Jan 31, 2024 11:26 Asia/Jakarta

Tiga hari telah berlalu sejak serangan pesawat tak berawak di pangkalan Amerika yang dikenal sebagai Menara 22 dekat perbatasan Yordania dan Suriah, yang menewaskan 3 tentara dan melukai 34 tentara Amerika, para pejabat pemerintahan Biden berbicara tentang keengganan mereka untuk terlibat dalam konflik dan perang dengan Iran.

“Kami tidak ingin berperang dengan Iran. Kami tidak mencari konflik dengan pemerintah Tehran...,” kata John Kirby, Koordinator Komunikasi Strategis Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih kepada wartawan di Washington pada hari Senin. 

Jubir Gedung Putih ini mengatakan, Kami tidak ingin terjadi perang lagi. Kami tidak mencari eskalasi. Namun kami pasti akan melakukan apa yang diperlukan untuk melindungi diri kami sendiri.

John Kirby, Koordinator Komunikasi Strategis Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih

Posisi pemerintahan Biden ini sejalan dengan sikap para pejabat senior militer Amerika lainnya, termasuk Jenderal Charles Brown, Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat.

Dalam pernyataannya, dia mengumumkan bahwa Amerika tidak ingin berperang dengan Iran, dan jika terjadi konflik yang lebih luas, kami akan meresponsnya.

Menanggapi kritik bahwa pemerintahan Biden tidak cukup serius terhadap Iran dan apa yang disebut kelompok proksinya, pejabat senior militer Amerika ini mengatakan, Tujuan kami adalah untuk mencegah dan pada saat yang sama melindungi pasukan Amerika, bukan terlbat dalam konflik skala besar dan perang skala penuh.

Sabrina Singh, Wakil Juru Bicara Kementerian Pertahanan AS juga menyatakan pada hari Senin bahwa AS belum mencapai kesimpulan akhir mengenai kelompok mana yang melakukan serangan mematikan terhadap pasukan negara ini di Yordania, dan tidak ada informasi apakah serangan ini dilakukan atas perintah Iran.

Posisi Pentagon ini menunjukkan bahwa Amerika tidak memiliki bukti yang meyakinkan tentang kemungkinan hubungan Iran dengan serangan terhadap pangkalan Amerika di Menara 22.

The New York Times mengutip pejabat intelijen Amerika yang mengatakan, Meskipun Iran menyediakan senjata, sumber daya keuangan, dan terkadang informasi, tidak ada bukti atas keputusan negara ini mengetahui serangan (di pangkalan Amerika di perbatasan Yordania dan Suriah).

Sekalipun demikian, Presiden AS Joe Biden menghadapi tekanan domestik yang semakin besar untuk merespons serangan tersebut dengan tegas.

Presiden Joe Biden menghadapi tekanan yang semakin besar untuk menghadapi Iran secara langsung, yang akan mengarah pada konflik regional yang lebih luas yang ingin ia hindari, tulis Bloomberg dalam sebuah laporan.

Isu pentingnya adalah, terlepas dari upaya para politisi Partai Republik Amerika, yang setelah serangan pesawat tak berawak baru-baru ini di pangkalan militer Amerika, terus-menerus menekankan perlunya menanggapi Iran sebagai faktor utama di balik serangan ini dan bahkan berbicara tentang perlunya pemboman Iran.

Padahal Tehran telah berulang kali menyangkal memainkan peran dalam bidang ini dan pada saat yang sama menekankan perlunya mengubah kebijakan Washington terhadap kawasan ini, terutama mengenai rezim Zionis dan dukungan militer dan politiknya yang komprehensif terhadap rezim ini selama perang Gaza yang menjadi alasan utama serangan terhadap pasukan Amerika di Asia Barat.

Tiga hari telah berlalu sejak serangan pesawat tak berawak di pangkalan Amerika yang dikenal sebagai Menara 22 dekat perbatasan Yordania dan Suriah, yang menewaskan 3 tentara dan melukai 34 tentara Amerika, para pejabat pemerintahan Biden berbicara tentang keengganan mereka untuk terlibat dalam konflik dan perang dengan Iran.

Dalam suratnya kepada Presiden Dewan Keamanan, Amir Saeed Iravani, Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk PBB, menekankan, Republik Islam Iran tidak bertanggung jawab atas tindakan individu atau kelompok mana pun di kawasan.

Mengingat bulan keempat perang rezim Zionis terhadap Jalur Gaza telah berlalu, Amerika terus mendukung rezim Zionis.

Dengan dimulainya perang Gaza, gerakan perlawanan di kawasan telah menargetkan pangkalan militer AS di wilayah tersebut.

Kelompok perlawanan di kawasan, termasuk di Irak, telah berulang kali mengumumkan bahwa serangan mereka terhadap pangkalan Amerika di Irak dan Suriah adalah respons terhadap dukungan utama Washington pada Tel Aviv.

Kelompok-kelompok ini telah berulang kali menegaskan bahwa serangan-serangan ini akan terus berlanjut hingga terjadi perubahan kebijakan Amerika di bidang ini dan memaksa rezim Zionis untuk menghentikan serangan-serangan di Jalur Gaza dan genosida terhadap warga Palestina.

Menurut Pentagon, Serangan-serangan ini tidak mengakibatkan kematian sampai serangan kemarin, tapi menyebabkan puluhan tentara Amerika terluka.

Aksi tiga hari lalu terhadap pangkalan AS, yang merupakan salah satu serangan terberat terhadap negara ini dalam beberapa tahun terakhir, merupakan hasil dari dukungan komprehensif AS terhadap rezim Zionis dalam perang Gaza dan siklus ketidakamanan di kawasan.

Respons Amerika terhadap serangan ini kemungkinan besar akan dilakukan dengan serangan yang relatif kuat terhadap posisi perlawanan di Irak dan Suriah.

Poros Perlawanan

Namun, respons tegas Amerika pun tidak akan menghentikan serangan terhadap posisi negara ini di kawasan Asia Barat.

Sebenarnya, Poros Perlawanan di kawasan, mulai dari gerakan Hizbullah di Lebanon hingga gerakan Ansarullah di Yaman dan kelompok perlawanan di Irak, masing-masing sesuai dengan kemampuan dan fasilitasnya, menghadapi Israel dan Amerika Serikat dalam berbagai bidang militer, ekonomi dan perdagangan dari utara Palestina yang diduduki hingga Laut Merah, sementara Irak dan Suriah telah berusaha memaksa rezim Zionis dan pendukung utamanya, Amerika Serikat, untuk menghentikan serangan terhadap Gaza.

Tags