Protes Diskriminasi Peradilan Global, Tiga Negara Afrika Keluar dari ICC?
https://parstoday.ir/id/news/world-i177360-protes_diskriminasi_peradilan_global_tiga_negara_afrika_keluar_dari_icc
Pars Today - Tiga negara Afrika mengumumkan akan mengakhiri keanggotaan mereka di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
(last modified 2025-09-25T03:30:11+00:00 )
Sep 25, 2025 10:28 Asia/Jakarta
  • Mahkamah Pidana Internasional (ICC)
    Mahkamah Pidana Internasional (ICC)

Pars Today - Tiga negara Afrika mengumumkan akan mengakhiri keanggotaan mereka di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Ketiga negara ini adalah Burkina Faso, Mali, dan Niger, yang terletak di wilayah Sahel barat Afrika. Ketiganya mengeluarkan pernyataan bersama yang mengumumkan penarikan segera mereka dari Mahkamah Pidana Internasional yang berpusat di Den Haag, Belanda, dan menegaskan bahwa mereka tidak mengakui otoritas lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa ini.

Menurut laporan Pars Today, para pejabat dari ketiga negara ini menekankan bahwa Mahkamah Pidana Internasional telah menunjukkan ketidakmampuannya dalam menangani kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi yang telah terbukti.

Salah satu alasan mengapa negara-negara Burkina Faso, Mali, dan Niger menarik diri dari Mahkamah Pidana Internasional adalah kegagalan lembaga ini dalam menangani kejahatan Israel terhadap Palestina.

Negara-negara ini meyakini bahwa Mahkamah Pidana Internasional hanya menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan negara-negara yang lebih lemah, terutama negara-negara Afrika, sementara Mahkamah Pidana Internasional praktis tidak mengambil tindakan apa pun terhadap kejahatan rezim Zionis dan genosida yang sedang berlangsung di Gaza.

Kegagalan mengadili kasus-kasus kejahatan perang Israel di Mahkamah Pidana Internasional, sementara banyak negara Afrika dituntut oleh ICC, telah membuat negara-negara ini merasa bahwa ICC sebenarnya bertindak untuk kepentingan kekuatan Barat dan rezim-rezim yang didukung internasional. Bahkan, dari perspektif negara-negara ini, lembaga internasional ini telah gagal memenuhi tugas utamanya, yaitu mengadili dan menegakkan keadilan bagi semua negara dan bangsa.

Mahkamah Pidana Internasional didirikan pada tahun 2002 dengan tujuan mengadili kasus-kasus genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang, dan sejauh ini sekitar 33 kasus telah disidangkan oleh ICC, yang sebagian besar melibatkan negara-negara Afrika.

Hal ini membuat negara-negara Afrika merasa bahwa lembaga ini hanya berusaha mengadili orang-orang yang berasal dari negara-negara yang lebih lemah, terutama negara-negara Afrika, sementara negara-negara adidaya, terutama negara-negara Barat, menikmati kekebalan hukum dan dengan mudah lolos dari pengawasan internasional ini.

Penilaian ini telah menyebabkan banyak negara di Afrika tidak mempercayai fungsi ICC, dan menganggapnya sebagai alat untuk terus mendominasi dan menekan negara-negara Afrika.

Di sisi lain, banyak negara Afrika meyakini bahwa ICC lebih merupakan alat politik bagi negara-negara Barat daripada lembaga independen untuk menegakkan keadilan. Bahkan, dari perspektif mereka, ICC bertujuan untuk mengadili para pemimpin dan pejabat Afrika, sementara pejabat Barat sebagian besar terbebas dari proses pengadilan dan penuntutan. Kekhawatiran ini telah mendorong opini publik di beberapa negara Afrika untuk meyakini bahwa ICC justru membantu mengkonsolidasikan sistem neokolonial.

Dalam hal ini, penarikan ketiga negara ini dari ICC dapat dimaknai sebagai bagian dari gerakan yang lebih besar untuk melawan neokolonialisme dan pelanggaran kedaulatan nasional. Sebagai contoh, Burkina Faso, Mali, dan Niger telah mengumumkan niat mereka untuk membangun mekanisme lokal dan regional guna mencapai keadilan dan menyelesaikan krisis mereka, alih-alih bergantung pada lembaga internasional.

Negara-negara ini meyakini bahwa hanya dengan mengandalkan solusi domestik dan kerja sama regional, mereka dapat secara efektif mengatasi masalah mereka dan melepaskan diri dari ketergantungan pada lembaga asing yang dalam praktiknya belum membuahkan hasil yang diinginkan.

Bahkan, keluarnya ketiga negara Afrika ini dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC), selain menjadi kritik terhadap kinerja lembaga tersebut, terutama dalam menangani kejahatan Israel, menunjukkan perubahan serius dalam pendekatan negara-negara Afrika terhadap lembaga internasional dan kemerdekaan politik, serta merupakan simbol keinginan negara-negara ini untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada lembaga asing, bergerak menuju kemerdekaan yang lebih besar, dan menyelesaikan masalah mereka sendiri dari dalam.(sl)