Tolak Resolusi Perpanjangan Pencabutan Sanksi Iran; Mengapa Barat terus Tekan Tehran?
https://parstoday.ir/id/news/world-i177194-tolak_resolusi_perpanjangan_pencabutan_sanksi_iran_mengapa_barat_terus_tekan_tehran
Pars Today – Penolakan negara-negara Barat atas resolusi prakarsa Korea Selatan untuk memperpanjang pencabutan sanksi nuklir Iran, di Dewan Keamanan PBB, telah menggagalkan pengesahannya.
(last modified 2025-09-20T13:47:12+00:00 )
Sep 20, 2025 20:43 Asia/Jakarta
  • Tolak Resolusi Perpanjangan Pencabutan Sanksi Iran; Mengapa Barat terus Tekan Tehran?

Pars Today – Penolakan negara-negara Barat atas resolusi prakarsa Korea Selatan untuk memperpanjang pencabutan sanksi nuklir Iran, di Dewan Keamanan PBB, telah menggagalkan pengesahannya.

Dewan Keamanan PBB, Jumat (19/9/2025) dalam sidang khusus mengambil keputusan tentang perpanjangan pencabutan sanksi nuklir Iran.
 
Resolusi prakarsa Korea Selatan, yang didukung Cina, Rusia, Pakistan, dan Aljazair, disampaikan pada sidang itu, namun tidak memenuhi kuorum dan gagal disahkan karena penolakan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
 
Resolusi mendapat empat suara setuju dari Rusia, Cina, Pakistan, dan Aljazair, sementara negara-negara Eropa, yaitu Inggris, Prancis dan Jerman (E3) bersama AS, Jepang, dan beberapa negara lain memberi suara menentang.
 
Guyana dan Korea Selatan sendiri, memberikan suara abstain. Hasil tersebut berarti bahwa akhir batas waktu pencabutan sanksi DK PBB atas Iran, sesuai kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA) sudah diterapkan.
 
Dengan tidak dipenuhinya kuorum atas resolusi usulan Korsel ini tidak berarti bahwa mekanisme Snapback, akan langsung dimulai. Langkah ini dilakukan untuk menambah tekanan terhadap Republik Islam Iran supaya menerima tuntutan AS dan tiga negara Eropa, terkait batas waktu yang tersisa yaitu 30 hari hingga tanggal 27 September 2025 waktu Greenwich.
 
Negara-negara Eropa dan AS, dengan tuduhan pelanggaran komitmen oleh Iran, termasuk menambah cadangan uranium terkayakan, dan aktivitas nuklir yang melampaui kesepakatan JCPOA, bersikeras untuk mengembalikan sanksi terhadap Iran.
 
Eropa, dengan menggunakan mekanisme Snapback, berusaha kembali memulihkan sanksi-sanksi, dan mengklaim langkah ini legal dalam kerangka hukum internasional, serta JCPOA.
 
Padahal setelah keluarnya AS dari JCPOA pada Mei 2018, tiga negara Eropa, atau Troika Eropa, dan Uni Eropa, sama sekali tidak melakukan langkah efektif apa pun untuk menjaga JCPOA, dan tidak mematuhi komitmen yang diklaim telah dijalankannya, dan sekarang mengaku ingin mengaktifkan mekanisme Snapback.
 
Rusia dan Cina, selain menolak langkah ini juga menganggapnya bertentangan dengan proses diplomasi, dan mengumumkan kembalinya sanksi-sanksi akan meningkatkan ketegangan di kawasan Asia Barat.
 
Kedua negara ini dalam pernyataan bersama secara resmi mengumumkan kembalinya sanksi-sanksi PBB terhadap Iran, melanggar hukum, dan tidak sah. Mereka juga tidak akan mematuhi sanksi-sanksi itu dan akan melanjutkan kerja sama dengan Iran.
 
Para analis meyakini bahwa kegagalan dalam mengesahkan resolusi perpanjangan pencabutan sanksi Iran, membuktikan adanya perpecahan yang dalam di level global antara Timur dan Barat, terkait mekanisme menghadapi program nuklir damai Iran, dan dapat membawa dampak-dampak luas bagi stabilitas regional serta keamanan internasional.
 
Amir Saeid Iravani, Wakil tetap Iran di PBB, terkait hal ini mengatakan, “Pemungutan suara terpisah membuktikan bahwa tidak ada konsensus apa pun di DK PBB. Keputusan ini akan melemahkan diplomasi, dan menciptakan dampak-dampak berbahaya bagi non-proliferasi nuklir. Langkah hari ini tergesa-gesa, tidak urgen, dan melanggar hukum. Iran tidak punya kewajiban apa pun untuk melaksanakannya. Tanggung jawab dari dampak-dampak buruk ini secara langsung berada di pundak AS, dan tiga negara Eropa, yang telah membuka peluang serangan jahat Rezim Israel ke fasilitas nuklir Iran, dengan klaim-klaim buatannya terhadap Tehran. Langkah yang tidak dilakukan atas keputusan bersama itu, telah melemahkan posisi DK PBB, mempertanyakan diplomasi, dan mengancam non-proliferasi."
 
Sepertinya target Barat dengan menolak perpanjangan resolusi pencabutan sanksi, dan penentangan atas usulan-usulan konstruktif Iran, penerapan tekanan luar biasa atas Tehran, dengan tujuan untuk memaksa Iran, menerima tuntutan-tuntutan ilegal AS, dan Eropa di bidang nuklir, rudal, dan kebijakan regional, adalah masalah yang juga disinggung analis Barat.
 
Trita Parsi, Deputi Pelaksana Yayasan Quincy Institute for Responsible Statecraft, dalam catatannya di bidang ini menulis, “Menurut para analis, kenyataannya adalah, kasus nuklir Iran, lebih merupakan dalih dalam persaingan-persaingan geopolitik. Sebuah persaingan yang saat ini terjadi pada Rusia, Ukraina, dan masa depan hubungan diplomatik."
 
Dengan bahasa sederhana, Iran dan program nuklirnya dalam pandangan Barat, selain bukan masalah asli, bahkan telah berubah menjadi instrumen dalam sebuah permainan yang lebih besar.
 
Menurut Trita Parsi, laporan-laporan yang menyebutkan bahwa Iran, untuk mencegah pengaktifan mekanisme Snapback, mengajukan usulan yang asasnya mengembalikan dan mencairkan cadangan uranium 60 persen sebagai imbalan atas penangguhan keputusan Eropa untuk beberapa bulan.
 
Iran juga menuntut jaminan-jaminan keamanan oleh AS dan pencabutan sebagian sanksi di tahap-tahap berikutnya. Tapi sumber-sumber yang dekat dengan pemerintah Trump mengatakan, Washington, akan menolak usulan semacam ini, karena lebih mengandalkan keberlanjutan tekanan maksimum.
 
Dengan demikian, negara-negara Eropa, dalam rangka semakin menyelaraskan jalan dengan AS, dalam kampanye sanksi atas Iran, dan juga dalam kerangka konflik melawan Rusia, dan dalam bentuk tertentu menghukum Tehran, karena bekerja sama dengan Moskow, sekarang menggunakan kartu truf-nya yaitu mekanisme Snapback sebagai instrumen untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran.
 
Sementara Iran, berulangkali lewat suara Menlu Sayid Abbas Araghchi, menegaskan bahwa langkah ini melanggar hukum, dan negara-negara Eropa tidak berhak untuk menggunakan mekanisme-mekanisme JCPOA, termasuk mekanisme Snapback, pasalnya negara-negara ini tidak menjalankan komitmennya, dan secara praktis telah melanggar kesepakatan nuklir JCPOA. (HS)