Apa Faktor Penyebab India Terus Mendukung Israel ?
Ketika rezim-rezim Barat yang penuh kemunafikan sekalipun saat ini terpaksa mengkritik rezim Zionis, pemerintah sayap kanan ekstrem India tetap keras kepala dan dengan bangga mendukung Israel.
Tehran, Pars Today- Meskipun oligarki Zionisme global mendominasi media massa dunia, wajah iblis dan anti-kemanusiaan rezim Zionis semakin terbongkar di mata dunia, dan bahkan rezim-rezim Barat yang penuh kemunafikan sekalipun yang berada di bawah tekanan opini publik, setidaknya terpaksa melontarkan kritik terhadap rezim ini. Namun, pemerintah sayap kanan ekstrem India tetap keras kepala dan “dengan bangga” berdiri di sisi Tel Aviv.
Mashreq News melaporkan, islamofobia ideologis pemerintah Narendra Modi tampaknya menjadi salah satu alasan utama persekutuan jahat India dengan rezim pendudukan Israel. Ranjan Solomon, analis politik India sekaligus pembela hak-hak rakyat Palestina, dalam sebuah artikel di situs Middle East Monitor, mengkritik keras pendekatan pemerintah negaranya ini.
Senjata Kemunafikan
Hubungan militer dan strategis India dengan Israel meningkat pesat dalam dekade terakhir. Pada tahun 2015, perdagangan pertahanan antara India dan Israel mencapai 5,6 juta dolar. Kini, angka tersebut meningkat menjadi lebih dari 185 juta dolar per tahun. India kini menjadi pembeli senjata terbesar Israel, mengimpor segala hal mulai dari pesawat nirawak dan sistem pengawasan hingga rudal berpemandu presisi.
Senjata-senjata ini tidak diproduksi di ruang hampa moral. Banyak teknologi yang diekspor ke India adalah “teruji di medan tempur” — istilah untuk senjata yang diuji langsung terhadap rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Dengan membelinya, India secara efektif mendukung pendudukan, tembok apartheid, penghancuran rumah-rumah, dan kini, genosida yang sedang berlangsung di Gaza.
Genosida yang Disiarkan Langsung
Apa yang terjadi di Jalur Gaza kini tidak lagi samar. Lebih dari 60.000 warga Palestina telah gugur sejak 7 Oktober 2023, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Rumah sakit menjadi sasaran secara sistematis. Konvoi bantuan kemanusiaan dibombardir. Kelaparan digunakan sebagai senjata perang. Para pakar hukum terkemuka, termasuk Craig Mokhiber, mantan Direktur Kantor Hak Asasi Manusia PBB di New York, menyebut genosida ini “disengaja, metodis, dan sistematis.”
Sikap Diam India dan Lebih Buruk Lagi
Narendra Modi, Perdana Menteri India, adalah salah satu pemimpin dunia pertama yang, setelah 7 Oktober, bahkan sebelum muncul fakta yang terverifikasi, menyatakan solidaritasnya dengan Israel. Pemerintah India menolak mengecam pengeboman tanpa pandang bulu terhadap warga sipil, dan sebaliknya melarang demonstrasi pro-Palestina, menangguhkan aktivis mahasiswa, serta menindak akademisi dan jurnalis yang berani bersuara.
Kampus-kampus diperintahkan untuk tidak mengizinkan protes mahasiswa. Serikat mahasiswa yang mengeluarkan pernyataan solidaritas dengan Palestina menghadapi tindakan disipliner. Bahkan kegiatan penggalangan dana kemanusiaan di kota-kota besar seperti Delhi, Mumbai, dan Bangalore tidak bisa mendapatkan izin dari polisi. Penindasan ini memiliki kemiripan mengerikan dengan rezim otoriter: membungkam oposisi, mengkriminalisasi empati. India yang dulu menyambut Yasser Arafat dengan upacara kenegaraan penuh dan membela kemerdekaan Palestina di PBB, kini secara militer bekerja sama dengan apartheid dan berpaling dari rakyat yang sedang mengalami pembersihan etnis di depan mata dunia.
Penindasan Suara Rakyat
Masyarakat sipil di India tidak tinggal diam. Dari Delhi hingga Kerala, kelompok independen, pembela hak asasi manusia, dan mahasiswa berbicara dengan berani. Para seniman melukis untuk Gaza, para pengacara menulis surat ke Mahkamah Agung, para guru mengadakan seminar membela Palestina, dan umat Muslim di seluruh negeri menggelar doa bersama. Namun, mereka menghadapi represi pemerintah, pengawasan digital, dan serangan media. Saluran berita menyebut mereka “anti-nasional.” Polisi menggunakan Undang-Undang Pencegahan Aktivitas Ilegal (UAPA) untuk mengintimidasi atau menangkap aktivis damai. Media sosial, khususnya di kampus, diawasi dan disensor.
Mengapa India Harus Meninjau Ulang Posisinya
India sendiri pernah menjadi korban penjajahan, dan memahami biaya pendudukan, luka pembagian wilayah, serta trauma kekerasan. Dalam konteks ini, India seharusnya menyerukan dekolonisasi global, bukan membela negara-negara penjajah. Mustahil mengutip Gandhi dan Nehru sambil mengabaikan dukungan konsisten mereka terhadap hak menentukan nasib sendiri rakyat Palestina, sementara India mempersenjatai apartheid di Gaza. India tidak dapat mengklaim kepemimpinan di Global South sambil membantu mesin genosida Israel membunuh rakyat Palestina yang tak bersalah.(PH)