Mengapa Barat Geram dengan KTT Shanghai dan Berkumpulnya Kekuatan Baru?
-
Vladimir Putin, Narendra Modi dan Xi Jinping
Pars Today - Para pemimpin Amerika Serikat dan Uni Eropa geram dengan KTT Shanghai dan pertemuan para pesaing Barat.
Menurut laporan Pars Today, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, dalam pernyataan yang mencerminkan kemarahan Eropa terhadap aliansi kekuatan-kekuatan baru di KTT Shanghai menyatakan bahwa Iran, Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara merupakan tantangan langsung terhadap sistem internasional berbasis aturan.
Mengacu pada kehadiran para pemimpin negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Beijing pada hari Rabu, Kallas menyatakan dalam konferensi pers Komisi Eropa, "Ketika presiden Tiongkok berdiri di samping para pemimpin Rusia, Iran, dan Korea Utara, itu bukan sekadar citra anti-Barat, tetapi juga merupakan tantangan langsung terhadap tatanan internasional berbasis aturan."
Kallas mengklaim bahwa solidaritas ini bukan sekadar simbolis, melainkan bagian dari upaya untuk menciptakan "tatanan dunia otoriter baru".
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah mengungkapkan kemarahannya secara terbuka terhadap KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) dan pertemuan gabungan antara Tiongkok, India, dan Rusia dalam serangkaian twit.
Merujuk pada kehadiran Perdana Menteri India Narendra Modi di KTT Shanghai dan pertemuannya yang hangat dengan para pemimpin Tiongkok dan Rusia, Trump mengakui bahwa ia telah kehilangan India dan Rusia dan memberikannya ke tangan Tiongkok.
Di laman pribadinya di jejaring sosial Truth Social, Trump menulis sebuah unggahan yang mengungkapkan kekhawatirannya yang mendalam atas perkembangan terkini di Asia Timur dengan KTT Shanghai yang dihadiri oleh Perdana Menteri India dan kekhawatirannya akan perkembangan internasional yang menguntungkan Beijing.
Trump menulis, "Sepertinya kita telah kehilangan India dan Rusia ke tangan Tiongkok."
Dengan nada sarkastis, Trump menulis, "Saya mendoakan mereka berdua panjang umur dan sejahtera!"
Pengakuan Trump muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan New Delhi.
Setelah Trump mengenakan tarif 50 persen pada ekspor India, yang 25 persennya berasal dari pembelian minyak dari Rusia, ia menuduh India secara tidak langsung membiayai operasi militer Rusia.
Menanggapi langkah Trump, Perdana Menteri India Narendra Modi menekankan komitmen India untuk memperkuat industri dalam negeri dan kemandirian ekonomi, serta mendesak warga negara India untuk memprioritaskan pembelian produk dalam negeri.
Di tingkat regional, India telah berupaya memperkuat hubungannya dengan Tiongkok dan Rusia sebagai dua anggota berpengaruh Organisasi Kerja Sama Shanghai.
Pada KTT Shanghai di Tianjin, Modi dan Presiden Tiongkok Xi Jinping menekankan penguatan stabilitas regional dan perluasan perdagangan serta investasi dalam pembicaraan mereka.
Modi dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga menekankan kelanjutan hubungan bilateral yang erat dan kuat selama pertemuan mereka, dengan menekankan bahwa kepercayaan dan kerja sama antara kedua negara tetap terjalin meskipun adanya tekanan bea cukai Amerika.
Perkembangan ini menunjukkan semakin besarnya tantangan yang dihadapi Amerika Serikat dalam mempertahankan pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik yang luas, mengingat hubungan yang terus berkembang dan semakin erat antara New Delhi, Beijing, dan Moskow.
KTT ke-25 Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) diselenggarakan di Tianjin, Tiongkok, pada 31 Agustus-1 September. Organisasi Kerja Sama Shanghai telah menjadi salah satu platform utama kerja sama politik, keamanan, dan ekonomi di Asia Timur dan Tengah dalam beberapa tahun terakhir.
Pada saat yang sama, pengakuan para pemimpin Barat atas kemunduran dan ancaman terhadap tatanan internasional Barat masuk akal mengingat pandangan para pemimpin Tiongkok dan Rusia dalam hal ini.
Moskow dan Beijing percaya bahwa perkembangan internasional dan realitas sistem dunia mendukung transisi menuju sistem multipolar, sementara Amerika Serikat, yang bersikeras mempertahankan sistem unipolar dan berusaha memainkan peran sebagai polisi global, telah mengejar tujuan dan keinginannya melalui unilateralisme. Sementara itu, Eropa, seperti Washington, ingin mempertahankan sistem internasional yang didasarkan pada aturan-aturan Barat.
Para pemimpin Tiongkok, Rusia, dan kini India, ingin lebih mengembangkan hubungan dan meningkatkan kerja sama antar kekuatan global yang sedang berkembang. Salah satu simbolnya adalah kelompok BRICS, yang anggota awalnya adalah Rusia, Tiongkok, India, Brasil, dan Afrika Selatan.
Rusia dan Tiongkok kini telah menjalin hubungan yang luas di berbagai bidang ekonomi, perdagangan, militer dan keamanan, persenjataan, politik, dan diplomatik.
Pada saat yang sama, partisipasi kedua negara dalam organisasi dan lembaga regional dan internasional seperti Organisasi Kerja Sama Shanghai dan kelompok BRICS menunjukkan pendekatan yang sama terkait perlunya memperkuat kerja sama regional dan global guna menyelesaikan berbagai masalah, sekaligus menghadapi hegemoni Barat dan tindakan agresif Amerika Serikat di berbagai bidang.
Sekarang, setelah perilaku arogan Trump dan tindakannya terhadap India, New Delhi juga telah mengambil langkah yang jelas untuk berpihak pada Tiongkok dan Rusia, yang telah menimbulkan kekhawatiran besar di Amerika Serikat.(sl)