Nov 25, 2023 16:21 Asia/Jakarta
  • Hizbullah-Israel
    Hizbullah-Israel

Perkembangan di AS selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting, di antaranya; AS: Buka Front Perang Lawan Hizbullah Tak Untungkan Israel.

Selain itu, masih ada isu-isu lain dari Amerika seperti;

  • Pentagon: Pangkalan-Pangkalan Militer AS di Timteng 66 Kali Diserang
  • Media Amerika: Netanyahu Minta Biden Setujui Gencatan Senjata dengan Hamas​
  • Kedutaan AS dan Israel di Stockholm Didemo Pendukung Palestina
  • Media AS: Yaman Sita Kapal Israel Lewat Operasi Heliborne

AS: Buka Front Perang Lawan Hizbullah Tak Untungkan Israel

Pemerintah Amerika Serikat, mengatakan, membuka front perang baru di utara Wilayah pendudukan, untuk melawan Hizbullah Lebanon, tidak menguntungkan Israel.

Image Caption

Juru bicara Gedung Putih, Senin (20/11/2023) malam mengumumkan, Amerika Serikat, akan membela hak Israel, untuk membela diri dalam menghadapi Hamas."

Pada saat yang sama, Jubir pemerintah Amerika Serikat, mengklaim bahwa Washington, akan tetap menyerukan pemberlakuan gencatan senjata di Jalur Gaza.

Ia menambahkan, "Jumlah warga Amerika, yang sudah meninggalkan Gaza, melalui pintu penyeberangan Rafah, mencapai 800 orang, dan Washington, terus berusaha membebaskan tawanan di Gaza."

Jubir Gedung Putih melanjutkan, "Kami berusaha siang dan malam untuk mencapai kesepakatan terkait tawanan, dan kami percaya bahwa sekarang semakin dekat dengan kesepakatan lebih dari sebelumnya."

"Rumah sakit-rumah sakit tidak boleh menjadi medan tempur, dan sikap Amerika Serikat, terkait masalah ini transparan," klaimnya.

Di sisi lain, pejabat AS, ini menjelaskan bahwa perluasan area perang tidak akan menguntungkan siapa pun, dan membuka front perang baru di utara Wilayah pendudukan, juga tidak akan menguntungkan Israel.

Ia menegaskan, "Perundingan seputar pembebasan para tawanan di Jalur Gaza, sudah semakin mendekati kenyataan."

Beberapa jam sebelumnya, radio dan televisi Rezim Zionis mengklaim, Tel Aviv, sudah memberikan lampu hijau soal kesepakatan pertukaran tahanan, dan sedang menunggu jawaban dari Hamas.

Pentagon: Pangkalan-Pangkalan Militer AS di Timteng 66 Kali Diserang

Deputi Juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Serikat, mengonfirmasi serangan berulangkali ke pangkalan-pangkalan militer negara ini di Timur Tengah, yang menyebabkan 62 tentara terluka.

Sabrina Singh, Selasa (21/11/2023) malam mengatakan, pangkalan-pangkalan militer Amerika Serikat, di Irak dan Suriah, sejak 7 Oktober, sampai sekarang 66 kali diserang.

Sabrina Singh

Dalam jumpa persnya di Pentagon, Sabrina Singh, membenarkan bahwa akibat dari serangan-serangan kelompok perlawanan tersebut, 62 tentara Amerika Serikat, terluka.

Pada saat yang sama, Deputi Jubir Dephan AS, mengklaim pasukan AS, pada Selasa, dinihari menyerang lokasi asal serangan ke pangkalan militer Ain Al Assad, dengan rudal balistik jarak pendek, dan pesawat AC-130.

Di sisi lain, kelompok perlawanan Islam Irak, pada Selasa siang mengumumkan, salah seorang pejuang kelompok perlawanan gugur dalam serangan Amerika Serikat.

Sebagaimana diketahui, sejak serangan brutal Rezim Zionis, ke Jalur Gaza, puluhan pangkalan militer Amerika Serikat, di kawasan menjadi sasaran serangan.

Kelompok-kelompok perlawanan Islam Irak, menganggap Amerika Serikat, sebagai pihak utama yang bertanggung jawab atas serangan Rezim Zionis, terhadap rakyat Palestina.

Media Amerika: Netanyahu Minta Biden Setujui Gencatan Senjata dengan Hamas

sebuah media Amerika memberitakan upaya Perdana Menteri rezim Zionis membujuk Amerika agar mendukung kesepakatan mengenai pertukaran tahanan dengan Hamas. ​

Situs Axios hari Kamis (23/11/2023) melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu meminta Presiden AS Joe Biden untuk menghubungi Emir Qatar guna merealisasikan perjanjian gencatan senjata dengan Hamas.

Image Caption

Axios menyatakan bahwa Netanyahu meraih lengan seorang pejabat pemerintah Joe Biden yang bertugas menangani kasus pertukaran tahanan, dan berkata, "Kami membutuhkan perjanjian ini."

Dalam pemberitaan tersebut, media Amerika mengklaim bahwa tekanan terus-menerus dari Joe Biden, presiden Amerika Serikat, terhadap pemimpin beberapa negara Asia Barat merupakan salah satu faktor kunci dalam finalisasi perjanjian gencatan senjata sementara antara rezim Zionis dan Hamas.

Majed bin Mohammad Al-Ansari, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Qatar hari Kamis mengumumkan  bahwa gencatan senjata sementara di Jalur Gaza akan dimulai pada hari Jumat pukul 7:00 pagi.

Al-Ansari menyebutkan bahwa kelompok tahanan pertama akan ditukar pada pukul 16:00 di hari yang sama, dan menyatakan harapan bahwa gencatan senjata ini akan menjadi gencatan senjata permanen.

Situs web Axios menulis bahwa setelah operasi Hamas, Biden menugaskan Jake Sullivan, penasihat seniornya untuk isu-isu Asia Barat, dan penasihat senior lainnya, Josh Glatzer, guna membentuk satuan tugas rahasia untuk membebaskan tawanan.

Belakangan ini, Netanyahu dituduh oleh keluarga para tahanan, karena tidak berbuat banyak untuk membebaskan para tahanan Israel, dan dia mendapat tekanan berat karena hal ini.

Sejak 7 Oktober, rezim Zionis telah menargetkan Jalur Gaza dengan pemboman besar-besaran.

Terlepas dari klaim Israel atas penghancuran total Hamas, tapi banyak analis, bahkan di wilayah pendudukan meragukan kemampuan rezim Zionis untuk mencapai tujuan tersebut.

Kedutaan AS dan Israel di Stockholm Didemo Pendukung Palestina

Puluhan ribu warga Swedia melakukan protes di depan kedutaan besar Amerika dan Israel di Stockholm pada hari Rabu sebagai bentuk solidaritas terhadap bangsa Palestina.

Para pengunjuk rasa hari Rabu (22/11/2023) berkumpul di depan kedutaan rezim Zionis di Stockholm dan menuntut diakhirinya serangan militer Israel di Gaza.

Dalam demonstrasi ini, para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan seperti, “Palestina harus merdeka” sambil memegang bendera Palestina.

Usai melakukan protes di depan kedutaan rezim Zionis, kelompok ini berbaris menuju kedutaan Amerika di tengah pengamanan yang ketat.

Para pengunjuk rasa mengkritik dukungan Amerika Serikat terhadap Israel dan menyebut Washington terlibat dalam kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel.

Demonstrasi pendukung bangsa Palestina di Stockholm berlangsung di saat  Kementerian Kesehatan Gaza Rabu malam mengumumkan jumlah korban syahid akibat serangan brutal dan terus menerus rezim Zionis di Jalur Gaza bertambah menjadi 14.532 orang.

Selain itu, akibat serangan dan pemboman rezim Zionis, lebih dari 7.000 orang hilang, lebih dari 4.700 orang di antaranya adalah anak-anak dan perempuan.

Media AS: Yaman Sita Kapal Israel Lewat Operasi Heliborne

Media Amerika Serikat, mengutip pejabat negara ini mengatakan Ansarullah Yaman, merebut kendali kapal Israel, melalui sebuah operasi heliborne, dengan menerjunkan pasukan lewat helikopter ke atas geladak kapal.

Galaxy Leader

Kantor berita Associated Press, Senin (20/11/2023) mengutip dua pejabat keamanan AS, melaporkan, Ansarullah Yaman, menyita kapal Galaxy Leader, di Laut Merah, pada Sabtu sore waktu setempat.

Menurut AP, pejabat keamanan Amerika Serikat, mengabarkan Ansarullah, mengambil alih kendali kapal Israel, tersebut dengan menerjunkan pasukan dari helikopter di atas geladak kapal.

Sebelumnya, hari Minggu petang tersiar kabar tentang hilangnya sebuah kapal Israel. Setelah itu stasiun televisi Al Arabiya, mengabarkan hilangnya kapal Galaxy Leader, berbendara Israel, bersama 22 awaknya.

Beberapa saat kemudian stasiun televisi Al Mayadeen, melaporkan Angkatan Laut Yaman, berhasil menyita sebuah kapal Israel, beserta 52 awaknya, di Laut Merah.

Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman Brigjen Yahya Saree kemudian mengumumkan Angkatan Laut negara ini telah menyita sebuah kapal Israel, di Laut Merah, dalam rangka menjalankan perintah Pemimpin Yaman, dan mematuhi norma akhlak dan agama di hadapan rakyat Palestina.

Sementara itu Jubir Angkatan Bersenjata Rezim Zionis Daniel Hagari, menanggapi penyitaan kapal oleh pasukan Yaman, dan mengatakan, langkah ini akan menciptakan "peristiwa sangat berbahaya" di level global.

Ia mengklaim, kapal yang bukan milik Israel, tersebut membawa awak kapal warga sipil dari berbagai negara, dan bergerak dari Turki, menuju India, serta tidak ada satu pun orang Israel, di dalamnya.

 

Tags