Nov 09, 2023 11:05 Asia/Jakarta

Presiden AS Joe Biden telah meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk berhenti berperang selama tiga hari guna menyelesaikan masalah tawanan.

Sekaitan dengan hal ini, Biden mengatakan dirinya meminta Benjamin Netanyahu untuk menghentikan bentrokan pada hari Selasa (07/11/2023) melalui panggilan telepon. Pejabat AS dan Israel mengatakan, Presiden Biden mengatakan bahwa jeda tiga hari dapat membantu membebaskan beberapa sandera di Gaza.

Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak permintaan Biden untuk melakukan gencatan senjata selama tiga hari.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

Menanggapi penolakan Amerika terhadap pendudukan kembali Gaza, Netanyahu mengancam, Saya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah Hamas dilenyapkan, tetapi [perang] tidak akan berakhir dengan mengeliminasi mereka.

Netanyahu juga menekankan kelanjutan perang dan menekankan bahwa "kita perlu kesabaran sampai akhir misi menghancurkan Hamas dan kita tidak ingin kemenangan setengah-setengah".

Penentangan Netanyahu yang jelas terhadap permintaan Biden untuk melakukan gencatan senjata selama tiga hari menunjukkan bahwa rezim Zionis tidak menghargai sekutu terdekatnya, Amerika Serikat, dan hanya memanfaatkan Amerika sesuai dengan tujuan yang diinginkannya.

Padahal Biden melakukan perjalanan ke Palestina Pendudukan pada awal perang Gaza dan di bawah serangan roket ke Tel Aviv oleh Hamas, untuk bertemu dan menyatakan dukungan kepada Netanyahu serta menyatakan komitmen Washington untuk melindungi Israel.

Namun perdana menteri Zionis bahkan tidak bersedia menerima permintaan yang tidak begitu mendasar presiden Amerika Serikat bahwa gencatan senjata selama tiga hari hanya dengan tujuan membebaskan para tawanan.

Tampaknya isu ini bisa menjadi titik awal perselisihan baru antara Biden dan Netanyahu.

Hubungan antara keduanya dingin sejak Biden menjabat di Gedung Putih, dan presiden Amerika itu praktis menahan diri untuk tidak mengundang Netanyahu untuk pertemuan bilateral.

Terakhir, keduanya bertemu di sela-sela pertemuan tahunan Majelis Umum PBB pada 20 September.

Presiden AS Joe Biden telah meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk berhenti berperang selama tiga hari guna menyelesaikan masalah tawanan. 

Meski kedua politisi ini sudah saling kenal sejak lama, tetapi hubungan mereka sempat mengalami kesulitan dengan masuknya Biden ke Gedung Putih. Biden telah berulang kali mengkritik pemerintahan “sayap kanan” Netanyahu.

Kegagalan Joe Biden untuk secara resmi mengundang Netanyahu ke Gedung Putih menunjukkan ketidakpuasan pemerintah Amerika terhadap kebijakan kabinet Netanyahu, termasuk “reformasi peradilan”.

Selain itu, pemerintahan Biden sebelumnya juga mengkritik perluasan permukiman di tanah yang diduduki rezim Zionis pada tahun 1967, tapi dalam praktiknya tidak mengambil tindakan atau tekanan apa pun terhadap Tel Aviv untuk menghentikan proses tersebut.

Tentu saja harus diingat bahwa hubungan AS-Israel adalah hubungan yang strategis dan Washington selalu tampil sebagai pendukung tanpa syarat terhadap rezim Zionis.

Selain itu, sejak dimulainya operasi Badai Al-Aqsa dan serangan berikutnya di Jalur Gaza oleh Israel, yang mengakibatkan kematian lebih dari 10,000 orang dan melukai lebih dari 24,000 orang di Gaza, pemerintahan Biden menciptakan jembatan udara untuk mengirim sejumlah besar amunisi berpemandu untuk mengebom Gaza.

Kini, dalam langkah barunya, Washington berencana mengirim bom senilai $320 juta ke Israel.

Aksi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sebanyak-banyaknya dan serangan yang sangat tepat sasaran terhadap berbagai sasaran di Jalur Gaza yang dilakukan oleh Angkatan Udara Zionis.

Persoalan lain yang perlu disebutkan dalam konteks ini adalah adanya kemungkinan pemberian bantuan kepada rezim Zionis untuk pertama kalinya akan menghadapi kendala serius di Kongres AS dan Gedung Putih.

Partai Republik, terutama di Dewan Perwakilan Rakyat AS membedakan antara bantuan ke Israel dan Ukraina, dan hanya akan menyetujui bantuan senilai $14,3 miliar ke Israel.

Sementara Biden mengancam akan memvetonya, tanpa persetujuan dana $106 miliar, paket bantuan keuangan menyeluruh, yang mencakup bantuan sebesar 61,7 miliar dolar ke Ukraina.

Kongres AS 

Kemungkinan besar persetujuan rencana ini akan ditolak Senat, di mana Partai Demokrat memiliki mayoritas. Dengan demikian, perselisihan akan semakin besar.

Kalaupun rencana ini disahkan di Senat, Gedung Putih akan memvetonya. Tindakan tersebut akan menjadi pukulan telak bagi hubungan antara Amerika Serikat dan rezim Zionis.

Tags