

Persetujuan rencana tersebut di DPR AS menunjukkan berlanjutnya dan meluasnya kebijakan permusuhan AS terhadap Iran.

Sebuah kebijakan yang telah diterapkan terhadap Iran selama lebih dari empat dekade dengan berbagai orientasi yang muncul sesekali.

Dalam empat puluh tahun terakhir, Amerika Serikat telah melakukan kebijakan dan tindakan paling sepihak terhadap Republik Islam Iran dengan berbagai cara, seperti menjatuhkan sanksi paling berat, ancaman militer, melancarkan kampanye politik dan diplomatik, serta perang psikologis.

Meskipun kebijakan dan tindakan sepihak Amerika terhadap Iran tidak efektif, Washington masih bersikeras untuk melanjutkan pendekatan ilegal terhadap Tehran, yang bertentangan dengan Piagam PBB, dan selama masa kepresidenan Biden, ia semakin intensif melancarkan perang hibrida terhadap Iran dengan berbagai dalih semakin intensif

Salah satu tindakan AS terhadap Iran adalah upaya untuk menciptakan dan mengobarkan keresahan dan huru-hara di Iran, di satu sisi, dan di sisi lain, dengan menyatakan mendukung rakyat Iran, terutama perempuan, dan secara keliru menyatakan mendukung HAM di Iran.

Terjadinya kerusuhan di Iran pada tahun 2022 dengan dalih meninggalnya Mahsa Amini membuat musuh asing Republik Islam Iran, khususnya AS, memanfaatkannya sebagai peluang untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri Iran dan memicu lebih banyak kerusuhan.

Tahap selanjutnya, blok Barat, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa, memberikan sanksi kepada banyak pejabat dan lembaga di Iran dengan dalih ikut serta dalam kerusuhan.

Dewan Perwakilan Rakyat AS menyetujui rencana anti-Iran dan permusuhan yang dikenal sebagai "UU Mahsa" dengan 410 suara mendukung dan 3 suara menentang.

Sanksi-sanksi tersebut, yang dilakukan dengan dalih melindungi rakyat Iran, bukan hanya jelas-jelas merupakan campur tangan terhadap urusan dalam negeri sebuah negara merdeka, yang sepenuhnya bertentangan dengan hukum internasional dan Piagam PBB, tetapi juga merupakan tanda lain dari tindakan tersebut, merupakan pendekatan tidak jujur Barat terhadap bangsa Iran.

Saat ini, Washington berupaya mengeksploitasi situasi peringatan kerusuhan tahun 2022 di Iran dengan gagasan untuk menciptakan gelombang kerusuhan baru di Iran.

Sementara itu, AS, yang mengaku khawatir dengan berakhirnya embargo senjata Iran pada Oktober 2023, kini berusaha mati-matian untuk memberikan landasan bagi kelanjutan sanksi tersebut dengan bekerja sama dengan sekutu-sekutunya di Eropa.

Di sisi lain, Kongres Amerika Serikat dengan melihat DPR AS baru-baru ini meratifikasi RUU tersebut, menuntut pemerintahan Biden mengintensifkan tindakan melalui penerapan sanksi baru dan tindakan lain untuk mencegah ekspor senjata Iran, khususnya di bidang drone dan rudal.

Namun, pengalaman beberapa tahun terakhir dengan jelas menunjukkan bahwa tindakan tersebut tidak membawa hasil dan tidak menghambat pengembangan rudal dan drone Iran.

Tindakan terbaru DPR AS yang merupakan persetujuan dua partai menunjukkan tanda sikap bermusuhan Amerika Serikat dan upayanya untuk menciptakan krisis di Iran.

Dalam konteks ini, Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam, mengatakan pada hari Senin (11/09/2023), Informasi intelijen mengatakan bahwa pemerintah Amerika telah membentuk sebuah kelompok yang disebut Crisis Group untuk menciptakan krisis di Iran dan negara-negara lain.... Dengan berpikir dan mengkaji, mereka sampai pada kesimpulan bahwa ada beberapa titik krisis di Iran; perbedaan etnis, perbedaan agama, serta isu gender dan perempuan, yang harus diprovokasi untuk menciptakan krisis. Ini adalah program Amerika dan impian terlalu tinggi tidak akan terwujudkan.

Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam

Penekanan Ayatullah Khamenei pada ketidakefektifan upaya AS dalam menciptakan krisis terhadap Iran, yang berkisar dari upaya menjatuhkan sanksi komprehensif hingga menciptakan krisis dan mencoba menciptakan kerusuhan dan memicu kerusuhan, serta menggunakan kelompok etnis dan perempuan sebagai alat, sistem Republik Islam, yang selalu mengandalkan rahmat ilahi dan dukungan rakyat, lebih berakar dan kuat dibandingkan tindakan permusuhan dan konspirasi Amerika.(sl)

Tags