Rezim Zionis Jerman, Mengapa Berlin Jadi Pendukung Utama Israel?
https://parstoday.ir/id/news/world-i169752-rezim_zionis_jerman_mengapa_berlin_jadi_pendukung_utama_israel
Pada tahun 2005, pemerintahan merah-hijau berakhir ketika Merkel menjadi kanselir Jerman setelah menjabat selama 16 tahun.
(last modified 2025-09-18T07:54:19+00:00 )
Des 01, 2024 15:53 Asia/Jakarta
  • Rezim Zionis Jerman, Mengapa Berlin Jadi Pendukung Utama Israel?

Pada tahun 2005, pemerintahan merah-hijau berakhir ketika Merkel menjadi kanselir Jerman setelah menjabat selama 16 tahun.

Pada tahun 2008, saat berpidato di parlemen Israel, Merkel mengatakan,"Tanggung jawab bersejarah ini adalah bagian dari kepentingan nasional negara saya."

Tehran, Parstoday- Selama lima bulan sejak 7 Oktober 2023, dunia menyaksikan dengan ngeri ketika Jerman menggunakan Holocaust sebagai senjata untuk membungkam kritik terhadap perang Israel di Gaza.

Perilaku pemerintah Jerman dalam krisis ini praktis tidak berbeda dengan Amerika Serikat. Kedua negara mengirimkan senjata kepada rezim Israel dan mendukung Israel di Mahkamah Internasional melawan Afrika Selatan. Namun di tingkat dalam negeri, Jerman telah melangkah lebih jauh dan bertindak lebih agresif dalam menindas pengunjuk rasa, seniman, dan intelektual yang menyatakan solidaritasnya terhadap rakyat Palestina. Tindakan-tindakan ini memanfaatkan tanggung jawab yang sama yang dibebankan pada Jerman atas Holocaust, dengan cara menunjukkan moralitas mereka.

Meskipun banyak perhatian telah diberikan pada penindasan spesifik ini, hanya sedikit yang membahas proses pembentukan dan evolusi budaya peringatan Holocaust di Jerman.

Di Amerika Serikat, banyak yang melihat Jerman sebagai negara terkemuka yang telah melembagakan budaya peringatan Holocaust, sehingga menghasilkan dukungan tanpa syarat terhadap Israel. Namun kenyataannya lebih rumit dari ini. Budaya peringatan ini tertanam dalam struktur politik Republik Federal Jerman sejak tahun 80-an dan seterusnya. Faktanya, selama dua dekade terakhir, budaya ini telah memburuk, dan Jerman telah berubah dari menerima tanggung jawab atas kemanusiaan menjadi membatasi tanggung jawab tersebut pada Israel.

Perubahan ini sebagian besar dipersalahkan pada Angela Merkel, yang mendominasi politik Jerman selama dua dekade terakhir. Selama periode ini, kekuatan politik yang menyatu menciptakan aliansi yang tidak terduga antara sayap kiri tengah Jerman dan sayap kanan Amerika dan Israel.

Saat ini, pemerintahan koalisi Jerman terdiri dari Partai Sosial Demokrat, Partai Hijau, dan Partai Demokrat Bebas. Menurut Neiman, posisi pemerintah Jerman terhadap Israel lebih konservatif dan suportif dibandingkan posisi Komite Hubungan Masyarakat AS-Israel.

Pada tahun 2005, pemerintahan merah-hijau berakhir ketika Merkel menjadi kanselir Jerman dan menjabat selama 16 tahun. Pada tahun 2008, dalam pidatonya di parlemen Israel, yang merupakan pidato pertama kanselir Jerman di sana, Merkel menekankan bahwa semua pendahulunya menyadari tanggung jawab khusus Jerman terhadap keamanan Israel. Ia menyatakan bahwa "tanggung jawab sejarah ini adalah bagian dari kepentingan nasional negara saya."

Pendirian Merkel jelas dipengaruhi oleh Rudolf Dressler, Duta Besar Jerman untuk Israel antara tahun 2000 dan 2005. Dresser menulis dalam sebuah artikel pada tahun 2005 bahwa "keamanan Israel adalah bagian dari kepentingan nasional kita."

Meskipun istilah ini awalnya dipinjam dari Joschka Fischer, para penasihat Merkel menganggapnya lebih tepat daripada gaya pidatonya yang Kristen Demokrat,” Spiegel melaporkan. Tindakan Merkel yang dikenal dengan kebijakan tidak ada alternatif ini praktis menghapus kebijakan Jerman terhadap Israel dari lingkaran persaingan demokrasi. Bahkan menurut sejarawan Jürgen Zimmerer mengubah kebijakan ini menjadi prinsip tanpa basa-basi.

Merkel berhasil dalam hal ini. Hampir seluruh spektrum politik di Jerman sepakat mengenai isu bahwa tanggung jawab terhadap Israel adalah salah satu prinsip kepentingan nasional negara. Pada tahun 2021, pemerintahan koalisi baru, yang terdiri dari Partai Sosial Demokrat, Partai Hijau, dan Partai Demokrat Bebas menerbitkan perjanjian yang terkenal dengan klausulnya, "Keamanan Israel adalah demi kepentingan nasional kita."

 

Kanselir Olaf Scholz mengunjungi Israel hanya sepuluh hari setelah 7 Oktober 2023 dan mengulangi pernyataan tersebut, ketika Israel menjatuhkan ribuan bom di Gaza. Sejak Merkel meninggalkan jabatannya, kritik terhadap warisan kebijakan luar negerinya semakin meningkat, khususnya terkait dengan prioritas kepentingan ekonomi dibandingkan keamanan dibandingkan dengan Cina dan Rusia. Namun peristiwa setelah 7 Oktober menunjukkan bahwa warisan Merkel dalam kebijakan luar negeri Jerman terhadap Israel juga berdampak destruktif.

Pada tahun 2009, setahun setelah pidato Merkel di parlemen Israel, Netanyahu berkuasa untuk kedua kalinya, dan sejak itu, Israel semakin beralih ke kelompok ekstrem kanan. Saat ini, Jerman tidak mampu atau tidak mau mengkritik Israel, bahkan ketika Israel mengusir warga Palestina dari tanah mereka dan membombardir mereka.

Para pemimpin terkemuka Partai Hijau, termasuk Menteri Luar Negeri Analena Berbuk dan Menteri Ekonomi Robert Haback, adalah beberapa pendukung paling setia Israel dan pengkritik keras anti-Zionisme dan pro-Palestina.

Baru-baru ini, perusahaan media Springer mengajukan gugatan terhadap beberapa kritikus Israel, termasuk Nami al-Hassan, seorang jurnalis Palestina-Jerman yang akhirnya dipecat dari televisi nasional Jerman, ZDF.  Karyawan perusahaan dipaksa menandatangani deklarasi untuk mendukung Israel. Di satu negara bagian Jerman, dukungan terhadap Israel telah menjadi syarat kewarganegaraan, dan negara-negara lain juga berusaha menerapkan rencana yang sama, seolah-olah semua warga negara Jerman adalah karyawan Springer.

Tahun lalu, surat kabar Datasite menerbitkan bocoran email Mathias Döpfner, CEO Springer, yang berisi pandangan politiknya. Salah satu emailnya diakhiri dengan kalimat yang menghantui dan aneh, "Zionisme lebih penting dari apa pun". Sebuah ungkapan yang secara sempurna menggambarkan konsensus politik yang muncul di Jerman dalam beberapa dekade terakhir.(PH)